CHAPTER 14

8.5K 436 16
                                    

Lelaki itu tiba di area belakang sekolah dengan napas yang terengah-engah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lelaki itu tiba di area belakang sekolah dengan napas yang terengah-engah. Pandangannya mulai beredar, mencari seseorang yang ingin ditemukannya detik itu juga. "Windi!!" seru Alvin.

Tidak ada sahutan yang terdengar selain dari suara angin sayup-sayup. Alvin menelan ludah, kembali mencari. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri bila ia gagal menemukan Windi. "Lo dimana, Win?" masih tak ada jawaban. Alvin mulai cemas.

Ia mencari lagi, sampai posisinya begitu dekat dengan pintu gudang. Tak sengaja pandangan matanya melesat ke arah kunci yang masih menancap di lubang pintu tersebut. Tanpa pikir panjang Alvin membukanya, mendapati teman masa kecilnya tergolek lemas di sana. "Astaga, Windi!" lelaki itu lantas mengangkat setengah dari tubuh Windi lalu menepuk-nepuk pipinya pelan. "Ini Alvin, lo denger gue? Gue udah di sini, Windi!"

Kelopak mata gadis itu terbuka sedikit, "Vin, makasih udah nyelamatin gue lagi.. " gumamnya pelan lalu tersenyum tipis. Setelah itu Windi benar-benar jatuh pingsan, bibirnya juga sudah terlihat sangat pucat.

Lelaki itu kini menjadi sedih sekaligus juga marah. "Ariel keparat!" tanpa berlama-lama di sana Alvin segera menggendong Windi menuju UKS. Sebuah tempat dimana ia bisa membaringkan tubuh gadis itu lebih baik.

Saat menuju perjalanan Alvin tidak sengaja berpapasan dengan salah satu teman tongkrongan Ariel yang juga merupakan pelaku penyekapan Windi di gudang. Lelaki itu terkejut kala melihat Alvin yang tahu-tahu sudah menggendong gadis itu. Sempat Alvin menatap tajam matanya. Seolah-olah ia sedang memberi isyarat lewat pandangannya untuk jangan memperlakukan Windi seperti itu lagi. Mungkin bila yang ditemuinya Ariel, bisa saja Alvin menghajarnya di tempat itu juga. Tanpa peduli bahwa lelaki tersebut bisa saja membalas perlakuannya dua kali lipat lebih parah.

Tak membuang-buang waktu mematung di tempat itu Alvin kembali melanjutkan perjalanannya. Sedang siswa berambut semi kecokelatan itu meraih ponsel di dalam saku celananya lalu mulai mengetik sebuah pesan singkat.

To : Aldi

Windi pingsan, bro. Dibawa sama Alvin anak 11 IPA 3

Sesampainya di UKS Alvin langsung membaringkan tubuh Windi di tempat tidur. Membiarkan petugas memeriksa keadaannya menggunakan stetoskop. Setelah itu petugas yang juga merupakan mantan anggota PMR itu mengambil alat tensi di atas nakas. Lalu memeriksa tekanan darah Windi.

Alvin masih berdiri di sana, menunggu sambil memandangi Windi yang tengah terbaring. Rasa belas kasihan muncul di dalam relung hatinya. Begitu banyak hal yang telah ia lalui dengan gadis itu. Dan setelah tiga tahun ia pergi, akhirnya takdir mempertemukan mereka kembali.

Lelaki itu berpikir bahwa Windi sama sekali tidak berubah. Wajahnya yang manis, ketegarannya, dan sifat lugunya masih melekat dalam diri gadis itu. Alvin benar-benar sungguh merindu, namun sesuatu merintangi mereka berdua. Entahlah, Alvin tidak tahu harus berbuat apa selain dari menepati janjinya untuk terus menjaga dan tak meninggalkan.

Bad Boy In Love [COMPLETED]Where stories live. Discover now