"Em Dania Lilis Erfan ini nggak seperti yang kalian liat." Citra berkeringat dingin
Erfan melangkah maju dan merampas kasar ranselnya.
"Lo udah bully dia. Sekarang mau nyuri barang-barangnya. Besok apa lagi?" teriak Erfan
"Enggak Fan. Gue..."
"ANJING BANGSAT LO!" Citra tertunduk dibuatnya. Ia tak berkutik sedikitpun hingga Erfan mengeluarkan beberapa baju Dania yang sudah ada dalam tas nya.
"Apapun yang bakal lo lakuin selanjutnya. Lo wajib berhadapan sama gue!" Erfan menunjuk ke hadapan wajahnya. Ini amarah Erfan yang baru pertama kali Dania lihat.
Dania maju karena merasa kasihan pada Citra, namun jemari Lilis menghalanginya.
"Udah lo diem aja." kata Lilis tersenyum
"BUKANNYA LILIS JUGA ADA SANGKUT PAUTNYA SAMA BULLYAN DANIA?" kini Citra melangkah maju untuk sedikit membela dirinya.
"Nggak usah nyari kesalahan orang lain demi menutupi kesalahan lo! Lagian gue udah tau apa yang Lilis perbuat." Erfan menjawab
"TERMASUK OBAT BIUS?"
Erfan terdiam lalu menatap Lilis. Begitupun Dania ikut melirik.
Lilis kikuk. Ia melepaskan jemarinya dari lengan Dania dan mulai berkeringat.
"Lis?" Erfan meyakinkan
"Em... Sebenernya..."
"Iya itu obat bius yang mau dia taburin ke makanannya Dania. Tapi sayang kayaknya dia udah kepergok duluan."
Lilis melotot. Dania mengingat kejadian tadi siang di kantin.
"Jadi obat yang tadi itu?" Dania terkejut. Ternyata obat yang jatuh dari genggaman Lilis di kantin itu obat bius untuknya. Pantas saja tadi Lilis langsung menghindar saat sebuah pertanyaan terlontar dari mulut Dania.
Lilis segera berlutut dibawah kaki Erfan.
"Lo ngapain berlutut ke gue? Harusnya ke Dania lah!" kata Erfan
Lilis menangis. Citra malah senyum sinis. Dania serba salah. Ia merasa iba bahkan merasa kesal juga.
"Maafin guee..." Lilis bangkit lalu menghampiri Dania dan mendorongnya hingga Dania terpental ke luar kamar.
"INI SEMUA GARA-GARA LO DANIA PUTRI!" teriak Lilis seraya mengeluarkan pisau buah dari saku jaketnya. Erfan diamankan Citra. Pisau itu semakin mendekat ke tubuh Dania yang tersungkur lemas.
"Lis sadar! Lo nggak boleh kayak gini." Dania semakin melangkah mundur.
Lilis tersenyum nihil. Pisau itu terus saja ia mainkan. Lalu ia memulai gerakan. Pisau itu segera melayang ke dadanya Dania.
Erfan berhasil lolos dari tahanan Citra dan berlari mendekati Dania.
Jleb.
Pisau itu terhunus ke dalam dada dibalik seragam putih yang kini berlumuran darah. Sedangkan Erfan yang sehabis muncak hanya memakai kaus abu beserta jaket hitam favoritnya. Lalu siapa?
"RAHMATTTTT!" teriak Dania melepaskan pelukan Erfan yang beberapa detik sebelumnya mendarat di tubuhnya. Rahmat melamun lemas sembari menahan pisau yang masih menusuk di dadanya.
Lilis bingung. Ia mengacak rambutnya dan berteriak sekencangnya. Ia menatap Citra. Dilihatnya dia hanya melamun dan menatap takut dirinya.
Lilis berlari keluar dari rumah itu dan melarikan diri.
"Rahmattttt!" isak tangis Dania dibalik tatapan sayu Erfan padanya.
•••
Rahmat sudah dilarikan ke rumah sakit. Erfan merasa harga dirinya terlukai. Kenapa nggak dia aja yang ketusuk? Kenapa Rahmat tiba-tiba datang dan nyelesain semuanya? Kenapa?
"Kenapa Lilis jadi semarah itu?" bisik Erfan
"Apa Fan?" tanya Dania yang duduk disampingnya di sebuah sofa rumah sakit.
"Hmm nggakpapa kok. Ini minum lagi susunya mumpung masih anget." Erfan membantu Dania untuk minum lalu setelah itu mengusap lembut rambutnya.
"Dan maafin gue ya belum bisa jadi yang terbaik buat lo."
"Kok ngomong gitu?"
"Gue emang gak guna. Ngelindungin lo dibalik luka yang didapat orang lain."
"Erfan." Dania menarik pipinya yang menyusut ke bawah lalu menatap kedua bola matanya dengan serius.
"Jangan pernah menyesali apa yang udah terjadi."
"Kenapa gak gue aja yang ketusuk?"
"Erfan gue gak mau kehilangan lo."
Deg.
"Bukan berarti gue puas karena Rahmat yang terluka. Tapi memang Allah mengizinkan lo baik-baik aja dan gue bersyukur atas itu."
Deg.
"Dania."
"Hmm?"
"I love you."
Hening sesaat.
Krik.
Krik.
Krik.
"I love you too." jawab Dania tersenyum
Huh.
Hembusan napas kasar itu keluar dari lubang hidung Rahmat yang sedari tadi menguping dibalik pintu ruangannya.
Rahmat menunduk. Dadanya semakin sakit dan sesak saja rasanya.
Sedangkan Citra yang memperhatikan di kursi sebrang.
"Tadinya gue kira Lilis cuma main-main sama pisaunya. Tapi ternyata Dania pantas mendapatkan itu semua."
"Ih minta diuyel aja ini pipi." kata Dania gemas
"Ih sakit tau!"
"Lagian sih udah dikasih tau juga." Dania melepaskan tangannya
"Kasih tau apa? Jawaban love you too yang barusan?"
"Bukan ih. Itu tindik anting kalung. Segalanya dipake. Mau konser?"
"Hehe kan tadi abis muncak."
"Ya tetep aja gue gak suka liatnya."
"Yaudah sini balikin jaket." Erfan mencubit jaketnya yang dipakai Dania sedari tadi. Dania terkekeh kecil.
"Malah ketawa. Eh yang barusan seriusan kan?"
"Yang mana?"
"Yang bahasa inggrisnya aku cinta kamu."
"I love you?"
"I love you too. Yes beneran kan serius?! Asikkk mulai hari ini ya."
Pipi Dania otomatis memerah.
"Ih apaan. Nggak lah barusan kan lo jebak gue."
"Yaudah gue bunuh diri aja."
"Ah iya iya gue serius."
"Asikkkk!" Erfan spontan memeluk seorang wanita yang baru saja resmi jadi pacarnya itu.
•••
Malam guys. Maaf ya part ini gak terlalu panjang kayak biasanya. Untuk double up juga mungkin belum bisa. Jangan kecewa loh ya. See u!