CHAPTER 87

4.8K 236 27
                                    

Agnes panik, bahkan ia tidak bisa berhenti menerka-nerka apa yang akan dilakukan oleh Joe di Jakarta

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Agnes panik, bahkan ia tidak bisa berhenti menerka-nerka apa yang akan dilakukan oleh Joe di Jakarta. Tidak habis pikir bahwa pria itu akan begitu nekat, padahal ia sudah berpesan untuk tidak lagi menemui kedua anaknya karena Hans sangat melarang. Laki-laki itu bisa saja melakukan hal yang cukup egois, meminta Ariel untuk ikut dengannya tanpa melihat dari sisi Anette yang bisa saja kesepian karena tak ada satu pun anggota keluarga ada bersamanya. Meski sekalipun gadis itu tak akan mengeluh di depan Hans, tapi bagaimana pun juga dia masih seorang gadis yang baru berusia tujuh belas tahun.

Karena tak kunjung mendapatkan kedamaian di hatinya Agnes memilih untuk menghubungi Anette seperti yang sudah-sudah ia lakukan. Lima detik suara bib bip muncul hingga pada akhirnya suara Anette yang terdengar. [Iya, Ma?]

"Halo, Nak. Sudah makan?" tanya Agnes memastikan. "Kabar kakak gimana? Kemarin apa Papa marah?"

[Udah, Ma dan Ariel...] terdapat jeda di sana. [Ya, dimarahin. Tapi urusannya udah kelar, sekarang Ariel lagi di luar. Habis dijemput sama Riko tadi nggak tau kemana, mungkin hangout]

Agnes menghela sedikit napas lega. "Syukurlah, Mama takut Papa macem-macem lagi sama kakak. Kamu tahu sendiri dari dulu gimana hubungan mereka, kan?"

[Papa memang keras, dari dulu kan seperti itu. Mama kenapa bisa sih nikah sama dia? Anette baru inget juga kalo Mama nggak pernah cerita banyak soal itu]

Agnes mendecakkan lidahnya. Ia bahkan tidak bisa merasakan betapa manisnya hari itu saat kenyataan mengatakan bahwa mereka telah berpisah, bisa berkencan dengan mahasiswa yang menjadi di idola di NUS adalah pengalaman terbaiknya dulu.

"Papa kamu bilang, bahwa banyak kesamaan yang kita miliki. Seperti musik, film, tempat favorit dan impian. Mama juga bingung, saat itu Papa kamu ambil jurusan Manajemen karena akan menjadi pewaris perusahaan. Tapi dia bilang ia sangat menyukai pekerjaan arsitek seperti mendesain rumah dan sebagainya," lanjutnya. "Papa kamu dulu orangnya nggak banyak bicara dan ketus. Kalau Mama nggak ada usaha sama sekali mungkin nggak akan ada kamu sama kakak sekarang,"

[Oh, jadi gitu. Kira-kira ada nggak sifat Papa yang nurun ke Ariel?]

"Sifat keras kepalanya, mungkin?"

[Hmm, iya sih. Ariel sama Papa sama-sama keras kepala dan suka semaunya sendiri. Tapi kalau soal siapa yang lebih tulus, kayaknya Ariel yang menang, Ma]

Agnes mengerutkan keningnya. "Kenapa Anette bisa ngomong gitu?"

[Papa dengan mudahnya melepas Mama sedangkan Ariel mati-matian berjuang karena Windi. Beda, kan?]

"Eh..., " Agnes tercenung, hingga seuntai senyum terukir tipis di wajahnya. "Mungkin seperti itu,"

**

Alvin tiba di Starbucks pada pukul tujuh lebih dua belas menit. Kali ini ia ingin tahu tentang maksud pria yang bernama Joe tersebut. Di rumah sakit saat ia menemani Mawar terbesit pikiran mengenai latar belakang keluarga Limantara dan apa yang tengah terjadi di dalamnya. Jika hal itu memang penting, Alvin ingin sekali bisa membantu meski ia belum paham apa yang harus dilakukan dan demi apa ia melakukan itu. Jawabannya ada pada Joe, pria yang hari ini dikenalnya di pusara para orang tercinta beristirahat dengan tenang.

Bad Boy In Love [COMPLETED]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt