Chapter 2W

13.6K 229 29
                                    

"Ryu, kau terla...what?!" Kenzie menghentikan makiannya.

Yoshi menabrak punggung Kenzie karena tiba-tiba temannya itu berhenti berjalan.

Sambil mengelus keningnya Yoshi berkata, "aww, kenapa berhenti tiba-tiba? Kepalamu keras sekali. Sakit tau?"

"Ryu tidak ada disini. Lihat, mereka tidur satu ruangan?" tanya Kenzie tidak percaya pada apa yang telah di lihatnya.

"Apa? awas, minggir sedi-kit..."

Yoshi berjalan melewati Kenzie.

Beberapa kali ia mengucek matanya sampai akhirnya memutuskan untuk berjalan mengelilingi kamar.

"Benar-benar tidak ada tembok pembatasnya."

"Tempat tidurnya ada dua?"

"Emm..ya, ada dua. Boneka ini pasti punya Yuri." kata Yoshi menegaskan.

ia menyentuh hidung boneka Yuri sambil berkata dihati, "hmm..ternyata perkiraanku benar".

"Tapi bukankah pintunya ada dua?!" Kenzie masih tidak percaya.

"Ya, pintunya ada dua. lemari, meja belajarnya juga ada dua. Hanya saja...ruangan ini tidak ada tembok pembatasnya, benar-benar tidak ada."

Yoshi berjalan bolak balik untuk memastikan.

"Apa aku sedang bermimpi? Yoshi tolong pukul aku, pukul..!" seru Kenzie tidak sabar.

'Buuuk...'

Yoshi memukul perut Kenzie hingga terjatuh.

"Sakit?"

"Cih, kenapa kau memukulku keras-keras hah?!" sewot Kenzie.

Yoshi tersenyum sambil membantu temannya berdiri, "aku anggap jawabanmu 'iya' Berarti kau tidak sedang bermimpi tuan Hiromasa Kenzie."

Kenzie tidak menjawab, ia masih meringis.

"Yuri, tolong ambilkan handuk!!"

"Sstt...diam-diam, itu seperti suara?"

"Ryu!" pekik mereka bersamaan.

"Yuri tolong cepat sedikit, aku mulai kedinginan!" teriak Ryu sekali lagi.

Kebiasaan buruk, lagi-lagi ia lupa membawa handuknya ke kamar mandi.

"Kok sepi? Apa Yuri tidur? Wah celaka."

Ryu menepuk keningnya setelah merasa tidak mendengar jawaban apapun dari istrinya.

Biasanya Yuri akan berteriak kesal kepadanya karena ia selalu lupa membawa handuk bila hendak mandi.

'Tok-tok-tok'

Pintu kamar mandi di ketuk. Ryu merasakan kejanggalan yang kedua.

"Sejak kapan istriku mengetuk pintu kamar mandi? Biasanya ia akan berteriak memanggil namaku. Apa dia sedang marah padaku?" tanya Ryu di hati.

'Tok-tok-tok'

Sebelum membuka pintu Ryu kembali berpikir. Sebuah perkiraan terlintas di otaknya, mungkin saat ini istrinya itu hendak mengerjainya.

Senyuman jahil tiba-tiba terlukis sempurna di wajahnya.

Ryu membuka pintu perlahan. Kepalanya mengintip sedikit. Sebuah handuk biru muda berada tepat di hadapannya.

Sambil tersenyum super jahil, Ryu menarik masuk handuk berikut tangan orang yang memegangnya.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

"Huwaaa....!!"

'Bak-Buk-Bak-Buk-Brak'

"Aaggh..."

'Bak-Buk-Brak-Brak-Bak-Buk-Bak-Buk-brak'

"Aaww, ampun-ampun-aww...tolong..!!"

Kenzie dan Toru menelan ludah pelan mendengarnya.

Mereka tahu, siapa yang berteriak-teriak minta tolong dari dalam kamar mandi.

Tak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka.

Sebelah mata Yoshi nampak membiru, ia keluar dari kamar mandi sambil memegangi pinggang dan perutnya.

Sebelum keluar dari kamar mandi Ryu melilitkan handuk di pinggangnya. Ia cepat-cepat menyusul langkah Yoshi untuk memapahnya.

"Yuri?!" seru Ryu.

Ia menghempaskan teman yang dipapahnya begitu saja karena kaget.

Sekali lagi Yoshi meringis kesakitan.

Ryu berlari mendekati Yuri yang tengah terbaring di atas sofa putih ruang santai.

"Matanya tertutup, dia..."

"Dia hanya pingsan, tidak usah khawatir" kata Toru menenangkan, baru kali ini ia melihat wajah Ryu tegang karena cemas seperti ini.

Mata hitamnya menjadi sayu mendengar kata-kata temannya.

"Yuri, bangun. Apa kau mendengarku? Bangunlah, jangan buat aku menjadi cemas. Ayo bangun, aku mohon bangunlah," bisik Ryu di telinga Yuri.

"Ryu tenanglah, dia hanya pingsan. Sebentar lagi juga siuman, kita tunggu saja."

Toru kembali menenangkan kemudian menariknya duduk di sebelah Yoshi.

Seakan kekuatannya melemah, Ryu menyandarkan kepalanya di sofa.

Matanya terus menatap cemas ke arah Yuri yang masih terbaring pingsan di dekatnya.

"Aww...pake perasaan dong!" teriak Yoshi.

"Iya-iya, cerewet" gerutu Kenzie sambil kembali menempelkan handuk yang basah oleh air es di sebelah mata Yoshi.

Ryu melirik Yoshi.

"Maaf yah, kau membuat aku kaget tadi."

Yoshi berusaha tersenyum, tangannya menepuk-nepuk pudak Ryu. Tadi Ryu benar-benar kaget saat tahu bahwa yang di tariknya masuk itu seorang pria, bukan istrinya. Beberapa jurus karate pun keluar menghajar si pria sampai Ryu tersadar bahwa orang yang dipukulinya ini adalah sahabatnya sendiri.

"Jadi, kau tinggal seatap Seatap dengannya?" tanya Kenzie hati-hati.

Ryu tidak menjawab, ia yakin teman-temannya sudah tahu yang sebenarnya.

"Kau berani tinggal dengan gadis remaja yang baru kau kenal tanpa ikatan?" Yoshi bertanya.

Ryu kembali melirik Yoshi. Mau bagaimana lagi, rahasianya telah terbongkar.

"Kami sudah menikah."

"Apa?!" pekik ketiga temannya bersamaan.

"Kami sudah menikah, tiga hari sebelum libur musim panas kemarin berakhir."

Hening, ketiga teman Ryu masih memproses kata-kata yang baru saja mereka dengar.

"Ha..ha..kau jangan bergurau Ryu, dia itu masih kecil. Lagi pula bukankah kau baru mengenalnya?" suara tawa Yoshi membuat Ryu meliriknya tajam.

Yoshi yang melihatnya pelan-pelan menghentikan tawa pura-puranya.

"Bagaimana bisa? Setahuku kalian belum pernah pacaran bukan?" tanya Kenzie tidak percaya.

"Benar, sejak dulu kau tidak pernah punya kekasih bukan?" Toru ikut-ikutan bertanya.

"Memang."

Ryu berdiri menghampiri Yuri.

"Lalu?"

"Orang tua kami yang merencanakannya. Aku diberitahu mendadak, begitu juga dia."

Early weddingWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu