127.

904 137 56
                                    

Yuna memasang baterai baru pada remote televisi. Menyerahkannya pada papi yang duduk bersandar di sofa. "Nih."

Yuna hendak beranjak ke kamar. Tapi dihentikan oleh papi. "Sini nemenin papi nonton TV."

Yuna berbalik badan, dengan ragu duduk di sebelah papinya. "Tumben minta ditemenin Yuna. Mami kemana emangnya?"

Papi menunjuk dapur dengan dagunya. "Tadi katanya mau bikin kue."

Yuna mengangguk paham. Mulai bersandar di lengan papinya, memerhatikan televisi yang menayangkan salah satu pertandingan boxing.

"Gimana kuliahnya?"

Yuna bergumam sebentar. Tangannya mulai merangkul lengan papi. "Gak gimana gimana, seru aja."

Papi terkekeh. "Temen akrab? Udah ada?"

Yuna diam sebentar. "Hueningkai."

Papi geleng geleng kepala. "Jangan sama Hueningkai mulu, nanti circle pertemanan kamu tetep sempit. Gimana mau dapet banyak kenalan?"

Yuna mengangguk paham. "Tapi males mau cari temen."

Perempuan itu dengan antusias menoleh ke arah pintu ketika seseorang yang sempat di sebutkan sudah berjalan dengan riang melewati pintu utama rumah ini.

"Dari mana?"

Hueningkai menunjukkan beberapa kantung kresek di tangannya. "Belanja sedikit," mengusap kepalanya Yuna, kemudian meletakkan ponselnya di atas meja. "Mami mana?"

Papi dan Yuna kompak menunjuk dapur.

Laki laki agustus itu berlari antusias ke dapur sambil memekik kecil. "Mami!!! Mamii!!" bagaikan anak kecil yang baru menemukan permen secara cuma cuma.

Papi menggeleng gelengkan kepalanya. "Kenapa sih?"

Yuna mengendikkan bahu. "Gak tau. Aneh emang."

Papi terkekeh. "Aneh tapi kamu suka kan?"

Yuna menggerutu kecil mendapati terselipnya godaan dari perkataan papi. "Modelan kayak Hueningkai siapa yang gak suka sih pi?"

Papi tertawa kecil, mengusap rambut putrinya dengan sayang. "Emang apa yang kamu suka dari dia? Padahal dari kecil udah main bareng. Apa gak bosen?"

Yuna menggeleng. Senyumnya mengembang. Tubuhnya merapat ke arah papinya dengan jarinya yang tertaut di depan dada, menahan buncahan bahagia ketika dia menceritakan tentang si lelaki pengambil hatinya. "Kai itu lucu. Dia anak kuat, jarang ngeluh. Yuna kalo di deket dia selalu kecipratan energi positifnya. Kalo katanya Kak Yeji. Kita berdua bakal jadi duo yang paling ceria."

Papi melihat senyuman putrinya semakin lebar. Tanpa malu menceritakan si pujaan hati pada ayahnya sendiri. "Kayak papi?"

Yuna berpikir sebentar. Mengingat beberapa teman papinya bilang kalau si pria bertelinga caplang ini happy virus. Terkekeh kecil, kemudian mengangguk. "Kalau yang kayak papi lebih ke Bang Beomgyu sih pi. Kai lebih ke orang baik, like an angel? Kalo papi mah tengil."

Papi tertawa keras, membuat Yuna menutup sebelah telinganya. "Terus terus, Kai gimana lagi?"

Yuna kembali berbinar. "Kai itu perhatian, manis, kadang bisa jadi cowok paling romantis. Yuna kayak nemuin segalanya di Kai. Dia baik, ganteng, manis, lucu, mentalnya kuat, perhatian, tingkat kepeduliannya tinggi, yang Yuna tau, Yuna cuman pengen jadi Kai's future wife."

Papi terdiam, tersenyum simpul menatap lurus ke arah televisi. Berpikir kembali, bungsunya juga sudah mulai beranjak dewasa ya rupanya?

Yuna mendongak ke arah papinya. "Boleh?"

Tetangga [TXT X ITZY]Where stories live. Discover now