CHAPTER 32

6.8K 318 25
                                    

Lelaki itu membalikkan badan sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana saat semilir angin datang berhembus di tempat tersebut. Kedua matanya menatap tajam sesosok lelaki lain yang berdiri di hadapannya.

Perlahan tapi pasti ia melangkah maju hingga jarak tubuhnya dengan tubuh lelaki itu dekat. "Lo ngomong apa barusan? Bangsat?" decak Ariel lalu menyunggingkan senyumnya sedikit, kedengarannya begitu lucu di telinganya kala Alvin berkata demikian.

"Iya, kalo ada yang lebih buruk dari itu gue nggak akan segan buat pake kata itu untuk diperuntukkan bagi lo!"

Ariel menghela napas. Ia ingin sekali memukul wajah Alvin seperti yang sudah-sudah ia lakukan terhadapnya. Entah, tapi sekarang ia menahan keinginannya itu. Tidak ada gunanya melakukan hal yang malah akan membuat seseorang itu jadi bertambah benci terhadapnya. Walau ia tidak tahu apakah itu benar-benar bekerja atau tidak. Tapi setidaknya ia berusaha untuk meredam apa yang seharusnya memang ia redam.

"Oke, bebas! Bajingan? Bangsat? Bejat? Brengsek? Gue akan terima semuanya itu," kata Ariel. "Tapi setidaknya gue nggak munafik kayak lo!"

"Apa barusan lo bilang?" kemudian Alvin menarik kerah baju Ariel dan mendorongnya hingga punggung lelaki itu membentur tembok cukup keras.

"Emang gue lagi ngatai lo?" tanya Ariel mengangkat alisnya yang sebelah.

"Maksud lo apa bilang gue munafik?"

Ariel mendecakkan lidahnya, lalu menghempaskan cengkeraman Alvin di kerah baju seragamnya secara kasar. "Mawar itu siapa, Vin?"

Seketika itu juga Alvin mendadak bisu, kedua matanya menyipit kala mendengar nama Mawar disebut-sebut oleh Ariel. Ia bahkan tidak menyangka bahwa lelaki itu bisa tahu soal Mawar. "Lo--?" gumam Alvin pelan.

"Lo nggak usah tanya gue tahu cewek yang namanya Mawar itu darimana. Nggak ada untungnya juga buat lo. Juga buat gue," pungkas Ariel. "Tapi harus ada satu hal yang elo tahu! Lo nggak bisa melakukan hal ini ke Windi di saat dia mati-matian berusaha ngelindungin lo!"

Sejenak Alvin merenung. Ia belum bisa menangkap makna tersembunyi yang ada di balik kata-kata Ariel tadi. "Maksud lo apa ngomong gitu?"

"Lo mikir aja sendiri! Gue tahu lo nggak butuh penjelasan lebih detail dari gue!" lanjut Ariel. "Gue sadar kalo selama ini gue emang brengsek, Vin. Tapi setidaknya gue nggak kayak elo. Gue nggak suka sembunyi di belakang dan berpura-pura semua akan baik-baik saja. Yes! Gue playboy! Gue suka nyakitin hati banyak cewek dan gue sama sekali nggak peduli dengan itu! Tapi itu lebih baik terjadi daripada gue berusaha mempertahankan apa yang nggak mau gue pertahankan!"

"Jadi lo mau bilang gue lagi berusaha mempertahankan apa yang sebenarnya gue nggak mau pertahankan gitu?" Alvin menggeleng samar. "Lo salah besar! Lo itu nggak tau apa-apa!"

"Nggak tahu gimana? Lo itu jelas-jelas udah bagi waktu lo dengan dua cewek yang berbeda!"

"Mawar itu lagi sakit, Riel! Lo nggak tahu apa yang gue rasain sewaktu gue dihadapkan oleh keadaan yang membuat gue jadi nggak punya banyak pilihan!"

Ariel terhenyak, ia memilih membiarkan Alvin lebih banyak berbicara sekarang. "Dari kecil Mawar udah sakit-sakitan. Dia nggak punya teman, bahkan ibunya udah lama meninggal!"

Entah, tapi dada Ariel mendadak terasa sesak kala ia mendengar kata ibu. Ia jadi teringat akan Agnes. Perempuan yang dahulu paling banyak menghabiskan waktu dengannya. "Yang dia punya sekarang cuma gue sama bokapnya. Kalo gue memutuskan untuk pergi dan mementingkan ego gue, apa bedanya gue sama penjahat kalo gitu?! Lo tahu rasanya ada di posisi gue selama ini?"

Bad Boy In Love [COMPLETED]Where stories live. Discover now