Vol 3 halaman 34

11K 224 10
                                    

Kenzie menelusuri lorong rumah sakit sambil berlari dengan tergesa-gesa.

Tadi sewaktu di kantor polisi Toru menelepon padanya. Ia mengatakan saat ini Ryu sangat membutuhkan darahnya.

Golongan darah Ryu A rhesus negatif. Golongan darah ini termasuk langka di kota Shinjuku. Untung saja Kenzie memiliki golongan darah yang sama dengan Ryu.

"Kenzie, kenapa baru sampai? Lama sekali," tanya Yoshi seraya menutup pintu ruangan.

"Mobil taksi baruku mogok," katanya sambil membuka jaket biru tebal dan syal yang dipakainya.

"Apa masalahnya sudah beres?" Yoshi bertanya lagi.

"Sudah, untung saja pengacaraku cepat-cepat datang. Aku sudah memberikan ganti rugi pada supir taksi itu."

"O ya, bagaimana keadaan Ryu?"

"Lumayan parah. Tulang rusuk kiri dan kedua lengannya retak, tulang bahu kirinya agak bergeser dari tempatnya. Saat ini ia masih kritis. Apa kau sudah melihat kondisi mobilmu?"

Kenzie mengangguk lemas, "entah perkelahian seperti apa yang sudah terjadi diantara Ryu dengan mereka. Mobilku benar-benar hancur. Ah, terlalu ngeri untuk membayangkannya." Tangan kanannya sibuk menggulung lengan bajunya sampai kesikut, "Yoshi, apa kau tahu, berapa banyak orang yang mengeroyok Ryu itu?"

"Belum jelas, informasi sementara antara dua puluh lima sampai tiga puluh orang."

"Apa?!" pekik Kenzie kaget. "Gila, kenapa banyak sekali?"

"Menurut informasi dari para pengeroyok yang tertangkap. Awalnya yang menyerang Ryu hanya sekitar dua puluh orang, namun mereka mencari bantuan lagi karena tidak kunjung dapat melumpuhkan Ryu."

"Brengsek, wanita itu benar-benar berniat menghabisiku rupanya," geram Kenzie marah.

"tenang Kenzie, wanita itu sudah tertangkap. Aku yakin dia tidak akan bisa lolos dari hukuman."

"Huh ... Syukurlah," Kenzie menghela napas lega.

"Ah ... Ryu ... Seharusnya aku tidak membiarkan dia meminjam mobilku tadi. Mereka mengincar aku, seharusnya aku yang menghadapi mereka," katanya dengan penuh penyesalan.

Yoshi menepuk-nepuk pundak sahabatnya, "Kenzie semua sudah terjadi. Kau jangan menyalahkan dirimu sendiri. Kita berdo'a saja semoga Ryu bisa segera sadar dan cepat pulih dari cederanya."

"ya, tapi tetap saja Yoshi. Aku ...."

"stt ... Sudah-sudah, jangan dibahas lagi," Yoshi segera menyela. "Sekarang cepatlah kau berbaring disini. Ryu sangat membutuhkan darahmu sekarang," katanya lagi sambil mendorong bahu Kenzie pelan kearah tempat tidur.

Dengan wajah murung Kenzie segera membaringkan diri. Hatinya masih gelisah, dan merasa bersalah pada Ryu. Kalau saja tadi ia tidak meminjamkan mobilnya mungkin Ryu tidak akan jadi seperti ini. Wanita bernama Sachiko itu benar-benar tega, pikirnya.

"Aww ...." tiba-tiba Yoshi berseru tertahan, "Toru ...!" Teriaknya kesal seraya memegangi kepalanya yang terkena lemparan kotak tissu bekas.

"Toru, apa yang kau lakukan?" tanya Kenzie heran melihat Toru keluar dari toilet sambil membawa banyak kotak bekas tissu basah.

"Membersihkan bibirku," jawabnya ketus. Ia menyerahkan kotak-kotak bekas tissu yang sudah kosong itu pada Yoshi. "Tolong bawakan aku tissu lebih banyak lagi. Aku merasa bibirku belum bersih."

"Apa?! Lagi? Kau sudah menggunakan tissu sebanyak ini untuk mengelap bibirmu, kenapa masih bilang belum bersih hah?!"

"hmm ... Pokoknya bawakan aku tissu basah lebih banyak lagi Yoshi. Ah ...." Toru menggosok-gosok bibirnya kesal. "Sial, ini semua gara-gara idemu, cepat sana carikan tissu untukku ...!"

"Hei, siapa yang tahu dia akan menciummu begitu," Yoshi tertawa dengan wajah tanpa dosa.

Toru tidak menghiraukannya. Kini ia menggosok-gosok bibirnya dengan menggunakan ujung bajunya.

"ya ampun Toru, seperti baru pertama kali saja. Anggap saja itu bonus untukmu."

"Kau ... Cuih, bonus kepalamu?" Toru melotot mendengarnya. Ia meraih bantal yang ada diatas tempat tidur kemudian hendak melemparnya kearah Yoshi. Namun sahabatnya itu sudah keburu berlari keluar ruangan sambil tertawa.

"Huh ..."Toru mendengus kesal melihatnya.

"Hei-hei, kalian ini bicara apa?" tanya Kenzie tidak mengerti. "apanya yang tidak bersih Toru, aku lihat bibirmu baik-baik saja."

"Baik apanya?! Wanita kurang waras itu mengotori bibirku!"

Kenzie menautkan alisnya tanda semakin tidak mengerti. "Wanita kurang waras?! Apa yang kau maksud itu Sachiko? Bagaimana bisa?" tanya Kenzie penasaran.

"Aku akan menjelaskannya nanti," kata Toru cepat. Perlahan ia menghela napas.

Setelah merasa hatinya cukup tenang. Ia mulai mengambil alat pengukur tekanan darah untuk memeriksa tekanan darah Kenzie.

"Ryu memerlukan berapa banyak?"

"Sekitar dua labu, kau tidak keberatan kan?"

"Tentu saja tidak, ambil saja sebanyak yang Ryu butuhkan," Kenzie menutup matanya saat Toru hendak menancapkan jarum di lengannya. "O ya, kemana Kobe? Dari tadi aku tidak melihatnya."

"Dia sedang menunggu Yuri sadar. Gadis itu tadi pingsan," jawab Toru sambil tetap berkonsentrasi menempelkan plester pada lengan Kenzie.

"pingsan?! Apa yang terjadi pada Yuri? Apa Sachiko melukainya?"

Toru menggelengkan kepalanya, "hampir Kenzie. Hampir saja," ia kembali menghela napas kemudian mulai menceritakan semuanya pada Kenzie.

***

"Iya bi, Ryu dan kakak ipar masih belum sadar," Kobe berjalan mondar-mandir di luar pintu perawatan.

"Kata dokter kakak ipar hanya kelelahan dan agak tertekan mentalnya," Kini Kobe meremas rambutnya. "ini semua salahku bi, aku terlalu memaksanya untuk masuk kemari."

Kobe menghela napas berat. "Ini fakta bi, aku bukannya menyalahkan diri sendiri."

"Belum, iya nanti aku akan makan, bibi jangan khawatir. bibi, jangan menangis terus. Tidak, aku hanya jadi sangat sedih mendengarnya." Kobe menggaruk-garuk kepalanya. "Baiklah, sampai bertemu nanti."

'Klik'

Kobe menutup sambungan ponselnya kemudian kembali masuk ke ruang perawatan.

Hari sudah semakin malam, cuaca di sekitarnya semakin dingin. sudah dua jam Yuri pingsan. Wajahnya juga tampak pucat.

Kobe membenarkan letak gendongan tangan kanannya sebelum kembali duduk disamping tempat tidur Yuri. Tangan kanannya terkilir ketika melompat dari taksi sore tadi.

"Kakak ipar, maafkan aku," katanya penuh sesal.

Ia merasa bersalah karena telah marah, membentak, dan memaksa kakak iparnya agar mau masuk kerumah sakit ini.

Tadi dokter bilang kepadanya, Yuri sangat kelelahan karena memaksakan diri melawan rasa takutnya. Sehingga jantungnya jadi melemah dan ketahanan tubuhnya menurun drastis.

Kobe semakin gelisah saat mengetahui dokter yang memeriksanya tidak dapat memastikan phobia Yuri bisa sembuh atau malah akan semakin parah karena segala tekanan yang dialaminya ini.

Early weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang