Vol 3 halaman 18

12K 236 11
                                    

Ada rasa bahagia dan rasa nyaman disaat berada dalam pelukan Ryu seperti ini. Baru kali ini Yuri benar-benar menyadarinya setelah apa yang terjadi pada Ryu kemarin. Setelah rasa cemas, sedih sekaligus rasa bersalah muncul menyerang dirinya kemarin. Setelah rasa takut kehilangan pria ini benar-benar muncul naik kepermukaan hatinya.

Kini hanya satu harapan Yuri, "Semoga selamanya kau tetap jadi milikku, Ryu, selalu mencintai aku dalam suka dan duka. Aku ingin terus bersamamu. Selamanya," bisik Yuri sangat pelan sebelum mulai terbuai oleh mimpi.

Tanpa Yuri sadari Ryu tersenyum bahagia mendengarnya, mengamini harapan-harapan istrinya itu dalam hati.

Diruang tengah, Kobe berdiri memegang kedua lututnya sambil mengatur napas. Berkali-kali ia menengok kearah pintu kamar tidur yang terbuka.

"Kok, sepi?" tanyanya heran dengan napas putus-putus.

"Kemana kakak ipar?" Pikirnya, "ah, pasti Ryu sudah berhasil menjinakannya," senyuman Kobe tiba-tiba mengembang saat membayangkan hal itu.

Setelah yakin keadaan sudah aman, ia menjatuhkan dirinya keatas sofa panjang berwarna putih yang ada diruangan tengah.

"Ah ..." desahnya sambil tersenyum-senyum.

Menggoda Yuri atau Ryu sampai kesal seperti itu membuat hatinya senang.

Entah mengapa naluri jahilnya selalu bangkit bila melihat expresi mereka berdua yang sedang malu-malu, curi-curi pandang atau mesra-mesraan seperti tadi.

Ia mengenal Ryu sejak kecil dan baru setelah pernikahan itu terjadi ia melihat Ryu berubah.

Sekarang Ryu lebih terbuka dan tidak terlalu pendiam. Senyuman dan tawanya pun sering terdengar sekarang. Dahulu Ryu sanggup berjam-jam tidak bicara, ia lebih sering menghabiskan waktunya untuk belajar, berlatih karate dan bertengkar seperti anak kecil dengannya.

Kobe tertawa pelan mengingat masa kecilnya bersama Ryu dulu. Selain ayah, paman dan bibinya, ia hanya punya Ryu yang sudah seperti kakak kandung untuknya. Ia ikut bahagia melihat Ryu telah menemukan gadis yang disukainya. Ia sangat senang melihat Ryu telah menemukan kebahagiannya. Kobe berjanji dihati, ia akan ikut menjaga kebahagian Ryu dengan melindungi Yuri. Setelah mendengar cerita Yoshi, analisa serta dugaannya, ia tidak akan membiarkan siapa pun melukai Kakak iparnya itu. Termasuk wanita yang disebut tidak waras oleh Yoshi itu. Sedikit pun ia tidak akan membiarkan wanita itu menyentuh kakak iparnya.

Dikamar tidur, beberapa kali Ryu menepuk pelan pipi istrinya, memerhatikan wajah dan napasnya yang mulai teratur untuk memastikannya sudah tidur.

Begitulah istrinya, cepat tidur dan tidak mudah terbangun.

Dengan hati-hati Ryu menarik kemeja putih seragam bagian belakang istrinya itu keatas. Mumpung istrinya itu sedang tidur. Ia tidak punya cara lain lagi untuk bisa memeriksa punggung Yuri selain menunggunya tertidur dulu. Bisa gawat kalau ketahuan pikir Ryu.

"Ryu ... Hei, kau sedang apa?!" seru Kobe heboh saat melihat Ryu mulai akan menarik kaos rangkapan dalam kakak iparnya.

Ryu segera melihat kebelakangnya karena kaget,

"sstt ... Kecilkan suaramu. Cepat, balikkan badanmu."

"A-apa?!"

"Balikkan badanmu Kobe, aku tidak rela kalau kau melihatnya juga," kata Ryu seperti anak kecil.

"Baiklah-baiklah," Kobe memutar bola matanya kemudian segera membalikan badan.

"Ryu, apa yang akan kau lakukan pada kakak ipar?" tanyanya penasaran.

"Sstt ... Berisik."

Kobe mendesah mendengarnya, namun beberapa saat kemudian bibirnya mulai menyeringai.

"Ah, aku tahu. Kau pasti sudah tidak tahan kan? Hmm .... Lelaki normal mana sih yang tahan, apalagi sekarang kakak ipar sudah ...."

'Peletakkk'

Kobe meringis sambil mengusap-usap kepalanya.

"Sudah apa? jangan berpikiran aneh-aneh, dasar."

Ryu mengacak-acak rambut Kobe sebelum hendak melangkah keluar kamar.

Kobe merapikan rambutnya sambil menggerutu.

Penasaran, ia berbalik kebelakang dengan sebelah tangan menutupi kedua matanya.

Pelan-pelan ia mengerakan jari tengahnya keatas lalu jari manisnya kebawah sehingga terdapat celah diantara jari-jarinya untuk mengintip.

"Ah ..." desahnya kecewa saat melihat Yuri tertidur pulas sambil memeluk boneka beruangnya.

Pakaian kakak iparnya pun tetap seperti sedia kala.

"Hmm, aku kira ..."

"Apa?" kata Ryu sambil berkacak pinggang.

Kobe langsung menggeleng cepat sambil mengangkat dua jarinya tinggi-tinggi. Ia masih terlalu lelah untuk berurusan dengan Ryu pikirnya.

Kobe yang penasaran akan perbuatan Ryu tadi segera mengikutinya keluar kamar.

"Untung ... Tidak ada luka dipunggungnya," Ryu menyandarkan kepalanya di sandaran sofa ruang tengah, memejamkan matanya, mencoba untuk menenangkan hatinya yang kembali gelisah.

"Apa maksudmu?" tanya Kobe tidak mengerti.

Masih dengan mata terpejam Ryu berkata, "buka lemari itu, bawa jaket berwarna pink kemari."

"A-apa?" kata Kobe kaget.

"Kobe..." kata Ryu agak kesal, ia sedang tidak bisa bersabar.

"Ah, iya-iya."

Kobe bergegas mendekati lemari itu, membukanya dan terkejut saat mendapati jaket yang disembunyikannya semalam ada disana.

"Kenapa kalian menyembunyikannya dariku?" Ryu memandang Kobe dengan serius.

Kobe menundukan kepalanya sambil membawa jaket itu kedekat Ryu.

"Kondisimu belum pulih Ryu, jadi kami ...."

"Ini masalah serius Kobe, aku suaminya. Lihat, jaket kulit setebal ini bisa sampai sobek seperti ini. Padahal Yuri bilang padaku dari sekolah ia langsung naik taksi kemudian tertidur berjam-jam di cafe. Lalu ini," Ryu menunjuk sobekan dijaket itu, "bagaimana ceritanya jaket ini bisa berlubang seperti ini?" tanya Ryu frustasi.

Kobe terdiam memerhatikan raut wajah Ryu yang kusut.

Early weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang