Vol 3 halaman 3

13.9K 244 23
                                    

"Ryu!" seru Yuri tertahan saat terbangun dari mimpinya.

Keringat membasahi kening dan tubuhnya. Jantungnya berdetak cepat, napasnya naik turun tidak beraturan.

Dalam mimpi tadi Yuri melihat baju yang Ryu pakai berlumuran darah.

Perasaan khawatir membuatnya segera turun dari tempat tidur.

Dilirik jam dinding yang tergantung dikamarnya sebentar, waktu menunjukan pukul setengah dua dini hari.

Ibu mertuanya nampak pulas di tempat tidur sebelahnya.

Yuri membenarkan letak selimut biru yang dipakai ibu mertuanya sebelum melangkah keluar kamar.

Cahaya lampu tidur dari ruang tengah menerangi pandangan Yuri.

Ia melihat ayah mertua dan sepupu suaminya masih tertidur.

Diedarkan pandangannya ke sekeliling untuk mencari sosok yang dikhawatirkannya.

Namun, "tidak ada?" pikir hatinya heran.

Ryu tidak ada diruang tengah, "lalu kemana? Apa belum pulang?" tanyanya dalam hati.

Perasaan khawatir membuatnya takut.

Bagaimana kalau mimpinya itu nyata?

Tubuh yuri mendadak lemas.

Sambil berharap didalam hati ia mulai mencari ke berbagai ruangan di apartemennya.

Mula-mula Yuri mencari di kamar mandi, dapur, mengintip kearah balkon dari jendela besar kemudian ke garasi.

Akan tetapi Ryu tetap tidak ada, tinggal satu tempat lagi pikirnya.

Harap-harap cemas Yuri melangkah cepat melewati lorong pendek penghubung antara ruang tengah dengan ruang tamu.

Lampu meja diruangan itu menyala.

Helaan napas lega keluar dari mulutnya secara otomatis.

Diantara buku-buku yang berserakan, Yuri melihat suaminya tertidur diatas permadani ruang tamu tanpa bantal dan selimut.

Senyum Yuri mengembang, dalam hati ia bersyukur bahwa mimpinya itu tidaklah nyata.

Dengan tergesa-gesa Yuri kembali kekamarnya, mengambil salah satu bantal dan selimut untuk Ryu.

Perlahan-lahan Yuri berjalan mendekat kemudian duduk setelah meletakan bawaannya.

Yuri mengangkat sebuah buku yang menutupi wajah suaminya dengan hati-hati.

Seorang pria tampan berkacamata yang tengah tertidur membuatnya kembali tersenyum. Napas Ryu terlihat naik turun dengan teratur.

Yuri mulai melepas kacamatanya, memerhatikan setiap detail wajah suaminya yang tenang saat tidur.

Alisnya yang hitam tebal, hidung mancung dan bibirnya, entah kapan terlihat jeleknya pikir Yuri.

Ia selalu senang memperhatikan wajah Ryu saat tengah tertidur seperti ini.

Setelah berhasil meletakan bantal di bawah kepala Ryu.

Yuri menangkupkan tubuhnya di samping Ryu kemudian menyangga kepalanya dengan tangan memperhatikan wajah Ryu sepuas hati. Mumpung suaminya sedang tidur pikir Yuri sambil tersenyum sendiri.

"Huh...," Yuri menghela napasnya kembali.

Sama sekali ia tidak menyangka kalau ternyata sewaktu kecil mereka berdua sudah pernah bertemu.

Seharusnya ia sudah dapat menduganya sejak awal.

Orang tuanya dan orang tua Ryu kan berteman dekat sejak kecil.

Tiba-tiba Ryu bergerak dari posisinya yang semula terlentang menjadi telungkup. Sebelah tangannya menindih punggung istrinya.

Yuri menutup mulutnya dengan tangan. Hampir saja ia kelepasan berteriak. Jantungnya berdebar kencang karena sangat terkejut.

Ia berusaha menjauh namun tangan Ryu terasa berat, untuk mengeser sedikit badannya pun terasa sulit.

Yuri menyipitkan matanya kemudian memerhatikan wajah suaminya dengan teliti takut kalau-kalau ia sedang dikerjai.

Beberapa saat kemudian Yuri menjatuhkan kepalanya dengan lemas.

Tidak ada tanda-tanda kalau suaminya itu sedang pura-pura tidur.

"Bagaimana ini?" kata Yuri dihati bingung.

Kalau memaksa menjauh ia takut Ryu terbangun dan mengetahui apa yang dilakukannya. Kalau itu terjadi ia akan sangat malu.

Tidak ada pilihan lain, Yuri memilih sabar menunggu Ryu merubah posisi tidurnya.

"Ah, dasar bodoh, bodoh, bodoh ...! Ayo bergerak Ryu, pindahkan tanganmu, pindahkan!" Yuri mengigit bandul kalungnya sambil mengerutu dihati.

Rasa hangat dan nyaman yang terasa di punggungnya membuat Yuri mengantuk.

Ia sengaja menarik kelopak matanya keatas dengan jari supaya tidak tertidur.

Satu menit berlalu, Yuri mulai cemberut.

Lima menit kemudian, "hoaam ..." Yuri menguap untuk ke empat kalinya.

Matanya terasa sangat berat.

Sepuluh menit telah lewat, Ryu segera membuka matanya.

Bibirnya tersenyum penuh kemenangan.

Ryu baru akan tertidur saat menyadari ada seseorang yang mendekat kepadanya tadi.

Dari langkah kaki dan helaan napasnya Ryu tahu siapa yang mendekat. Dengan susah payah ia mengatur napas dan pura-pura tertidur tadi.

Dalam sekali gerakan lembut Ryu menarik tubuh Yuri mendekat. Meletakan kepalanya di bantal yang ia tiduri kemudian merapikan rambut yang menutupi wajahnya.

Ryu menyentuh kening istrinya sebentar.

"Sudah tidak panas. Ah, syukurlah" katanya pelan.

Ryu menyandarkan kepalanya di bahu Yuri.

Istrinya ini memang cepat tidur dan tidak mudah terbangun.

Ryu bersyukur dihati karenanya.

"Gadismu adalah targetnya sekarang," Ryu teringat kembali pada kata-kata Yoshi tadi.

Hatinya kembali gelisah, Ryu memerhatikan luka di dagu istrinya yang sudah mulai sedikit mengering. Kemarin Yuri hampir tertabrak mobil, entah apalagi yang akan terjadi padanya nanti.

Ryu mengeleng cepat, tidak kuasa membayangkan hal-hal buruk lainnya.

Mulai sekarang Ryu akan mengurangi jadwal hariannya yang padat.

"Aku akan menjagamu, tidak akan aku biarkan dia mencelaikaimu lagi," kata Ryu.

Ryu mencium pipi Yuri sebentar sebelum melingkarkan tangannya di pinggang Yuri, "aku berjanji," bisiknya lembut.

Ryu menutupi tubuh mereka dengan selimut, kemudian mulai memejamkan mata.

Mengatur napas, menenangkan hatinya yang gelisah.

Pagi yang heboh menanti mereka.

***

Early weddingWhere stories live. Discover now