CHAPTER 31

6.8K 330 17
                                    

Pagi-pagi benar Eve sudah harus menerima omelan dari Helen perihal ia yang membantu Ariel kembali ke Jakarta lebih awal tanpa sepengetahuan Hans

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi-pagi benar Eve sudah harus menerima omelan dari Helen perihal ia yang membantu Ariel kembali ke Jakarta lebih awal tanpa sepengetahuan Hans. Dengan alasan yang tidak begitu jelas Eve mencoba menyembunyikan alasan Ariel melakukan hal demikian. Sebelum lelaki itu masuk ke dalan pesawat ia sudah berpesan pada Eve untuk tidak mengatakan yang sebenarnya pada Hans atau kepada siapapun. Gadis keturunan Belanda itu lantas menuruti kata-kata sepupunya tersebut. Dia percaya bahwa Ariel tengah mencoba melakukan hal baik pada seorang gadis yang ingin ditemuinya segera di Jakarta.

"Mama sangat malu sama kamu! Hans semalam memarahi Mama karena ini, bukan kamu!" omel Helen sambil mondar-mandir di hadapan gadis yang tengah tertunduk menatap permainan Mobile Legendsnya yang tertunda. "Kalau kamu tidak pernah mau berubah, nggak akan ada lelaki yang mau sama kamu!"

Eve diam, itu yang bisa ia lakukan meski di dalam ia ingin melonjak marah dan melemparkan ponsel itu tepat ke arah wanita paruh baya tersebut. Telinganya terasa panas mendengar kata-kata kasar Helen, ia sadar, tapi ia lebih sadar bila tidak ada gunanya membalas. Api bertemu api hanya akan memperbesar kobaran. Eve tidak ingin itu terjadi.

"Eve! Kamu dengar Mama?!" tanya Helen sambil memelototi putrinya. "Punya anak satu-satunya tapi sama sekali tidak bisa jadi teladan! Adanya memalukan nama keluarga Limantara saja!" decihnya.

Gadis itu menggigit bibirnya, bahunya jadi naik turun karena laju napasnya yang mendadak jadi tidak teratur. Ia mencoba untuk tidak mengeluarkan cairan bening di tempat itu, apalagi di depan Helen.

"Cobalah kamu hentikan dan rubah sikap kamu itu! Jadi gadis yang anggun, cerdas dan berwibawa seperti anak gadis para rekan bisnis Mama. Jangan malah jadi kera betina seperti ini! Sudah capek Mama menerima banyak laporan dari wali kelas kamu. Dan sekarang harus ditambah teguran dari Hans, Om kamu sendiri!" Helen geleng-geleng kepala. "Lama-lama Mama bisa jadi gila bila kamu terus-terusan seperti ini!"

"Buat apa Om Hans marah?" tanya Eve datar tanpa menatap sedikit pun wajah ibunya. "Mama nggak inget perlakuan kasar dia ke Ariel dulu? Mana pernah Ariel balas marah ke dia?"

Helen memicingkan kedua matanya. "Apa maksud kamu?"

"Om Hans marah cuma gara-gara Ariel pulang lebih awal ke Jakarta. Tapi dulu Ariel nggak pernah marah ke Om Hans walau dia pernah ngunci Ariel di kamar mandi karena udah bawa anak kucing jalanan ke dalam rumah waktu kecil," Eve tertawa miris. "Hati orangtua seharusnya ada untuk anak, bukan hati anak diubah menurut kemauan orangtua dengan cara yang kejam!"

Helen membulatkan kedua matanya sempurna, tidak menyangka Eve akan melontarkan kata-kata yang membuatnya menjadi tertempelak sebagai orangtua. "Oh, jadi kamu mau merutuki Om Hans dan Mama, begitu? Kamu tidak terima dengan didikan Mama? Hah?"

"Eve lagi nggak merutuki orangtua. Mana pernah, Ma?" kata gadis itu yang kini sudah berani menatap wajah penuh amarah Helen. "Eve tahu kalau Eve bukan seperti anak gadis yang Mama pengen. Eve emang nakal, kekanak-kanakan dan nggak anggun. Tapi bukannya seorang Mama harus bisa menerima segala kekurangannya dan mendidik anaknya dengan cara yang baik? Bukan malah menyuruhnya untuk nggak jadi dirinya sendiri!"

Bad Boy In Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang