Chapter 2R

13.7K 218 7
                                    

--->

"Tapi Kenzie bilang, tadi sore Yuri hampir terserempet di parkiran wahana bermain tokyo. Atau jangan-jangan..." Ryu memotong kata-kata Kobe.

"Ah, mungkinkah kakak ipar hampir terserempet mobil dua kali?" kata Kobe semangat.

"Hmm...mungkin, pantas saja luka-luka lecetnya banyak sekali. Besok aku akan tanyakan padanya," Ryu kembali merebahkan tubuhnya.

Tadi sore Ryu menghentikan mobil taksi yang di tumpangi Yuri atas petunjuk Kenzie tentunya. Ia mendapati wajah istrinya pucat dan tubuhnya lemah. Sedari tadi Ryu terlalu sibuk mencemaskan keadaan Yuri yang demam dan luka lecet-lecet sehingga mengurungkan niatnya untuk bertanya banyak pada istrinya.

"Bagaimana bisa? Masa sampai dua kali hampir terserempet," pikir Ryu di hati.

Mata hitamnya menerawang memandang langit-langit ruang tengah.

"Ryu, besok malam aku pinjam mobilmu yah?" suara Kobe mengagetkannya.

"Untuk?"

"E...mengantar teman," Kobe mencari alasan.

Ryu tertawa mendengarnya.

"Kenapa tertawa? Apanya yang lucu?" tanya Kobe kesal.

"Berhentilah membohongiku bocah, aku tahu kau mau pergi berkencan dengannya. Benar bukan?" Ryu kembali tertawa.

"A-aku...belum menyatakan perasaan cintaku, jadi...dia belum sah jadi pacarku."

"Menyatakan cinta? Memang harus?"

"Ah, jangan bilang kalau kau belum mengatakan 'i love you' pada kakak ipar."

"Memang belum." kata Ryu acuh.

"Apa?! Yang benar saja? Kau sudah menikahinya, tidur sekamar bersama, menggendongnya, bahkan kau sudah beberapa kali mencium bibirnya, tapi kau belum mengatakan kata cinta kepada kakak ipar?!" sewot Kobe.

Ryu kembali menatap penuh bahaya pada Kobe. "Dari mana dia tahu aku sudah mencium bibirnya?" pikir Ryu di hati.

"He..maaf, waktu itu aku mengikutimu."

Kobe menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Usil!!" kata Ryu kesal.

"Tapi bibi dan paman senang melihatnya, bibi Azaki sampai menangis bahagia saat melihat kakak ipar menciummu duluan."

Kobe terkikik pelan.

Ryu bangkit kemudian menarik kaki Kobe hingga jatuh terguling ke lantai.

"Aaww, pinggangku..."

"Katakan, apa yang kau lakukan hah?! Kenapa mereka bisa tahu?!"

Ryu meremas kerah jaket Kobe. Ia kesal, kenapa sepupunya ini selalu menganggu kehidupan pribadinya. Setelah Ryu menikah tepatnya.

"A-aku merekamnya," Kobe cengar-cengir tidak jelas.

"Huh...kau..." Ryu melepaskan genggamannya dengan kasar.

Ia sangat malu. Yang benar saja, kedua orang tua dan mertuanya melihat rekaman video mereka berdua saat berciuman.

"Memalukan!!" pekik Ryu.

"Sudah-sudah, semua sudah terjadi."

Dengan wajah tanpa dosa, Kobe menepuk-nepuk pudak Ryu sambil tertawa.

"Kau...sini kuhajar kau, bocah usil. Kenapa aku harus punya sepupu usil sepertimu. Ini rasakan..!"

Ryu melingkarkan lengannya di leher Kobe.

"Aww.aw..ampun, lepaskan aku Ryu!!"

Kobe meronta-ronta, Ryu memelintir tangannya kebelakang, Ryu juga menindihnya dari belakang sambil beberapa kali menjitak kepala Kobe.

"Ryu..." panggil Yuri pelan.

Ia melangkah keluar dari kamarnya.

"Yuri, kau mau kemana?" Tanya Ryu.

Ia segera menghempaskan Kobe dengan kasar lalu segera berlari mendekati istrinya.

"Aku mau pipis," bisik Yuri sambil berjalan pelan, tangannya berpegangan pada tembok.

Kepalanya masih sangat pusing, Yuri merasa tempat yang ia pijak bergoyang-goyang.

"Kemarilah, ku antar," Ryu hendak mengangkat tubuh Yuri.

Namun mata coklat Yuri malah mendelik mendengarnya.

"A-aku akan menunggu di luar. tenang saja," bisik Ryu sambil langsung mengangkat tubuh Yuri.

Tidak jauh dari sana sambil meringis mengelus kepala, Kobe mengeluarkan handycam mini dari dalam tas ranselnya.

"Jam sepuluh kurang dua belas menit. Bibi, mereka serasi bukan?" kata Kobe pelan sambil tertawa. Ia merekam gambar Ryu yang tengah menggendong Yuri menuju kamar mandi di dekat dapur.

Ibunya Ryu dan Yuri sengaja menyuruh Kobe untuk memata-matai perkembangan hubungan Ryu dan Yuri.

(Ternyata ibu mereka berdua juga usil)

***

Ryu terbangun dari tidur saat kaki Kobe menindih dadanya. Semalaman mereka berdua menjaga Yuri yang terus tidur dengan gelisah karena panas tubuhnya semakin tinggi.

Ryu mengucek matanya pelan kemudian menjauhkan kaki Kobe dari dadanya.

Jam dinding di kamar menunjukan pukul setengah enam pagi. Ryu bangkit duduk kemudian meregangkan otot-ototnya yang sedikit pegal. Semalam mereka berdua tidur di atas permadani hijau yang terletak tepat di sebelah tempat tidur Yuri.

"Yuri?"

Ryu berulang-ulang mengucek matanya, akan tetapi Yuri tetap tidak ada di tempat tidurnya.

Ryu jadi cemas, pergi kemana pasien yang semalaman dijaganya itu? ia segera bangkit berdiri kemudian keluar dari kamar tidurnya.

"Yuri..." panggilnya sekali lagi.

Ia mendengar suara gelas yang pecah di dapur.

"Yuri..!!" Ryu kaget kemudian ia segera berlari ke dapur.

"Yuri? Sedang apa kau disini?"

"Oh..e selamat pagi Ryu, kau terbangun ya? Maaf, aku haus ingin minum susu tapi gelasnya tidak sengaja terjatuh dan.."

"Jangan sentuh itu, biar ku bersihkan."

Ryu memaksa Yuri duduk di kursi meja makan lalu segera berjongkok kemudian membersihkan pecahan gelas yang berserakan di lantai.

"Seharusnya kau membangunkan ku tadi."

"Aku tidak mau mengganggu, lagi pula aku sudah sehat."

Ryu berdiri memasukan pecahan gelas ke dalam tempat sampah kemudian mencuci tangannya.

"Sudah sehat?" tanya Ryu.

Yuri mengangguk.

"Sudah tidak pusing?" tanya Ryu lagi.

Yuri mengangguk lagi.

"Benar?"

"Benar, aku sudah sehat Ryu.."

"Hmm..coba ku pegang dahimu, syukurlah panasnya sudah turun."

Ryu tersenyum senang sambil memeluk Yuri dari samping.

"Ryu le-lepas..."

Early weddingWhere stories live. Discover now