Vol 3 halaman 9

11.9K 203 2
                                    

Dalam hitungan detik, sepasang mata wanita itu terbuka liar.

Bibirnya yang terpoles lipstik tebal tersenyum tanpa beban.

Sebelah tangannya yang berada di balik punggung mulai bergerak mengambil ancang-ancang.

"Hmm ... hadiah akhir musim gugur untukmu gadis kecil ...."

'Breett'

"Nona Yoroshii?"

Suara pelayan yang tiba-tiba terdengar tidak jauh dari sana membuat tubuhnya kaku tidak bergerak.

"Nona, nona Yoroshii ..." panggil pelayan itu sekali lagi.

Wajah wanita itu pucat pasi, dengan gugup ia memberanikan diri menoleh ke belakang sambil menarik kembali pisau yang ada ditangannya.

Seorang pelayan wanita berdiri tepat dihadapan meja gadis sasarannya dengan wajah khawatir kemudian pelayan itu berlalu sejenak dari sana.

"Ah, beruntungnya ..." cepat-cepat wanita itu melipat pisaunya kembali.

Dahinya berkerut-kerut melihat kepala gadis incarannya tergeletak lemah di atas meja.

Perasaannya mengatakan pisau yang dipegangnya ini tadi belum menyentuh sasarannya, "namun ...."

Segera ia memeriksa mata pisau yang berada ditangannya.

Darah, entah mengapa senyumnya mengembang kala melihat ada darah di mata pisaunya.

Ia bergegas beranjak pergi dari tempat duduknya.

Baru juga lima langkah, kakinya tiba-tiba berhenti seakan terpaku.

"Nona Yoroshii ... nona, nona Yoroshii? Anda baik-baik saja? Apa anda tertidur?"

Wanita itu membalikan badannya yang langsing sekali lagi saat pelayan yang tadi, kembali mendekati meja gadis incarannya.

Matanya perlahan membulat saat dengan penuh kesadaran ia mendengar pelayan tadi memangil gadis itu dengan sebutan nona Yoroshii.

"No-nona Yoroshii?" gumannya agak panik.

"A-apa katanya, ia no-nona Yoroshii?" suaranya pelan bergetar.

Mata sipitnya tidak lepas dari kepala yang nampak lemas di atas meja.

"Maaf permisi," seorang pelayan lain berjalan melewatinya.

"Bagaimana?" tanya pelayan itu pada temannya.

Sebagai jawaban temannya hanya mengangkat kedua bahunya tanda tidak tahu.

"Nona Yoroshii, nona bangunlah, apa anda mendengarku? Nona Yoroshii ..." pelayan itu menepuk-nepuk pipi pelangannya pelan.

Wanita itu semakin panik melihat orang yang dipanggil nona Yoroshii tidak kunjung bergerak walau pipinya telah ditepuk-tepuk seperti itu.

Selangkah demi selangkah ia mundur kemudian melangkah keluar setelah meletakan beberapa lembar uang Yen di meja kasir.

Rasa panik yang menyerangnya membuat wanita itu lari cepat-cepat.

"Nona Yoroshii? Ti-tidak, tidak mungkin, bukankah Ryu anak tunggal? Bagaimana bisa ada Yoroshii lain?" pikirnya dengan gugup di dalam mobilnya.

"Ah, sial ...! Kenapa aku baru ingat, bukankah Ryu punya seorang sepupu? Ja-jadi gadis itu sepupunya? Tidak--tidak mungkin pasti ini salah, ini tidak mungkin. Aku yakin tatapan Ryu berbeda padanya, aku yakin itu, sangat yakin tapi ... tidak ...! Ini tidak mungkin, apa yang aku lakukan tadi? Apa yang sudah aku lakukan ...?! Ah, berengsek bodoh-bodoh-bodoh!!" makinya sambil memukuli stir mobilnya.

Kaki panjangnya segera menginjak pedal gas mobilnya dalam-dalam, meninggalkan tempat itu dengan penuh kepanikan.

Ia telah melukai sepupu Ryu pikirnya.

---

Sementara itu, Ryu terus berlari tanpa arah. Mobilnya ditinggalkan begitu saja di halaman gedung apartemen.

"Yuri, kau dimana?!" teriaknya putus asa saat kakinya menginjak sebuah taman sakura yang terletak cukup jauh dari apartemennya.

Ia tidak menghiraukan orang-orang yang menyangkanya tidak waras karena telah berteriak di tempat umum.

Mata hitamnya bergerak ke seluruh penjuru taman, ke sepanjang jalan meneliti setiap orang yang ada disekitarnya.

Suara ponselnya yang berbunyi membuat wajahnya bersinar penuh harap.

"Yuri?"

"Bukan, ini aku Kenzie."

Ryu mendesah kecewa.

"Bagaimana? Sudah ketemu?"

"Belum," jawab Ryu lemas.

"Yoshi, Kobe dan Toru juga belum menemukannya. Nanti aku telepon lagi ok?"

"Hmm ..."

Ryu meremas rambutnya frustasi.

Kecemasannya terhadap Yuri sudah tidak dapat terlukiskan lagi.

Ia teringat kembali pada kejadian pagi tadi.

Sebuah pikiran tiba-tiba terbesit dibenaknya.

Mungkin wanita itu sakit hati atas perlakuannya tadi kemudian memutuskan membawa Yuri pergi.

Tadi pagi Ryu terpaksa menyeretnya keluar dari lingkungan sekolah.

Tanpa pikir panjang, Ryu mencari-cari nomor ponsel wanita itu kemudian segera menghubunginya.

---

Wanita itu terkejut saat tiba-tiba dering ponselnya berbunyi.

Tanpa sadar ia segera mengerem mobilnya saat melihat nama siapa yang tertera dilayar ponselnya.

Tangannya gemetar memegangi benda ringan dan kecil yang terus menerus berbunyi itu.

Wajahnya bingung dan panik.

Normalnya ia akan melonjak senang atau mungkin akan berpesta tujuh hari tujuh malam untuk merayakan hal ini karena setelah sekian lama Ryu akhirnya menghubunginya juga.

Bertahun-tahun ia menunggu saat-saat ini.

Tapi sekarang, semua terasa berbeda.

Rasa bersalah dan ketakutan tengah menghantuinya.

Terbayang kembali wajah orang yang dipanggil nona Yoroshii tadi.

Entah bagaimana nasibnya sekarang, Ryu pasti akan memberi perhitungan atas apa yang telah ia lakukan pada sepupunya itu pikirnya.

Tubuhnya semakin gemetar ketakutan kala pikiran-pikiran itu menyerangnya. Ponselnya juga tidak berhenti berbunyi.

Segera saja ia membanting ponselnya ke tengah jalan. Membiarkan ponsel mahalnya hancur terlindas kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang.

---

Ryu menatap layar ponselnya berkali-kali.

Tangannya bergerak memijit keningnya sendiri saat nomor wanita itu jadi tidak bisa dihubungi.

Ia sudah lelah, kepalanya terasa pusing namun kekhawatirannya membuat ia kembali berlari untuk mencari istrinya.

*

Early weddingWhere stories live. Discover now