Chapter 1y

14.4K 237 9
                                    

--->

Yuri mulai kesal menunggu Kobe. Sudah hampir setengah jam Kobe belum juga kembali. Entah kemana perginya bocah itu, Yuri mulai berpikir jangan-jangan Kobe meninggalkannya sendiri di tempat ini.

"Awas saja, kau bocah usil..!! kalau dalam waktu lima menit belum kembali, lihat saja..!!"

Yuri menggigit bandul kalungnya dengan gemas.

Pandangannya tidak lepas dari sosok Ryu yang masih membaca bukunya sambil bersenda gurau dengan ketiga temannya.

Sudah beberapa kali Ryu bolak-balik membaca selembar halaman dari bukunya itu, tapi entah kenapa tiada satu huruf pun yang masuk keotaknya.

Beberapa kali Ryu mencuri pandang memperhatikan sekitarnya, namun yang dilihatnya hanya orang-orang yang berlalu-lalang dan sekelompok wanita yang terus mencari-cari perhatiannya.

"Kenapa aku ini?" guman Ryu, dari tadi ia terus memikirkan Yuri.

"Hei Ryu, dua lawan dua!!" teriak salah satu temannya, mengagetkan Ryu.

"Aku tidak pandai bermain basket" kata Ryu seraya melepas kacamatanya kemudian meregangkan otot tangannya. Ia masih teringat pertandingannya dengan Kobe siang tadi.

Ketiga temannya tertawa mendengar kata-kata Ryu.

"Tidak pernah berubah, kau selalu mengatakan aku tidak pandai."

"Hei, teman kita ini memang tidak pandai. Apalagi dalam hal merayu wanita."

"Ha...ha..ha.. Kau benar, kita lihat saja nanti, apakah dia akan menghadiri pesta ulangtahunku minggu depan dengan mengajak ibunya lagi?"

"Diamlah, ibuku wanita juga. Kau tidak mengatakan aku tidak boleh mengajak ibuku bukan?" Ryu tersenyum sambil menggulung lengan bajunya.

"Memang aku tidak mengatakannya, tapi yang benar saja. Pokoknya minggu depan kau harus datang bersama seorang wanita tapi ingat jangan ibumu lagi."

"Makannya, cari pacar. Apa perlu kami carikan?" tanya salah satu temannya sambil melirik para wanita yang berkumpul di dekat lapangan.

Ryu hanya tersenyum mendengarnya, kemudian mulai merebut bola dari temannya.

Yuri yang samar-samar mendengar pembicaraan mereka, tertawa kecil membayangkan Ryu yang mengajak ibu mertuanya menghadiri pesta anak muda.

"Benarkah yang aku dengar ini? Berarti Ryu tidak bohong padaku saat mengatakan 'aku baru sedekat ini dengan wanita'. Jadi untuk apa aku khawatir melihat mereka semua? Dasar para makhluk genit, suamiku tidak akan tergoda. Oops, tidak-tidak kenapa aku lancar sekali menyebutnya dengan sebutan itu. Ya ampun, Yuri sadarlah-sadar..."

Beberapa orang yang kebetulan melewati pohon tempat Yuri bersembunyi memandang aneh dan mengurut dada melihat Yuri berbicara sendiri sambil menepuk-nepuk pelan pipinya.

"Hei, ngapain liat-liat?" sewot Yuri.

Yang di tanya malah bergidik kemudian langsung berlari meninggalkan Yuri.

"Dasar orang aneh" guman Yuri sambil melihat orang-orang yang berlari meninggalkannya kemudian memperhatikan Ryu kembali.

Memang tidak salah para wanita itu mencari cara untuk mendekati Ryu dan ketiga temannya. Mereka berempat memang memiliki wajah yang tampan dan portur tubuh yang tinggi.

Yuri memerhatikan ketiga teman Ryu satu persatu. Masing-masing mempunyai ciri khas tersendiri.

Ada yang berambut coklat panjang sebahu dengan mata sipit yang tajam dan senyum yang menawan. Ada yang berambut hitam dan agak ikal dengan mata tidak terlalu sipit dan tubuh berotot. Kemudian yang seorang lagi berkulit sangat putih dengan rambut coklat berponi. Matanya bulat dan berbadan agak kurus. Semuanya memiliki senyum yang dapat melelehkan hati wanita dan membuatnya mematung dengan tatapan matanya.

Untuk kesekian kalinya Yuri melihat jam yang ada di atas menara. Jarum jam sudah menunjukan pukul empat sore.

"Huh...kemana sih perginya bocah itu?"

Yuri tidak tahan lagi menunggu. Setelah beberapa saat mempertimbangkan dan kembali memerhatikan Ryu, ia memutuskan untuk pergi mencari Kobe.

Yuri berjalan menjauhi lapangan itu kemudian mulai berkeliling menapaki setiap sudut universitas ini.

Sudah kurang lebih satu jam Yuri mencari, tapi Kobe tidak juga ketemu.

Semua toilet sudah di datangi, perpustakaan, gedung seni, ruang musik, aula, gedung laboratorium dan kantin juga tidak terlewatkan. Yuri tidak kuat lagi mencari, dengan langkah gontai ia memutuskan untuk pulang sendiri.

"Sunbae aku mohon, jangan tinggalkan aku. Terimalah cintaku" suara seorang gadis di dekatnya membuat Yuri menghentikan langkah kakinya.

Wajah Yuri berubah tegang melihat Seorang gadis cantik dengan rambut tergerai sampai punggungnya menangis sambil memeluk erat seorang pria yang dikenalnya dari arah belakang.

"Ryu..." lirih Yuri yang berdiri kurang lebih lima langkah di hadapannya.

Ryu terpaku di tempatnya, berkali-kali ia memandang Yuri dari atas ke bawah. Beberapa kali Ryu juga mengerjap-ngerjap matanya karena tidak percaya pada pandangannya.

"Kakak ipar kau kemana saja?" Kobe datang dari arah lain tanpa memerhatikan sekitarnya. Wajahnya berkeringat dan nampak khawatir.

Yuri mengabaikan Kobe, ia mundur selangkah demi selangkah, matanya berkaca-kaca dan terus memandang lurus ke wajah Ryu yang masih terkejut.

Kemudian Yuri berlari meninggalkan Ryu yang masih mematung dan Kobe yang terkejut karena baru memerhatikan keadaan sekitar setelah mengikuti arah pandang Yuri.

"Ryu...ka-kau... Sial, kakak ipar tunggu aku!!" teriak Kobe setelah mengacak rambutnya.

Ryu merasa otaknya menjadi lambat, setelah beberapa saat napasnya memburu kemudian perlahan ia melepaskan diri dari pelukan gadis itu kemudian berlari menyusul Kobe tanpa menghiraukan keadaan gadis yang ditinggalkannya.

"Pembohong, pembohong..." guman Yuri sambil terus berlari secepat yang ia bisa.

Early weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang