Vol 3 halaman 21

11.7K 208 14
                                    

Sungguh jawaban yang mengesalkan menurutnya.

Bagaimana tidak? Tadi malam dalam keadaan demam tinggi pun, Ryu masih saja berkata 'aku baik-baik saja'.

"Tidak tahu apa kalau aku itu khawatir? Hmm, Awas saja nanti, awas kau Ryu ...!" tanpa sadar Yuri menggerutu sambil menggigiti ponselnya dengan gemas.

Sudah lebih dari sepuluh kali Yuri bertanya pada Ryu tentang keadaannya. Namun jawaban yang didapat oleh Yuri selalu saja sama.

Diam-diam Yoshi tertawa kecil melihatnya.

"Apa?" tanya Yuri karena merasa ditertawakan.

"Tidak. Emm ... Yuri selain cantik ternyata kau itu sangat lucu yah? pantas saja Ryu menyukaimu."

Mata Yuri langsung jadi mendelik galak pada Yoshi karena mendengar kata-katanya.

"ups ... Ampun, aku hanya bercanda," Yoshi merajuk.

Kedua tangannya diangkat keatas seperti orang yang sedang ditodong senjata.

Yuri jadi tidak dapat menahan tawanya melihat gaya Yoshi yang lagi-lagi dibuat-buat.

"Ah, syukurlah. Aku kira kau akan menamparku lagi," Yoshi menghela napas lega.

Yuri tersenyum kecil, "maaf, salah sendiri. Siapa yang tahu kalau waktu itu kau mau menyentuh kalungku ini."

Yoshi menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, sampai sekarang tidak ada yang tahu kalau Yuri telah menamparnya tempo hari.

"O ya, kenapa kau bisa ada disini?" tanya Yuri mengalihkan pembicaraan.

Yoshi segera menutupi kekagetannya dengan menyalakan musik, "emm, kebetulan lewat saja," katanya sebagai alasan kemudian ia menjalankan mobilnya perlahan.

"Oh ..." jawab Yuri pendek sambil memasang sabuk pengamannya.

Diam-diam sebuah senyuman kecil muncul dibibir Yoshi, kala dari kaca spion ia melihat Sachiko tengah menendang ban mobilnya dengan kesal.

Tadi Yoshi tidak sengaja mengetahui Sachiko juga tengah membuntuti Yuri.

Ia yakin sekarang wanita itu tengah marah-marah karena melihat dirinya bergerak lebih cepat untuk membawa Yuri pulang keapartemennya.

"Ah, wanita itu. Apa yang tengah direncanakannya sekarang? Kasihan Yuri, keselamatannya jadi terancam," kata Yoshi dihati sambil melirik Yuri yang tengah sibuk dengan ponselnya.

Setelah memakan waktu kurang lebih sepuluh menit, mobil Yoshi tiba di halaman gedung apartemen.

"Tidak akan mampir dulu?" tanya Yuri berbasa-basi.

"Besok saja, sekalian membawa tugas-tugas kuliah. Katakan pada Ryu, lekaslah sembuh. Supaya ujian minggu depan aku bisa selamat," Yoshi tersenyum penuh arti.

Di kampus ia satu jurusan dan selalu satu kelas dengan Ryu.

"Selamat? Selamat dari apa?" tanya Yuri tidak mengerti.

Yoshi tertawa, "katakan saja seperti itu pada Ryu. Ayo cepat masuk, salju sudah mulai turun."

"Ah iya, terimakasih yah sudah mengantarku."

Yoshi menjawabnya dengan lambaian tangan.

Ia membalikan mobilnya dihalaman, kemudian pergi setelah melihat Yuri masuk ke pintu utama gedung.

Tidak jauh dari sana seorang gadis berambut ikal panjang tampak sibuk mengawasi.

Sesekali ia mengosok-gosok tangannya untuk mengusir hawa dingin.

Ia berdiri sejenak menunggu mobil yang tadi membawa Yuri pergi melewati gerbang.

Setelah memastikan aman keadaan sekitarnya, dengan tergesa-gesa ia berjalan masuk ke gedung mengikuti Yuri.

Jantungnya berdebar kencang saat melihat banyak security yang tengah berjaga didalam gedung.

Sungguh mengherankan pikirnya. Memangnya siapa saja yang tinggal di apartemen ini? sampai-sampai penjagaannya pun sangat ketat, tanya hatinya.

Ia merasa sangat gugup, mengikuti orang seperti ini adalah hal yang baru dalam hidupnya.

Senormal mungkin gadis berjaket itu berjalan melewati dua penjaga pintu masuk utama.

Ia bernyanyi-nyanyi kecil untuk mengusir rasa tegangnya.

Tetapi itu tidak berlangsung lama, "ah, itu Yuri? Bagaimana ini? panik gadis itu saat melihat Yuri berada hanya beberapa meter dari tempatnya berdiri.

Yuri tampak tengah menyapa seorang laki-laki paruh baya bertubuh gendut dan berkepala agak botak tepat didepan lift.

Gadis itu cepat-cepat memutar otak, agar Yuri tidak menyadari kehadirannya.

Gadis itu akhirnya memilih berjongkok pura-pura membenarkan tali sepatunya.

Ia terus memerhatikan Yuri dari sudut matanya.

Tidak lama kemudian, pintu lift pun terbuka.

Ia bergegas berdiri karena melihat Yuri telah masuk kedalam lift.

"Selamat sore, maaf nona, ada yang bisa kami bantu?" tanya seorang security dengan tatapan curiga.

Gadis itu hampir meloncat karena kaget, berkali-kali ia mengelus dadanya.

Tatapan security itu membuatnya takut.

"Nona?"

"Hah? A-apa? A-aku ... Aku ..."

Kedua alis security itu bertaut, karena mendengar suara bergetar gadis yang tegurnya.

"A-aku ..." gadis itu semakin gugup, ia kesulitan berkata-kata.

Otaknya kembali berpikir cepat. Sepasang mata security dihadapannya ini mulai menajam.

Tidak ada pilihan lain yang muncul di kepalanya.

Dalam hati gadis itu mulai menghitung mundur, "tiga ... siapapun tolong aku," matanya yang sudah mulai berkaca-kaca melirik sekitar.

Beberapa security yang lain mulai berjalan menghampirinya.

Gadis itu semakin ketakutan dalam hati ia kembali berkata, "dua ... Ah tidak, mati aku ...! Bagaimana ini?! Kyaa ... sa ... tu ... Yuri chan..!"

Gadis itu berlari secepat mungkin.

"Penyusup ...! Gadis itu penyusup...!" seru salah satu security sambil meniup pluitnya berkali-kali.

Gadis itu semakin panik, "aduh, bagaimana ini? Huh ... hah ... tenang, tenanglah Mine ..." katanya menguatkan diri sendiri.

Ia terus berlari, menghindar dari kejaran para security.

Naas jalan yang diambilnya buntu, hanya ada satu pintu disana. Tanpa pikir panjang Mine masuk kedalamnya.

"Yuri chan ... Tolong aku ... Hiks...hiks..."

Mine mulai menangis.

Early weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang