Chapter 2c

15K 238 8
                                    

***

Siang hari dimusim gugur. Yuri duduk sendiri di atas ayunan kayu yang terletak di balkon sambil membaca salah satu buku pelajarannya. Jam sudah menunjukan pukul tiga sore, tapi Ryu belum juga pulang. Padahal bila hari sabtu, biasanya Ryu pulang cepat. Terlebih lagi malam ini mereka akan menghadiri pesta ulang tahun salah satu sahabatnya Ryu.

"Kemana Ryu? Huh..."

Untuk kesekian kalinya Yuri menatap jam tangannya yang berwarna putih bercorak bulat-bulat hitam.

Walaupun tangannya sibuk membolak-balik halaman bukunya, namun tidak ada satu huruf pun yang di bacanya. Ia benar-benar mencemaskan Ryu yang belum juga pulang.

Tiba-tiba saja bayangan seminggu yang lalu muncul di benaknya. Wajah Yuri berubah merona, bibirnya membentuk lengkungan kecil.

"Ciuman pertama dalam hidupku" bisiknya dihati.

Yuri menutup bukunya kemudian memeluknya erat-erat. Hatinya sangat senang tetapi juga malu. Senang karena orang yang mendapatkannya adalah suaminya sekaligus pria yang membuat Yuri merasakan perasaan yang tidak biasa. Sedangkan malu karena, hal itu adalah pertama kali dalam hidupnya. Ia belum pernah sekalipun pacaran. Apalagi disaat Yuri sendiri yang mendekat mencium Ryu. Entah dorongan apa yang membuatnya bersikap seberani itu pada Ryu. Tapi hatinya tidak menyesal, Yuri merasa lega dan bahagia karena tahu Ryu menyukainya.

"Hei, apa yang kau bayangkan?"

Ryu yang tiba-tiba duduk di sampingnya mengagetkan.

"A-apa? Ti-tidak. Huh...kenapa kau selalu mengagetkan ku?!"

Yuri memukul-mukul lengan Ryu.

"Siapa yang mengagetkan?"

"Hmm...kau."

"Aku? Aku tidak mengagetkan."

"Kau baru saja mengagetkan."

"O ya? Kalau begitu, mendekatlah."

"Kau mau apa?!"

"Menenangkan orang kaget, kemarilah..."

Ryu tersenyum kecil sambil merentangkan tangannya, Yuri mendelik.

"Sekarang sudah tidak kaget" kata Yuri cemberut.

"Siapa?"

"AKU!!!" teriak Yuri kesal.

Ryu memerhatikan wajah Yuri sejenak kemudian mengulum senyumnya.

"Benarkah? Emm... Aku tidak percaya. Ayolah kemari, aku ingin memelukmu sebentar-saja."

"Eit, jangan mendekat. Kau bau, sana-sana mandi."

Yuri menutup hidungnya sambil turun dari ayunan menjauhi Ryu. Sejenak Ryu mencium pakaiannya sendiri.

"Hmm... Ini bau laki-laki Yuri."

"Maka dari itu, cepat mandi sana. Kaosmu juga basah oleh keringat."

"Benar juga, eh ngomong-ngomong, aku lapar."

"Iya nanti segera ku siapkan. Sekarang kau harus mandi dulu," paksa Yuri.

"Baiklah, apapun untukmu istriku."

Ryu bangkit berdiri kemudian melepas kaos putihnya.

"Kyaa...! Kebiasaan, jangan membuka pakaian di sembarangan tepat!!"

Yuri berteriak melihat Ryu sambil menutupi wajahnya yang kembali merona dengan kedua tangan. Badan Ryu sedikit berotot, Yuri selalu berteriak bila melihat Ryu bertelanjang dada.

"Dasar laki-laki" kata Yuri di hati.

Ryu hanya tersenyum geli tanpa mengatakan apa-apa. Ia merasa sedikit heran sudah sebulan lebih mereka tinggal bersama tapi mengapa Yuri belum juga terbiasa melihatnya berkeliaran dirumah dengan bertelanjang dada? Pikirnya.

Ryu segera masuk ke kamar mandi sedangkan Yuri mulai memasak.

Setelah beberapa menit berlalu.

"Yuri tolong ambilkan handuk" teriak Ryu dari kamar mandi.

"Ambil saja sendiri" balas Yuri dari dapur.

"Benarkah boleh? Aku sama sekali tidak memakai pakaian," Ryu berteriak kembali.

Yuri menghela napas kesal mendengarnya.

"Kenapa kau senang sekali membuatku kesal suamiku," gerutu Yuri sambil mengambil handuk kemudian berjalan mendekati pintu kamar mandi.

"Ini handuknya"

Yuri cemberut, kepala Ryu yang masih basah muncul dari balik pintu kamar mandi yang sedikit terbuka.

"Terimakasih."

Riyu cepat-cepat mengambilnya. Setelah melempar senyuman jahilnya ia menutup pintu kemudian segera berjalan ke kamarnya.

"Hmm... Wangi sekali, masak apa nih?"

Ryu mendekati Yuri didapur sambil mengeringkan rambut hitamnya.

"Hanya ada nasi, tempura dan sup jagung. aku lupa memeriksa persedian makanan kita."

"Kelihatannya enak, tidak apa-apa ini juga sudah cukup. Kalau begitu besok kita pergi belanja. Maafkan aku karena selalu tidak sempat mengantarmu berbelanja."

"Tidak apa-apa. Aku mengerti kau mulai sibuk belajar karena mengambil jurusan baru itu."

Bulan ini Ryu mulai mengambil jurusan impiannya setelah mendapat izin dari orang tua. Ia ingin menjadi seorang arsitektur, sedangkan ayahnya mengingikan Ryu menjadi pembisnis handal untuk meneruskan perusahaan keluarga. Sehingga jadwal kuliah Ryu sangat padat karena dua jurusan berbeda yang di ambilnya.

Ryu mengantung handuknya di belakang pintu kamar mandi lalu membantu Yuri membawakan piring-piring berisi masakan buatan Yuri ke atas meja makan. Lalu mereka berdua mulai menikmati makanannya.

"Yuri, apa kau tidak kelelahan karena setiap hari harus memasak untukku? Kalau kau mau aku akan meminta ibu untuk mengirimkan beberapa pelayan dari Kyoto untuk membantumu."

"Tidak perlu, aku senang bisa memasak untukmu. Ibu juga selalu memasak makanan untuk ayah dan aku. Walau kadang-kadang masakannya tampak aneh karena gosong."

Yuri tertawa kecil mengingat ibunya. Walaupun ayah Yuri seorang duta besar, ibunya selalu menyiapkan makanan untuk mereka. Hanya ada beberapa pelayan saja yang membantu ibunya membereskan rumah dan mengurus kebun.

"Aku juga senang, memakan masakanmu. Terimakasih karena sudah mau memasak untukku."

Yuri tersenyum mendengarnya.

Ia merasa senang karena Ryu menyukai masakannya.

Ayah ryu seorang pengusaha baja yang sudah maju. Perusahaan dan rumahnya terletak di daerah Kyoto. Walaupun banyak pelayan yang melayaninya di rumah.

--->

Early weddingΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα