Chapter 1z

14.4K 228 7
                                    

--->

Yuri terus berlari menyelusuri gedung-gedung yang mulai sepi. Beberapa kali ia menyenggol orang-orang yang di laluinya.

Yuri berlari sambil terus memaki di hati, apa yang baru saja di lihatnya membuat airmatanya tidak mau berhenti.

Setelah memasuki bangunan jalan masuk, Yuri berbelok ke kanan kemudian merapatkan dirinya di dinding. Sekuat tenaga ia menahan isak tangisnya agar tidak terdengar oleh sekitarnya. Walau bagaimanapun pria berlari lebih cepat dari wanita sehingga Yuri mencoba bersembunyi supaya tidak terkejar oleh mereka berdua.

Tidak lama kemudian Kobe muncul dan berdiri tidak jauh dari sana, napasnya putus-putus dan wajahnya merah. Yuri menahan napas karena kaget. Tubuh mungilnya semakin bersembunyi merapat di dinding.

"Dimana dia?" tanya Ryu yang baru sampai sambil mengatur napasnya.

"Entahlah, suami macam apa kau ini? Kenapa kau membuatnya menangis?" geram Kobe.

"Aku? Kenapa kau menyalahkan aku? Sekarang jelaskan kenapa kau mengajaknya kemari?"

"Aku hanya ingin dia lebih mengenalmu. Apa aku salah? Heh, seharusnya kau berterimakasih padaku. Kau tidak memahaminya."

"Apa?"

"Sudahlah, kemana perginya dia? Hari semakin sore" Kobe melihat jam tangannya dengan gelisah waktu sudah menunjukan pukul 5 sore.

Ryu berpikir keras, dari sudut pandang mana sepupunya ini memandang dirinya tidak memahami istrinya.

"Kau, tidak bicara macam-macam padanya?" tanya Ryu menyelidik.

"Apa? Kau curiga padaku?"

"Tidak, aku hanya ingin memastikan saja. Akhir-akhir ini sikapnya agak berubah padaku" kata Ryu murung.

"Ya ampun, kau benar-benar tidak peka. Kenapa tidak kau selidiki hah?! Sejak kapan dia mulai berubah?" tanya Kobe gemas.

Ryu mulai berpikir kembali kemudian berkata, "sejak hari pertama kau masuk sekolah? ah tidak, sejak aku melatih karate di sekolahnya? Ah... jangan-jangan kau?"

Ryu memandang tajam kearah Kobe yang terlihat bingung mendengar apa yang dikatakannya.

"Jangan-jangan apa?!" sewot Kobe.

"Kobe, kau tidak menceritakan tentang kejadian pagi itu bukan? Hari dimana kau mulai masuk sekolah, Saat hpnya tertinggal dirumah, kau tiba-tiba masuk ke kamar tidurku dan melihatku.."

"Mengacak-acak keranjang cucian kakak ipar kemudian kau memegang dan memandangi pakaian dalamnya yang berwarna pink itu dengan wajah aneh? Oh terimakasih, aku bukan anak kecil Ryu, jadi untuk apa aku mengatakan hal itu pada kakak ipar?!"

"Kecilkan suaramu, waktu itu aku tidak sengaja"

Ryu melihat kesekelilingnya, beberapa orang yang kebetulan ada disana memandang aneh pada mereka berdua.

"Ya-ya, terserahlah" kata Kobe acuh.

"Jadi apa yang membuat Yuri selalu marah-marah dan cemberut padaku?" Pikir Ryu sekali lagi.

Tidak jauh dari sana, Yuri berdiri mematung mendengar apa yang dikatakan mereka berdua.

"apa katanya? Tidak mungkin Ryu? TIDAK...!!!"

Sebuah suara teriakan seseorang yang berlari melewati mereka berdua membuat Kobe dan Ryu saling pandang.

"Gawat!!" teriak mereka berdua bersamaan.

"Itu kakak ipar bukan? sembunyi dimana dia tadi?"

"Celaka, mati aku, apa dia mendengarnya?" tanya Ryu sambil meremas rambutnya.

"Kurasa, cepat Ryu kejar dia" Kobe mendorong tubuh Ryu yang nampak kaku.

"Aduh, apa yang harus aku lakukan?" panik Ryu.

"Ya ampun, kejar cepat kejar! Kenapa kau jadi bodoh dan lamban seperti ini?!" gemas Kobe.

"Hei tunggu sebentar, bukankah ini jaketku yang hilang waktu itu?"

Ryu memandang jaket kulit hitam bermodel simpel yang di pakai Kobe.

"Itu-itu, a-aku pinjam" gagap Kobe sambil senyum-senyum tidak jelas.

"Kebiasaan, cepat lepaskan sekarang" paksa Ryu.

"Hei lihat istrimu semakin menjauh, kenapa kau malah mengurusi jaket ini? Pria macam apa kau?"

"Jangan cerewet, cepat lepaskan jaket ini sekarang."

Ryu membuka paksa jaket yang Kobe pakai.

Sementara itu Yuri terus berlari tanpa arah, ia menyusuri jalan besar dengan pohon ek di kanan-kirinya. Langit yang semakin berwarna jingga karena matahari semakin tenggelam tidak membuatnya gentar untuk terus menapaki jalanan yang sepi ini.

"Memalukan!! aku benci, kemana aku harus pergi sekarang?" gumannya putus asa.

Yuri sangat syok dan malu mendengar apa yang Kobe katakan. Ia berusaha membayangkan apa yang Ryu lakukan dan pikirkan saat mengacak-acak keranjang cuciannya dan memegang...

"Ah, sungguh memalukan" lirihnya.

Sambil berlari Yuri sesekali menengok kebelakang, ia heran tidak ada seorang pun yang mengejarnya.

Hati Yuri semakin sedih, walaupun disisi lain ia kesal setengah mati pada Ryu namun disisi lain ia ingin Ryu mengejarnya dan meluruskan segalanya. Ia memang tidak banyak tahu akan watak dan sifat asli suaminya itu. Selama ini Yuri hanya tahu selain pendiam dan usil suaminya ini sangat gila belajar sehingga dalam sehari hanya beberapa jam saja mereka bersama karena kegiatannya yang sangat padat dari pagi hari hingga menjelang malam. Bahkan sering bila Yuri terbangun di tengah malam, ia mendapati suaminya tengah tertidur di antara buku-buku yang berserakan.

Setelah berhenti sejenak untuk mengatur napasnya yang semakin pendek dan menyusut airmatanya, sekali lagi ia mencoba memandang kebelakang.

Sunyi, tidak ada satu orangpun yang ada disekitarnya.

Yuri mulai cemas, "apa aku salah jalan?" gumannya.

Ia baru menyadari tempatnya berada saat ini. Jalan besar yang sepi dengan pohon-pohon dan semak-semak di sekitarnya, jelas ini bukan jalan yang tadi ia lewati bersama Kobe.

Ia semakin gelisah memandang sekitarnya dan membayangkan hal yang tidak-tidak yang mungkin akan menimpanya.

"Tidak ada orang, tidak ada taksi, bagaimana ini?" lututnya lemas.

->

Early weddingWhere stories live. Discover now