CHAPTER 8

9.4K 470 36
                                    

Kediaman Limantara

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

Kediaman Limantara

"Ada apa?" tanya Ariel yang baru saja digiring masuk oleh salah satu asisten rumah tangga atas suruhan saudara kembarnya.

Di meja panjang itu sudah menanti empat tangkup roti panggang selai strawberi dan dua gelas susu hangat. Anette sengaja bangun pagi untuk menyiapkan dua sarapan tersebut baginya dan Ariel.

"Gue udah bangun pagi-pagi cuma buat nyiapin sarapan untuk kita berdua," kata Anette yang tengah duduk di ujung meja sebelah utara. "Gue pingin lo bisa ngehargain itu dengan duduk di ujung meja sana."

Ariel kemudian duduk di kursi yang berada di sebelah selatan. Asisten rumah tangga yang berada di sebelahnya meletakkan sehelai kain serbet putih di paha lelaki tersebut agar remah-remah roti tidak jatuh mengotori seragamnya.

Mereka berdua menyantap sarapan di meja yang sama. Anette merasa cukup senang karena pagi ini Ariel bisa menuruti kemauannya.

"Lo semalam kemana?" tanya Ariel yang tengah menggunakan pisaunya untuk mengiris roti.

"Gue ke rumah Windi," jawab Anette ringan.

Ariel seketika itu juga menghentikan aktivitas makannya. "Ngapain lo ke sana?"

"Gue ke sana cuma untuk minta maaf. Gue nggak enak ke dia, lo tahu sendiri kemarin Windi sampai nangis-nangis berusaha mungut bukunya yang udah berserakan."

Ariel meletakkan kedua alat makannya di atas meja dengan cara membanting, entah tapi dia merasa geram atas apa yang baru saja didengarnya. "Jadi lo sengaja jatuhin harga diri lo karena nggak enak sama cewek kampung itu atas apa yang udah gue lakuin ke dia? Iya?" tanyanya dengan nada yang mulai meninggi.

"Gue nggak ngerasa harga diri gue udah jatuh lantaran cuma ngucapin kata maaf ke orang. Lo salah besar kalo lo ngira dengan cara minta maaf seseorang sedang memasrahkan harga dirinya," cecar Anette dengan ekspresinya yang datar. Sepasang kembar ini memang bertolak belakang walaupun masih satu darah.

"Dia itu ngelunjak! Jadi nggak salah gue kasih dia pelajaran."

"Lo nggak sedang kasih pelajaran sesungguhnya, Riel. Apa lo nggak sadar kalo selama ini lo selalu bersikap menghakimi terhadap orang-orang yang menurut lo pantas menerima itu?"

Rahang Ariel mengeras, ia tidak tahan untuk berlama-lama duduk di tempat itu. Dengan kasar ia melemparkan serbetnya kemudian beranjak dari kursi."Otak lo udah dicuci sama cewek kampung itu!" salaknya penuh emosi sebelum benar-benar meninggalkan tempat tersebut.

Anette menghela napas, ia mencoba untuk membuat dirinya tetap tegar ketika terpental saat mencoba menggempur dinding yang membatasinya dengan sosok Ariel yang dulu. Ia masih ingat kata-kata Windi semalam, begitu juga nasihat-nasihat yang sempat mendiang opanya berikan dulu.

"Non, ada telepon dari Nyonya Agnes," kata asisten rumah tangga yang berada di sebelahnya lalu memberikannya telepon itu pada Anette.

"Halo, Ma."

Bad Boy In Love [COMPLETED]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu