CHAPTER 74

4.7K 223 26
                                    

Fall in love moment is unplanned, naturally happen and unconditional

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

Fall in love moment is unplanned, naturally happen and unconditional

▧▨▧▨▧▨

Susah payah Alvin mencari Windi setelah seluruh event yang diselenggarakan hari ini berakhir. Berulang kali laki-laki itu melakukan panggilan terhadap kekasihnya namun tak kunjung membuahkan hasil, Windi bagai hilang ditelan bumi. "Duh, kemana Windi?" tanyanya entah pada siapa.

"Vin, lo masih di sini?" Ray tiba-tiba saja datang dan mengejutkan Alvin.

"Eh, elo. Btw liat Windi nggak? Gue cari kemana-mana tapi nggak ketemu. Daritadi gue telpon nggak aktif mulu."

"Oh, Windi. Tadi sebelum mau pulang dia tanya ke gue, punya gitar akustik atau nggak soalnya dia mau minjem. Tapi kebetulan senarnya baru putus dua dan belom gue ganti. Jadinya nggak bisa gue kasih pinjem."

"Buat apa?" Alvin teringat akan sesuatu. "Gue punya koleksi gitar akustik, kenapa dia nggak minjem ke gue, ya?"

Ray mengedikkan bahunya. "Nah, kalo itu gue nggak tau. Coba lo samperin aja rumahnya sekarang, barangkali dia udah ada di sana, lo bisa tanya langsung ke orangnya."

"Hmm, ya udah. Thanks, Ray."

"Oke, kalo gitu gue balik duluan, Vin."

"Iya, hati-hati."

Salah satu teman Windi itu berlalu, meninggalkan Alvin yang masih berdiri bingung di tempatnya. Berulang kali ia mencoba melakukan panggilan melalui ponsel kepada gadis itu. Namun dua sampai tiga kali sudah panggilan yang ia lakukan tidak kunjung tersambung pada nomor tertuju.

Alvin menghela napas berat, hari ini Windi terlihat sangat berbeda.

**

Windi mengayuh pedal sepedanya begitu cepat di tengah padatnya jalan raya kemudian berbelok menuju sebuah gang kecil. Bahkan seragam sekolah Lavendius yang berlapis rompi rajut melekat di tubuhnya, menandakan bahwa gadis itu bahkan tidak sempat pulang ke rumah.

Gadis itu menyusuri gang lalu berbelok lagi. Sampai ia pun berhenti tepat di depan rumah berpagar hitam yang terletak di sisi kiri jalan.

Setelah memakirkan sepedanya Windi berjalan agak cepat menghampiri pagar besi bercat hitam itu dan mengetuk-ngetuknya dengan kunci sepeda berulang kali sehingga menimbulkan bunyi nyaring. "Alya! Alya!"

Seseorang kemudian keluar dari dalam rumah. Seorang gadis berseragam SMA dengan rambut hitam panjang terikat ponytail. "Windi?" tanpa ragu ia segera menggeser pintu pagar dan membiarkan tamunya masuk.

"Gitar abang lo masih awet nggak, Al?" tanya Windi tanpa sempat memberitahu maksud kedatangannya.

Alya mengrenyit bingung. "Buat apa, Win?"

"Mau minjem, boleh?" gadis itu menyatukan kedua telapak tangannya dan memohon.

Alya yang merupakan sahabat Windi di sekolah lamanya dulu lantas bingung dengan apa yang baru saja ia dengar. Selama setahun mengenyam pendidikan bersama di SMA Bakti Luhur ia tidak pernah melihat gadis itu memegang satu pun alat musik termasuk gitar.

Bad Boy In Love [COMPLETED]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora