Chapter 2b

15.3K 248 14
                                    

--->

"Percaya? Ryu benar, pernikahan memang bukan hal yang pantas di permainkan." kata Yuri di hati.

Ryu menghela napas melihat istrinya yang diam saja.

"Yuri, walau sampai saat ini aku tidak tahu pasti bagaimana perasaanmu padaku. Aku tidak akan berpaling darimu, percayalah, aku tidak main-main."

Yuri terdiam meresapi kata-kata yang Ryu sampaikan. Dirinya juga masih bingung atas perasaan aneh yang baru dirasakannya saat bertemu dengan Ryu waktu itu.

"Kau tidak bohong?"

"Kapan aku berbohong padamu?"

"Waktu itu kau bilang 'aku baru sedekat ini dengan wanita', lalu gadis tadi?"

"Apa kau cemburu?" tanya Ryu menggoda.

Yuri cemberut diam saja tidak menjawab.

"Aku tidak bohong, aku juga kaget atas kenekadannya tadi. Dia adik kelasku, sudah berkali-kali dia menyatakan cintanya padaku."

"Lalu?" Yuri memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Lalu...." Ryu sengaja menggantung kata-katanya, senyuman jahil terukir di wajah tampannya.

Yuri semakin cemberut melihatnya.

"Sebenarnya tidak ada kata lalu, karena aku selalu mengacuhkannya. Kau tau? aku telah jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku jatuh cinta pada seorang gadis yang...."

Ryu kembali menggantung kata-katanya, Yuri jadi kaget sekaligus jengkel mendengarnya. Ia semakin memanyunkan bibirnya. Sungguh terlalu Ryu dengan santainya mengatakan tentang gadis yang sudah membuatnya jatuh cinta pikir Yuri.

"Gadis yang mana?!" tanya Yuri kesal, ia sudah tidak sabar.

"Gadis yang membuat aku...."

"Membuat aku apa?!"

Yuri semakin tidak sabar, Ryu tertawa kecil melihatnya.

"Aku sudah jatuh cinta pada gadis yang selalu membuat diriku menderita karena menahan hasrat, gadis yang membuat aku ingin selalu memeluknya, menggodanya dan...."

Ryu meraih dagu Yuri dengan lembut kemudian mencium Yuri sekali lagi.

"Dan menciumnya... Ciuman pertama dan keduaku, telah kuberikan padamu."

"Ka-kau...telah mengambil ciuman pertama dan keduaku"

Yuri sangat terkejut atas sikap Ryu yang tiba-tiba menciumnya lagi. Ia menundukan wajah karena malu, jantungnya semakin berdebar dan tenaganya seakan hilang.

"Dengarkan aku istriku, aku akan selalu mengambilnya, yang ketiga, keempat dan seterusnya kecuali...."

Yuri mengangkat wajahnya, mata coklatnya memandang bertanya. Ryu terlihat senang melihat dirinya penasaran karena menunggu kata-kata selanjutnya.

"Kecuali bila kau tidak mengambilnya duluan dariku."

Wajah Yuri semakin merona mendengarnya. Ryu benar-benar senang menggodanya.

"kau lelaki penggoda" kata Yuri pelan, matanya berusaha menghindar dari tatapan mata Ryu karena malu.

"Khusus berlaku untukmu, aku tidak menggoda sembarang gadis" Ryu tersenyum sambil memeluk yuri.

Wajah yuri semakin memerah

Perasaan bahagia memenuhi hati mereka berdua.

Yuri meyakinkan hatinya, mulai sekarang ia harus percaya pada suaminya.

"Sepertinya tidak sulit, aku akan berusaha percaya padamu Ryu. Berusaha percaya sepenuh hatiku" kata Yuri di hati.

Angin malam musim gugur membuai mereka berdua, bintang-bintang di langit dan kebisingan kota seolah turut merasakan kebahagian mereka berdua.

Perasaan yang Ryu simpan selama sebulan ini telah tersampaikan. Walau Yuri tidak mengatakan apa-apa tentang perasaannya, Ryu yakin istrinya memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Sikap cemburunya yang terlambat dipahami Ryu menjadi sebuah bukti bagaimana perasaan Yuri kepadanya.

Tiba-tiba Yuri melepaskan diri dari pelukan Ryu, ia teringat sesuatu.

Sebelah alis Ryu terangkat karena heran.

"Kau belum menjelaskan sesuatu" kata Yuri pelan.

"Tentang?" Ryu menyilangkan tangannya di dada.

"Kata-kata Kobe tadi tentang pagi itu. Kenapa kau mengacak-ngacak keranjang cucianku?!"

Yuri memukul-mukul dada Ryu. Kegelapan langit malam menyembunyikan telinga Ryu yang tiba-tiba memerah.

"Itu-itu, sungguh aku tidak sengaja. Lagi pula aku ini suamimu, maafkan aku. Makanya jangan sembarangan menyimpan barang."

Ryu menahan kedua tangan Yuri dan berusaha berkata tenang, padahal perasaannya tidak karuan karena mengingat kejadian itu.

"Ya ampun, aku baru ingat. Handphoneku hilang, aku lupa meletakannya dimana" Yuri menepuk jidatnya.

"Hmm...kebiasaan buruk, ini tergeletak di kursi aula olahraga. Untung saja aku melihatnya."

Ryu mengeluarkan hp Yuri dari saku jaketnya.

"Ah, syukurlah" yuri tersenyum tangannya terulur hendak mengambil hp itu.

"Eit, dasar ceroboh. Kau harus memberiku hadiah dulu" Ryu menyembunyikan hp itu di belakang tubuhnya kemudian memajukan wajahnya ke Yuri.

"Kau mau hadiah?" tanya Yuri, senyum manis terukir di bibir merahnya.

Ryu mengangguk semangat.

"Ini hadiahnya..!! Dasar genit, berikan hpnya!!" Yuri mencubit pipi Ryu dengan keras.

Ryu meringis lalu mundur beberapa langkah.

"hadiah macam apa itu, lebih baik hpnya ku buang saja" Ryu berbalik melangkah pergi.

"Apa? Hei, mana boleh begitu, kembalikan!!" teriak Yuri sambil berlari.

Mereka berdua bekejar-kejaran, Ryu tertawa lepas mendengar Yuri yang terus berteriak-teriak kesal.

"Ayolah Ryu, berikan padaku"

Yuri jatuh terduduk, napasnya tersengal-sengal. Ryu berjalan mendekati, kemudian duduk di dekat Yuri.

"Tanpa hadiah, tidak."

"Oh, ayolah" Yuri mendorong tubuh Ryu sampai jatuh terbaring.

"Hadiah..." kata Ryu pelan, matanya menatap jahil dan penuh harap.

"Hadiah?" wajah Yuri mendekati wajah Ryu.

"Ya, hadiah.." Ryu merasakan napas Yuri yang masih naik turun menerpa wajahnya.

Yuri memegang pipi Ryu dengan kedua tangannya yang sedikit gemetar.

"Hadiah..." Yuri semakin mendekatkan bibirnya.

"Ciuman ketiga?"

"Ya, ketiga" Ryu tersenyum kemudian memeluknya.

***

Early weddingWhere stories live. Discover now