70.

943 148 28
                                    

Lia terdiam sebentar ketika baru melangkah masuk ke dalam rumah. Dua langkah dari pintu, dia berhenti melangkah. Kemudian kembali berbalik badan. Menemukan Soobin yang baru saja melepaskan helmnya. Lia kembali berjalan ke arah Soobin.

Soobin yang baru saja akan menyusul, terkaget kaget melihat mahluk yang sedikit pendek dengan kelamin perempuan ini tiba tiba menarik lengan kemejanya.

"Eh kenapa?"

Lia cemberut. "Nunduk!"

Soobin menurut. Sedikit merunduk. Menyamakan tingginya dengan Lia. Menilik ekspresinya Lia yang malah semakin tidak enak dilihat. "Kenapa Li?"

Lia menggeleng. Kemudian menyuruh Soobin menegakkan tubuhnya lagi. "Gak jadi."

Soobin menggaruk belakang kepalanya. Lia kenapa sih? Sampai mereka masuk ke rumahnya Chaeyoung, Lia segera menaruh tasnya di sofa ruang duduk. Kemudian beranjak ke dapur.

"SOOBIN MAU TEH?"

Soobin yang mau ke kamar, berhenti mendadak di pertengahan tangga. "Mau kopi aja Li."

"Teh berarti."

Soobin menghela napasnya. Melanjutkan perjalanannya ke kamar. Kalau tau begitu, kenapa tadi Lia harus bertanya sih? Ujung ujungnya Lia sendiri yang memilihkan. Repot memang.

Soobin kembali ke ruang duduk. Melihat Lia yang sudah ada dengan dua cangkir teh rosella. "Li?"

Soobin melirik sebentar ke arah textbook yang dipegang Lia. Helaan napasnya keluar. "Tadi dosennya galak ya?"

Lia menatapnya sebentar. Kemudian menggeleng. "Engga, Pak Shindong baik kok."

Soobin menggelengkan kepalanya pelan. Kalau keras keras, takut sakit kepala. Kemudian meletakkan dua batang coklat kemasan di atas meja. "Terus kenapa kelihatannya bete gitu? Habis second meet sama kadaver?"

Diingatkan kadaver. Lia langsung merengut. Tangannya bergerak gesit menutup text booknya. Kemudian memeluk bantal sofa erat erat. "Kenapa diingetin lagi sih? Kan udah agak lupa."

Soobin teringat first meet Lia dengan kadaver. Berakhir tengah malam Lia menelfon Yeji dan Soobin untuk menemaninya bercerita. Menceritakan kalau kadaver itu mengerikan. Tekstur otaknya, melihat matanya yang melotot, kulitnya yang dingin, dan hawa hawa dingin mencekam di ruangan anatomi. Katanya Lia sih, kalau Soobin yang datang ke ruang anatomi waktu itu, dijamin Soobin tidak pernah mau pergi keluar kamar sendirian.

Soobin terkekeh. Kemudian membuka bungkus roti kacangnya. "Terus kenapa sih?"

Lia menggeleng. "Aku gak papa."

"Tapi dari tadi kelihatan bete."

Lia meliriknya sebentar. Kemudian mengatupkan bibirnya. "Bin?"

Soobin menaikkan dagunya. "Kenapa?"

"Tadi aku ketemu Aisha di ruang dosen."

Soobin mulai mendengarkan. Menyingkirkan laptopnya sebentar guna menompang dagu menatap Lia. "Iya kenapa Aisha?"

Lia terlihat menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. Kemudian berkedip kedip. Ikut memerhatikan Soobin. Pipinya memerah ketika sadar diperhatikan segitunya oleh Soobin. "G-gimana ya caranya tinggi kayak Aisha?"

Soobin diam sebentar. Mencerna segela ucapannya Lia barusan. Ya memang sih Aisha tinggi. Tapi- tumben sekali Lia menanyakan tentang tinggi. "Eum- gak tau juga Li."

Lia cemberut. "Terus kamu? Kok bisa tinggi banget? Padahal kamu jarang olah raga. Seringnya tidur."

Soobin mengerutkan dahinya, sedikit sakit hati atas pernyataannya Lia, yang padahal fakta. "Kalo aku- ya aku suka minum susu, tidur mungkin juga bisa bikin tinggi, mungkin karena genetik juga. Papi tinggi, mami juga lumayan. Jadi ya aku sama Yuna ya tinggi."

Tetangga [TXT X ITZY]Where stories live. Discover now