141.

603 98 52
                                    

Yuna meletakkan satu gelas jus jeruk di atas meja. Menatap Hueningkai yang duduk di sofa terfokus pada televisi yang menyala. Lelaki agustus itu menepuk tempat di sampingnya. Menyuruh Yuna untuk duduk disana.

"Hayi belum pulang dek?"

Yuna menggeleng.

Hueningkai menghela napas, anak tengah dari dua saudara perempuan itu menatap pintu utama rumah ini. Gemerisik suara hujan terdengar menyeramkan, ditambah dengan angin kencang yang mengayunkan ranting ranting pohon di luar. Halaman di luar sana terlihat basah, menguarkan bau khas hujan yang menangkan sekaligus membuat resah.

"Tadi keluar sama siapa sih?"

"Sama Haruto. Katanya beli kemeja buat persiapan stase baru," Yuna mengangkat kakinya, dia tekuk di depan dada. "Udah ditelfon?"

Hueningkai menggeleng. "Nomornya gak aktif. Kayaknya low bat. Soalnya pagi tadi waktu aku minjem buat nelfon Bang Soobin baterainya tinggal 25 persenan."

Yuna menggigit bibirnya, ikut khawatir. Mana belakangan ini Hayi memang sedang kurang fit. Mengingat jadwal koassnya yang super sibuk dan jam tidurnya yang kurang teratur. "Hujannya deres banget. Nanti kalo malah hujan hujanan gimana?"

Hueningkai menghela napas. "Udahlah ditunggu dulu."

Yuna mengangguk kecil. Menyandarkan kepalanya di pundak Hueningkai. Mengusak dengan lembut disana sebelum melingkarkan lengannya di pinggang suami.

Ah rasanya masih seperti mimpi jika menyebutnya seperti ini. Dia terkekeh kecil. Sampai sampai Hueningkai heran kenapa Yuna tertawa sendiri.

"Apa sih? Kok tiba tiba ketawa?"

"Itu filmnya lucu kakk.."

Hueningkai meringis. Merinding sendiri tau kalau Yuna menyebut filmnya lucu. "Ini film horor loh. Mana ada lucunya."

"Yaudah, ini yang lucu," Yuna menegakkan badannya, mengusakkan pipinya di pipi Hueningkai dengan gemas.

Hueningkai terkekeh, ganti memberikan satu kecupan singkat di pipi si perempuan. "Mama sama papa katanya pulang kapan?"

Yuna menggeleng. "Gak tau.. Katanya sih bakalan lama disana. Sekalian main ke rumah Kak Lea. Kangen dah tuh sama Ela, mana lagi lucu lucunya gitu."

Hueningkai mengangguk. "Kak Lea juga lama banget gak nginep kesini. Soalnya Kak Noa juga sibuk banget."

Tak beberapa lama sampai deru mesin motor terdengar dari depan rumah. Yuna berdiri lebih dulu dan berlari keluar dari rumah menuju teras, disusul Hueningkai di belakangnya.

"Astaga, dek," Hueningkai segera menarik Hayi yang baru turun dari motor, naik ke atas teras. Gadis cantik berambut blonde itu basah kuyup, bibirnya membiru sampai menggigil.

"Maaf bang, kita kehujanan tadi," Haruto berbicara di sebelah motornya. Belum berani naik.

Yuna mengayunkan tangannya, menyuruhnya mendekat, menunjukkan tanda tidak apa apa kalau laki laki itu ikut naik ke teras.

"Gue juga punya mata. Gue lihat kalo kalian kehujanan."

Haruto meneguk ludahnya susah payah.

"Kenapa tadi gak neduh dulu? Kenapa nekat nerobos hujan?"

Haruto hendak menjawab, tapi disela oleh suara bersin yang berasal dari si bungsu Huening.

"Hachu!"

Yuna cemberut. "Ih kan, nanti flu lagi gimana?"

Hueningkai menghela napas. "Kalo Hayi sakit gimana?" tatapan tajamnya mengarah pada Haruto yang senantiasa diam. Tidak tahu harus menjawab seperti apa lagi.

Tetangga [TXT X ITZY]Where stories live. Discover now