Vol 3 halaman 31

11.2K 201 24
                                    

Sudah lebih dari sepuluh kali Kobe melirik kakak iparnya itu.

Mereka berdua kini tengah berada di dalam sebuah mobil taksi dengan tujuan mencari keberadaan Ryu.

Dari tadi Yuri tampak sibuk memerhatikan jalan-jalan yang dilewatinya. Berharap dapat menemukan Ryu di antara keramaian distrik Shinjuku yang mulai padat di sore hari.

Sedikitpun Yuri tidak menyadari gerak-gerik Kobe yang tampak sangat gelisah. Padahal adik sepupu suaminya itu duduk tepat disampingnya.

Yuri terlalu sibuk memikirkan keberadaan dan keadaan suaminya itu sampai-sampai tidak peduli lagi pada keadaan orang-orang didekatnya.

Hanya Ryu dan Ryu yang ada dalam benak dan hatinya kini. Bayangan wajah suaminya, senyuman jahilnya, tatapan matanya yang tajam tapi lembut, suara khasnya kala memanggil nama atau menyebut kata 'istriku' dengan penuh nada menggoda, caranya memasukan makanan kedalam mulut, kebiasaan mengejar setiap kali pulang dari mana saja hanya gara-gara Yuri enggan dipeluk karena tubuh Ryu yang berkeringat, wajah tampannya saat memakai kacamata setiap kali membuka laptop atau membaca, sifat iseng dan genitnya yang selalu cari-cari kesempatan untuk mencium. gayanya yang sering meringkuk saat tidur, kedipan matanya yang sengaja dibuat genit, tatapan matanya setiap kali merajuk atau seruannya dari kamar mandi saat meminta untuk diambilkan handuk.

Tanpa terasa air mata Yuri mulai membasahi pipinya lagi saat bayangan hari-hari bersama Ryu menari-nari di pelupuk matanya. Tidak terasa, ternyata sudah terlalu banyak hal indah yang mereka berdua lalui bersama selama beberapa bulan ini. Tepatnya setelah mereka berdua menikah. Dengan janjinya yang selalu ia pegang teguh seperti seorang pria sejati pastinya. Janji yang mungkin jarang sekali pria yang dapat memenuhinya.

Sekarang Yuri merasa sangat-sangat merindukan suaminya itu, walaupun belum 24 jam ia tidak ada didekatnya.

"Ryu ..." Yuri menangis pelan, "kau ada dimana?" lirih hatinya sedih.

Kobe mulai mengacak-acak rambutnya sendiri.

"Ah, bagaimana ini?" katanya di hati sambil kembali melirik kakak iparnya yang kini mulai menangis lagi.

Suara isakan tangisnya yang tertahan membuat Kobe semakin membatin.

Ia juga merasa sangat-sangat bingung.

Bagaimana caranya memberitahukan keberadaan serta keadaan Ryu kini kepada kakak iparnya itu?

Bagaimana?!! Tanya Kobe frustasi didalam hati.

Sebenarnya sejak tadi ia ingin mengatakannya, namun semua terasa serba sulit.

Tadi sewaktu dirinya belum sampai ke tempat dimana Yuri bersembunyi, ada sebuah pesan singkat yang masuk ke dalam ponselnya.

Pesan dari nomor ponsel Ryu.

Awalnya Kobe merasa sangat kaget saat membaca isi pesan itu. Jujur saja ia tidak percaya. Ketika ia hendak memastikan dengan menelepon, ponsel Ryu malah kembali tidak aktif lagi. Kobe jadi curiga,

Entah siapa orang yang menghubunginya itu. Yang pasti orang yang mengiriminya pesan itu bukanlah Ryu, karena bahasanya agak formal dan berkesan sedikit feminim sangat berbeda jauh dengan gaya bahasa Ryu.

Yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimana caranya memberitahu kakak iparnya itu? Dan bagaimana cara dirinya membawa Kakak iparnya kesana tanpa membuat phobia yang diderita kakak iparnya itu kambuh?

Kobe kembali melirik Yuri dengan perasaan bersalah. Tadi ia sudah berbohong pada Yuri dengan mengatakan tidak tahu saat Yuri menanyakan keberadaan Ryu kepadanya.

"Ide-ide datanglah," guman Kobe pelan. Saat ini ia butuh ide untuk membawa Yuri ketempat dimana Ryu berada.

***

Early weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang