Vol 3 halaman 35

12.9K 262 17
                                    

Yuri melihat banyak balon gas berwarna pink memenuhi tempatnya berdiri.

Setiap disentuh olehnya satu persatu balon itu mulai menghilang. Yuri jadi heran melihatnya. Saat semua balon-balon itu sudah hilang, Yuri melihat lorong berdinding putih dihadapannya. Ia merasa mengenali tempat ini tetapi sedikit pun ia tidak dapat mengingatnya.

Samar-samar Yuri mendengar suara orang-orang meraung kesakitan dari balik dinding. Dengan perasaan sangat penasaran ia mulai menelusuri lorong itu kemudian membuka satu-satunya pintu yang ia temukan.

Mata Yuri membelalak lebar karena melihat seorang pria paruh baya dengan sebelah tangan dan kaki terpisah tampak tergeletak diatas ranjang. Darah yang mengucur dari kepalanya turun perlahan menodai wajahnya yang penuh dengan luka-luka.

Yuri menjerit sejadi-jadinya. Ia berlari tanpa arah sambil menangis.

Yuri terus berlari sampai keluar dari tempat menakutkan itu. Namun baru saja ia dapat bernapas lega, tiba-tiba tanpa bisa mengelak dan melawan, sebuah gedung bercat putih yang berdiri tidak jauh darinya menyedotnya masuk kedalam.

Seketika ia merasa tubuhnya terlempar kesebuah sudut ruangan yang semua temboknya bercat putih.

Tidak ada siapapun disana, bahkan pintu atau jendelanya pun tidak ada. Bau khas pembersih lantai rumah sakit dan obat-obatan yang tercium oleh hidungnya membuat seluruh tenaganya perlahan menghilang.

Yuri merasa ketakutan dan lemah sedang tembok-tembok disekitarnya terdengar berisik menertawakannya.

Bayangan pria paruh baya yang tadi dilihatnya tiba-tiba berkelebat, membuat kedua lututnya melemas.

Bau anyir mulai membuatnya mual.

Entah dari mana sumbernya, tetesan-tetesan darah merah kental mulai menodai lantai tempatnya berpijak.

Semakin lama noda-noda darah itu semakin besar dan banyak.

Bau anyir yang sangat menyengat bercampur dengan bau obat-obatan membuat napas Yuri jadi terasa sesak sekarang.

Paru-parunya mulai tersiksa.

Yuri mencoba melangkahkan kakinya yang lemas untuk pergi dari situ tetapi tidak bisa. Sementara itu darah-darah kental terlihat mulai berbaur satu sama lain. Membentuk riak-riak seperti air yang semakin menenggelamkan kakinya.

Yuri menjerit tetapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Ia jadi ingin menangis tetapi tidak bisa. Suaranya seakan lenyap entah kemana.

Dalam sekejap darah merah nan kental itu naik menutupi lehernya.

Seluruh kulitnya terasa dingin.

Ia juga merasa kesulitan untuk bernapas.

Kedua tangannya yang bebas berusaha menggapai-gapai sekitarnya.

Namun yang terjadi malah darah-darah itu memercik, mengotori wajah dan rambut panjangnya.

Yuri menjerit sejadi-jadinya tanpa suara.

Ia ingin keluar dari kubangan darah yang mulai naik sampai kedagunya itu.

Ia terus berontak, bergerak dengan segala tenaganya untuk mencoba berenang dalam air merah kental dan berbau anyir yang seakan siap menenggelamkannya itu. Tetapi tetap saja tidak bisa.

Kakinya terasa dibebani sesuatu sehingga sulit untuk digerakan.

Yuri semakin panik kala menyadari darah-darah itu semakin cepat memenuhi ruangan tempatnya berada.

Dalam ketakutan dan ketidak berdayaannya Yuri masih tetap berusaha bergerak untuk membuat dirinya tetap mengambang.

Sampai suatu titik dimana Yuri merasa sudah tidak sanggup lagi menyelematkan diri dari darah-darah itu, sepasang tangan terasa mengangkat tubuhnya perlahan.

Early weddingWhere stories live. Discover now