Vol 3 halaman 22

11.7K 203 19
                                    

Sepasang kakinya mulai gemetar.

Suara langkah sepatu yang samar-samar terdengar dari balik pintu membuat Mine semakin panik dan ketakutan.

Tidak ada pilihan lain, Mine hanya mampu menyembunyikan dirinya diantara dus-dus bekas berisi kertas yang ada diruangan itu. Berharap para security itu tidak dapat menemukannya.

"Mana dia? Periksa ke dalam."

Mine menahan napasnya kala mendengar suara tegas itu.

Perlahan pintu ruangan pun terbuka. Mine semakin meringkukan badannya.

"Tidak ada," kata seorang pria berseragam setelah melihat-lihat.

"Cari yang benar, tadi aku lihat ia berlari kemari."

"Tidak ada kok," kata security yang didalam sambil menggulingkan beberapa dus yang menghalanginya.

Sekuat tenaga Mine menahan suara jeritannya saat dus-dus itu jatuh tepat dihadapannya.

"Ya sudah kalau tidak ada, ayo cari ketempat lain. Penyusup itu harus segera ditangkap."

Para security itu pun akhirnya berlalu. Setelah beberapa saat, Mine keluar dari tempat persembunyian untuk melihat sekitarnya. Hembusan napas lega keluar dari mulutnya kala melihat diruangan itu hanya ada dirinya dan tumpukan dus-dus besar saja.

Untung badannya kecil, pikir Mine. Air matanya kembali jatuh. Ia menyesal karena telah nekad membuntuti Yuri. Ia kira apartemen tempat tinggal sahabatnya itu tidak dijaga ketat seperti ini.

Setelah beristirahat dan menenangkan diri sejenak, ia segera menghapus air matanya.

"Aku mau pulang saja," pikirnya. Ia tidak mungkin menghubungi Yuri untuk datang menyelamatkannya sekarang. Ia tidak mau sahabatnya itu tahu kalau ia sudah berani-berani membuntutinya seperti ini.

Pelan-pelan Mine membuka pintu. Mengintip kearah luar untuk memastikan keadaan sekitar. Setelah dirasa cukup aman, ia mulai melangkah keluar. Berjalan mengendap-ngendap berharap tidak ada orang yang melihatnya.

"Itu penyusupnya ...!"

Suara seruan itu membuat Mine terkejut. Sepasang matanya membulat kala melihat beberapa security mulai berlari menghampirinya sambil meniup pluit.

Kaki Mine bergerak cepat sebelum otaknya yang mendadak beku memberi perintah kepadanya untuk segera berlari. Ia tidak ingin tertangkap.

Sementara itu Yuri telah sampai ke apartemennya. Kobe tampak tengah tertidur pulas di sofa ruang santai dengan masih memakai seragam.

"Huh ... Kebiasaan," gerutu Yuri seraya melangkah kedalam kamar.

"Ryu ..." panggilnya.

"Hei, sudah pulang. Bagaimana jalan-jalannya?" tanya Ryu tanpa melepas pandangannya dari layar laptop.

Sesaat Yuri melirik jam yang menempel di dinding, "lumayan seru. O ya, sudah jam tiga sore, obatnya sudah diminum?"

Ryu mengangguk sambil masih tetap fokus pada layar laptopnya. Yuri mendekati Ryu setelah meletakan tas dan membuka jaket rangkap yang dipakainya.

"Lagi apa sih?" tanya Yuri penasaran.

"Seperti biasa, memeriksa pembukuan perusahaan ayah yang tertunda."

Yuri mengintip layar laptop dari balik punggung Ryu yang tengah duduk di sebuah kursi depan meja belajar.

Perlahan Yuri melepas kacamata yang Ryu pakai. Jari-jari Ryu seketika jadi berhenti mengetik. Ia memutar kursinya kebelakang agar dapat berhadapan dengan Yuri.

Early weddingWhere stories live. Discover now