135.

687 101 43
                                    

Yuna hanya tau Hueningkai marah ketika laki laki itu langsung mencengkeram pergelangan tangannya dan menariknya menjauh dari perpustakaan. Tubuhnya secera refleks ikut tertarik dengan lelaki itu sampai di depan motor yang berada di parkiran.

"K-kai?"

Hueningkai menatapnya. Terlihat jelas wajahnya memerah tanda marah dengan matanya terlihat berlipat kali lebih tajam. "Jawab, Yuna. Kenapa lo bisa ketemu sama orang itu? Disini, malem malem kayak gini?"

Yuna menelan ludahnya susah payah. Kepalanya mendadak tertunduk dengan tangan yang masih meronta dilepaskan dari cengkeraman si lelaki agustus. "Kebetulan aja kok."

Hueningkai menyentak tangannya. Membuat Yuna sedikit lebih dekat. "Belum ada 5 menitan lalu gue chat lo, lo bilang lagi di toko buku sama Nancy. Tapi apa? Gue lihat lo diperpustakaan-"

Yuna menggigit bibir dalamnya dengan takut.

"Sama Junho."

Gadis itu memejamkan matanya ketika mendengar geraman dari yang lebih tua. "Kenapa bohong? Gue khawatir dari tadi pagi lo sibuk, gue takut lo kecapekan, gue takut lo sakit, gue takut lo gak punya temen di luar sana, gue takut lo sendirian, tapi ternyata kayak gini ya? Gue sabar nungguin kabar lo seharian dan baru lo jawab barusan tadi. Dan jawabannya bener bener mengecewakan. Lo bohong. Bukan toko buku, dan bukan Nancy."

Yuna tidak berani menjawab. Masih menunduk dengan tangan yang sudah berhenti meronta. Mencoba tidak peduli pada tangannya sendiri bahkan jika itu akan menjadi memar sekalipun.

"Yuna."

Dengan segera mendongak. Membalas tatapan yang tertuju padanya. "Gue- gue takut lo marah."

"Terus lo pikir, setelah gue tau lo bohong. Gue gak bakalan marah?"

"Lo bukan siapa siapa gue. Jangan sampai begini, Kai," di luar dugaan Yuna berani mengatakannya.

Hueningkai melemas. Matanya meredup, bibirnya menyunggingkan senyuman putus asa yang terlihat jelas. "Kita bukan siapa siapa ya? Yuna, lo bilang gue bukan siapa siapa?" Ganti mencengkeram bahu perempuan di depannya.

Yuna terdiam, sudah terlanjur salah memilih kata. Tak bisa dielak dia juga terkejut dengan ucapannya sendiri.

"Gue yang nungguin lo selama ini gak ada artinya buat lo ya? Gue yang perjuangin lo sampai sekarang masih belum bisa disebut siapa siapa? Lo emang bukan punya gue. Kita cuman sebatas teman yang kebetulan emang ada perasaan special aja kan? Tapi, apa selama ini emang lo cuman anggap gue sebagai teman yang kebetulan dekat? ... Kayaknya emang gitu ya? Terus buat apa takut kalo gue marah? Sedangkan gue bukan siapa siapa lo."

Yuna menggeleng. Menarik tangan Hueningkai dari bahunya. Menggenggamnya erat. "Bukan gitu."

"Yaudah berhenti, sampai disini aja."

"Kai!"

"Apa?"

"Ja-jangan gitu."

Yang laki laki terkekeh. "Gue emang bukan siapa siapa kan?" menyerahkan helm pada Yuna. Dan untuk dia pakai sendiri.

Yuna segera memakainya. "Kai, bukan gitu maksud gue."

"Iya gue tau, gue gak cukup berharga buat dipertahanin. Gak usah nyesel."

Yuna nyaris menangis. Apalagi gurat kecewa itu terlihat jelas di balik kaca helm. "Kai, gue gak mau-"

"Naik atau gue tinggal disini."

Yuna segera naik ke atas motor. Menggenggam dua sisian jaket yang dipakai Hueningkai. Jujur saja, dia sangat takut.

Mesin motor mulai menyala. Berjalan menyusuri jalanan yang tidak terlalu ramai dengan kendali penuh dari Hueningkai. Lelaki yang sedang berusaha meredam amarahnya sendiri. Yang secara tidak sadar dia lampiaskan pada caranya menyetir.

Tetangga [TXT X ITZY]Where stories live. Discover now