CHAPTER 41

5.8K 307 31
                                    

"Lo yang bikin?" tanya Anette pada Ariel yang hendak masuk ke dalam kamarnya.

Lelaki berparas tampan bertubuh jangkung itu menoleh. "Bikin apa?"

"Kejutan buat Windi di planetarium," jawab Anette. "Gue coba nebak aja soalnya Windi sempat ngasitau gue tentang kotak kado di atas mejanya tadi. Apa itu bener?"

Sejenak Ariel membisu sambil menghentakk-hentakkan kakinya pelan di atas lantai. "Gue sewa planetarium satu hari buat dia. Cewek itu kan suka banget sama yang namanya bintang." Ariel menghela napas lalu menyunggingkan senyumnya sedikit. "Setidaknya ini yang bisa gue lakukan selain bikin orang jadi menderita."

Anette diam, ia mencoba menyelami ke kedalaman hati saudara kembarnya. "Bahkan lo tahu apa yang menjadi kesukaan Windi."

"Windi suka bintang. Dia nggak tahu caranya main basket, tapi tahu caranya bela diri. Dia itu emang nggak terlalu cantik, lugu dan sederhana, nggak kayak cewek-cewek yang sempat gue pacari selama ini. Tapi dia yang malah bisa membuat gue merasakan sesak setengah mati sekarang," jelas Ariel. "Gue nggak mau ngerasain sesak terus, gue harus bikin dia senang. Karena itu adalah cara satu-satunya buat gue untuk merasakan hal yang sama."

Anette tersenyum, kedua matanya seketika berbinar. Tidak pernah sebelumnya Ariel berkata-kata demikian. Sepertinya Ariel mencoba mengerti Windi meski jarak di antara mereka terbentang jauh. Gadis itu memang membenci Ariel, tapi Ariel tidak bisa melakukan hal yang sama selain dari berusaha membuat dia senang. "Lo memang beda dari cowok-cowok yang gue kenal selama ini, Riel. Seharusnya gue tahu dari awal."

"Tahu apa?"

"Ketika cowok memilih untuk menyerah saat seseorang yang dia cintai malah menyakitinya, lo malah mencoba membuat dia bahagia dengan memberikan sesuatu yang menjadi kesukaannya. Cinta memang harusnya seperti itu, Riel. Nggak peduli lo sakit atau apa, lo berusaha membuat dia bahagia meski cinta nggak berpihak sama lo."

Lelaki itu tersenyum sumir. "Ya, udahlah," ucapnya dengan nada ringan sambil mengabaikan apa yang mulai dirasakannya ketika Anette berkata demikian. "Lo mau ikut gue nggak nanti malam?"

"Kemana?"

"Mantau Windi di planetarium, gue juga ada kejutan lain selain dari itu."

Anette mengangguk mantap. "Gue ikut."

"Oke kalo gitu." Lelaki itu membuka pintu kamarnya, namun tiba-tiba saja terhenti.

"Ariel, tunggu!" kata Anette yang langsung membuat saudaranya itu urung masuk ke dalam kamar.

"Apa?"

"Fgy itu apa?"

"Oh," Ariel menyeringai sedikit. "Itu bentuk pendek dari Froggy."

"Hah?" Anette terlihat sedikit terkejut.

"Habisnya masa gue kasih inisial A L. Ya, jelas dia bisa nebak kalo itu gue."

Anette tertawa kecil. "Kok Froggy, sih?" tiba-tiba gadis itu ingat bahwa Ariel pernah menitipkan tart mini bermotif kepala kodok kerokerropi padanya untuk diberikan pada Windi. "Oh, ya. Gue jadi inget kalo lo pernah nitipin tart bentuk kepala kodok ke gue buat dikasih ke Windi. Emang ada apa sama kodok?"

"Gue bingung mau nyeritainnya gimana, "decak Ariel. "Udah, ah. Gue mau istirahat dulu buat ntar malam. Nanti aja nanya-nanyanya." Kemudian lelaki itu berhambur masuk ke dalam kamarnya dan tak lupa menutup pintunya sedangkan Anette masih di tempat sambil tersenyum sumringah.

Seharusnya kakaknya memang seperti itu. Pada dasarnya dia merupakan lelaki baik, hanya saja dirinya terlalu rapuh untuk menghadapai kenyataan bahwa keluarganya tidak seutuh dulu lagi. Entah, Anette tiba-tiba jadi teringat masa-masa indah bersama Ariel saat mereka dahulu masih kecil. Masa-masa yang sangat menyenangkan dan membuat bahagia. Memang watak mereka berbeda, Anette lebih tenang dan pendiam sedangkan Ariel kebalikannya. Ia ingat suatu kali kakaknya itu pernah meneriaki namanya dan mengucapkan kata semangat ketika dirinya berada di panggung untuk bermain piano.

Bad Boy In Love [COMPLETED]Where stories live. Discover now