CHAPTER 85

4.7K 244 11
                                    

Malam sedikit mendung, Windi duduk di ranjangnya sambil bersandar, menatap cincin perak yang melingkar di jari manisnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Malam sedikit mendung, Windi duduk di ranjangnya sambil bersandar, menatap cincin perak yang melingkar di jari manisnya. Kini, ia tersenyum dan mencoba mengingat kejadian kemarin tepatnya saat senja hari. Ariel menginginkannya menjadi gadisnya di masa depan, hidup bersama dan ia berjanji akan menjadi pria yang baik baginya.

Aneh tapi memang nyata, sekarang Ariel yang justru memenuhi hati dan pikirannya. Tidak tahu sejak kapan tepatnya, tapi semenjak Windi mulai masuk dan mengenal Ariel jauh lebih dalam, ia mulai merasakan sesuatu yang tidak mampu disadarinya saat itu juga. Sesuatu itu yang kini bisa disebut sebagai cinta, terkadang mereka terlambat untuk menyadari sampai kesepian datang. Ya, Windi sadar bila ia membutuhkan Ariel lebih dari yang ia duga, gadis tersebut juga mencintainya sekarang.

"Windi... " Bunda membuka pintu kamar gadis itu sedikit.

Gadis itu lantas melesatkan pandangan ke arah bundanya yang berdiri di dekat pintu. "Oh, iya Bunda,"

Wanita paruh baya itu kemudian masuk dan duduk di dekat anak pertamanya. Ia tersenyum lalu membelai lembut kepala Windi, "anak Bunda sudah gede sekarang, udah tau pacaran sampai dikasih cincin segala,"

Windi mengerucutkan mulutnya selama sedetik dan membalas. "Bunda, kan pernah muda juga. Pasti lebih pengalaman,"

Lagi-lagi Bunda tersenyum. "Bunda nggak akan atur soal pilihan kamu, asalkan dia yang bersama kamu adalah dia yang bisa menjaga kamu, mencintai kamu dan membahagiakan  kamu."

"Menurut Bunda, Ariel gimana?" tanya Windi sambil membenahi posisi duduknya senyaman mungkin.

Bunda mencoba mengingat sosok Ariel saat pertama kali ia melihatnya secara langsung. Wajah laki-laki itu penuh dengan luka lebam namun ia tetap bisa tersenyum, menyapa seluruh anggota keluarga Windi dan bersedia diobati sebelum kembali pulang. Ya, Ariel sempat menceritakan apa yang telah terjadi saat itu, ketika Windi tidak pulang semalaman dan bagaimana ia bisa mendapatkan luka-luka tersebut di wajahnya. Jika laki-laki itu tidak mencintai Windi, ia tidak akan pernah mau merelakan tubuhnya merasakan sakit begitu dalam. Secara tidak langsung hal itu membuktikan bahwa Windi sangat berharga baginya dan ia tak ingin gadis tersebut terluka.

"Menurut Bunda Ariel itu... ganteng sekali, tinggi dan mirip sama aktor film laga," jawab Bunda setengah menggoda.

"Bukan itu Bunda, maksud Windi dia itu orangnya kayak gimana,"

"Oh, gitu. Dari yang Bunda liat sih dia orangnya baik dan cara dia tersenyum bener-bener tulus," ia manggut-manggut. "Selanjutnya kamu yang lebih tahu Ariel itu seperti apa,"

Gadis itu menghela napas. "Padahal Windi dulu benci banget sama dia dan seratus persen nggak suka. Dia itu angkuh, sombong, semaunya, sok keren, playboy dan nyebelin banget pokoknya. Nggak sampai hati kenapa Windi bisa ketemu sama tuh cowok,"

"Terus, kenapa kalian sekarang bisa jadi?"

"Ya, makin lama Windi makin kenal dia. Ternyata Ariel itu cowok terapuh yang pernah Windi kenal, dari kecil dia udah bertahan melawan rasa sakit karena perceraian orangtuanya. Dia hidup sama Anette tanpa kasih sayang, sampai pada akhirnya Ariel memilih untuk menjalani hari sambil menghindari apa yang namanya cinta biar nggak ngerasain sakit karena dikhianati lagi," sambungnya. "Anette pernah bilang kalo dia itu dulunya anak manja yang sering ngabisin waktu sama ibunya, tapi semenjak ibunya pergi Ariel berubah jadi kasar dan... ya gitu, Bun."

Bad Boy In Love [COMPLETED]Where stories live. Discover now