Chapter 2V

13.2K 216 5
                                    

***

"Nomor sebelas atau sepuluh? Sebelas-sepuluh-sebelas, ya sebelas," Yoshi berlari kecil mendahului teman-temannya.

"Jam?" tanya Toru.

"Dua belas lebih dua puluh menit," Kenzie menjawab dengan malas.

"Aku yakin, kali ini benar. Yap..." Yoshi mengosok-gosok tangannya sebelum menekan tombol bel.

"Hoaam...minggir," Toru sudah sangat mengantuk.

Ia mendorong Yoshi kepinggir dengan kasar.

'Ting-tong Ting-tong'

***

Bel pintu apartemennya berbunyi. Ryu segera berlari membuka pintu.

"Selamat siang, tuan muda. Ada kiriman dari nyonya Azaki untuk nona muda. Silahkan tandatangan disebelah sini."

Seorang pria berseragam hitam pegawai dari kantor ayahnya menyerahkan sebuah kotak dan surat tanda terima.

"Siapa?" tanya Yuri yang muncul dari belakang Ryu.

"Ini, ibu mengirim paket dari London untukmu."

Ryu segera menandatangani surat tanda terimanya.

"Terimakasih." katanya kemudian menutup pintu.

"Isinya apa yah?" tanya Yuri sambil menggoyangkan kotaknya.

"Ayo kita buka."

Ryu membantu gadis di sampingnya membuka kotak kiriman.

"Wow, jaket musim dingin. Wah...yang besar ini pasti untukmu," Yuri menyerahkan jaket tebal berwarna coklat tua pada Ryu.

"Kyaa...ada syal dan sarung tangannya juga...!"

Yuri senyum-senyum sambil mencoba jaket baru berwarna sama dengan jaket milik suaminya.

"Emm...enak, untukku semua yah?"

Yuri melirik sekotak besar coklat yang tengah di pegang oleh Ryu.

"Yah, jangan dong. Sini-sini," Yuri merebutnya kemudian hendak berlari.

"Hei, sudah-sudah jangan berlari lagi. Kau-kan baru sembuh. Emm...aku mandi dulu yah?"

Ryu mengecup pipi Istrinya kemudian tertawa.

"Kau...iseng banget sih!!"

Gemas Yuri.

Dari tadi pagi Ryu terus mencuri-curi kesempatan untuk mencium wajahnya.

***

"Ah, pasti pintu nomor tujuh"

"Yoshi..! berhentilah mengira-ngira!" seru Kenzie kesal.

"Emm...kita coba saja dulu. Siapa tahu Ryu tinggal disini," Yoshi memasang wajah tanpa dosa-nya.

"Cih, kita sudah salah pintu delapan kali. Kalau pintu yang ini masih salah juga, aku menyerah!" geram Toru.

Dari awal Yoshi hanya mendapatkan alamat gedung apartemennya saja. Sudah beberapa kali ia gagal menebak di pintu berapa Ryu tinggal. Setelah liburan musim panas kemarin, mereka semua sibuk dengan jadwal kegiatan masing-masìng. Sehingga tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengetahui kemana Ryu pindah. Sudah lama mereka berempat tidak menghabiskan waktu malam bersama.

'Ting-tong Ting-tong'

Menunggu agak lama, tidak ada jawaban. Yoshi menempelkan telinganya di pintu, "sepi" bisiknya.

Dengan malas Kenzie menyikut lengan Toru.

'Ting-tong Ting-tong Ting-tong Ting-tong'

Toru memencet tombol belnya dengan gemas.

Ia sudah sangat kesal, kalau Yoshi bukan sahabatnya sudah dari tadi ia menghajarnya. Bagaimana tidak, sudah hampir dua jam Yoshi membawanya berkeliling mengetuk pintu ke pintu.

'Ceklek--'

"Selamat siang."

"Yuri..!" seru mereka bersamaan.

Berulang kali Kenzie memandang dari atas kebawah gadis berambut coklat panjang dengan perban di lengan, telapak tangan dan kedua betisnya yang berdiri dihadapannya.

"Kau tinggal di sini?" tanya Toru setelah tersadar dari kekagetannya.

Wajah Yuri memucat. Ia bingung, takut dan gugup.

"Mereka? Kenapa bisa ada disini?!" teriaknya dihati.

Yoshi memandang penuh selidik.

"Hallo, yuri, kami bertanya padamu."

Suara Yuri seakan tersendat, ia hanya mampu mengerakan mulutnya tanpa suara.

"Hei, apa yang kau katakan?"

"Ternyata efek dari lukannya sangat parah, Toru coba kau periksa lagi dia."

Yuri malah menggerak-gerakan tangannya tanda tidak mau dengan panik.

"Tidak mau? Ya sudah. Eh, boleh kami masuk?"

"Wah, apartemennya keren juga. Kau tinggal dengan siapa?"

"Aku haus apa kau punya air dingin? Kulkasnya dimana? Apa ini jalan menuju dapur?"

"Sudah dua jam kami mencari apartemen Ryu tapi tidak ketemu-ketemu. Apa kau tau, dia tinggal di pintu nomor berapa?"

"Hoaam...Yuri, izinkan aku tidur beberapa saat di karpet ini yah? Aku sudah tidak tahan."

Mereka masuk tanpa di persilahkan.

Yuri binggung tidak bisa mencegah.

Toru segera membaringkan tubuhnya di permadani ruang tamu. Kenzie melangkah cepat menuju dapur sedangkan Yoshi terus masuk ke dalam sambil mengagumi pajangan yang menempel di dinding apartemen.

"Aaagghh...!!" kepala Yuri jadi pening melihat tingkah mereka.

Toru yang mendengar pekikan kecil suara Yuri segera terbangun, "kau baik-baik saja?"

Yuri menggeleng cepat.

"Apa kepalamu pusing?" tanya-nya lagi.

Tiba-tiba dari arah dalam terdengar suara gelas yang jatuh dan pecah.

Toru dan Yuri saling pandang kemudian berlari bersama keruang tengah.

"Kalian kenapa?" tanya Toru heran.

Yoshi dan Kenzie tergagap seperti sudah melihat hantu. Sebelah tangan Kenzie seakan masih memegang gelas padahal gelas yang tadi di pegangnya sudah pecah berantakan di lantai. Kepala Yuri semakin pusing melihatnya.

"Kalian tinggal bersama?!" Yoshi menunjuk dua pintu kayu dengan huruf-huruf kanji bertuliskan nama mereka.

Yuri gelagapan, pandangannya sedikit berkunang-kunang.

"Huh, terlalu ! Kenapa dia tidak pernah cerita...?! Ryu, aku tau kau pasti di dalam."

Desis Kenzie gemas.

Ia menggulung lengannya kemudian hendak membuka pintu kamar Ryu.

Kepala Yuri semakin pusing, jumlah kunang-kunang yang dilihatnya semakin banyak.

"Jangan...."

"Yuri?!" pekik Toru.

Ia segera menangkap tubuh Yuri yang hampir terjatuh kebelakang.

"Yuri---Yuri? Bangunlah, yuri?!"

Toru menepuk pelan pipi Yuri namun tidak ada jawaban. Yuri pingsan.

"Ryu, kau terla...what?!" Kenzie menghentikan makiannya.

--

Early weddingWhere stories live. Discover now