Pendekar Kidal (Cin Cu Ling)...

By JadeLiong

279K 6.4K 69

Lenyapnya Tong Thian Jong, tertua keluarga Tong di Sujwan yang terkenal dengan ilmu senjata rahasia dan racun... More

Jilid 1
Jilid 2
Jilid 3
Jilid 4
Jilid 5
Jilid 6
Jilid 7
Jilid 8
Jilid 9
Jilid 10
Jilid 11
Jilid 12
Jilid 13
Jilid 14
Jilid 15
Jilid 16
Jilid 17
Jilid 18
Jilid 19
Jilid 20
Jilid 21
Jilid 22
Jilid 23
Jilid 24
Jilid 25
Jilid 26
Jilid 27
Jilid 28
Jilid 29
Jilid 30
Jilid 31
Jilid 32
Jilid 33
Jilid 34
Jilid 35
Jilid 36
Jilid 37
Jilid 38
Jilid 39
Jilid 40
Jilid 41
Jilid 42
Jilid 43
Jilid 44
Jilid 45
Jilid 46
Jilid 47
Jilid 48
Jilid 49
Jilid 50
Jilid 51
Jilid 52
Jilid 53
Jilid 54
Jilid 55
Jilid 56
Jilid 57
Jilid 58
Jilid 59
Jilid 60
Jilid 61
Jilid 62
Jilid 63
Jilid 64
Jilid 65
Jilid 66
Jilid 67
Jilid 68
Jilid 69
Jilid 70
Jilid 71
Jilid 72
Jilid 73
Jilid 74
Jilid 75
Jilid 76
Jilid 77
Jilid 78
Jilid 79
Jilid 80
Jilid 81
Jilid 82
Jilid 83
Jilid 84
Jilid 85
Jilid 86
Jilid 87
Jilid 88
Jilid 89
Jilid 90
Jilid 91
Jilid 92
Jilid 93
Jilid 94
Jilid 95
Jilid 96
Jilid 97
Jilid 99
Jilid 100
Jilid 101
Jilid 102
Jilid 103
Jilid 104
Jilid 105
Jilid 106
Jilid 107
Jilid 108
Jilid 109
Jilid 110 (TAMAT)

Jilid 98

1.9K 52 0
By JadeLiong

Setelah melompat turun Tu Hong-sing bergegas maju menarik sebuah kursi dan dipindahnya keluar terus menduduki kursi itu.

"Tu-heng, apa yang kau lakukan?" tanya Yong King-tiong, Diam2 dia sudah kerahkan tenaga pada telapak tangan kiri, bila Tu Hong-sing menunjukkan gerak-gerik yang mencurigakan, segera dia akan memukulnya mampus.

Tu Hong-sing tertawa getir, katanya: "Jiwaku sudah tergenggam di tangan nona Un, sementara Cayhe sendiri belum ingin mati, meja batu ini setelah turun ke bawah, jika kursi ini tidak segera dipindah, dia akan bergerak naik sendiri pula, bila begitu kecuali di atas ada enam orang sekaligus mendorongnya pula dan menunggu lagi meja ini turun, kalau tidak kita selamanya tidak akan bisa naik ke atas."

"O, begitu," ucap Yong King-tiong. Lalu dia pun menarik sebuah kursi serta diduduki, tanyanya:

"Kamar batu ini tiada pintu, cara bagaimana bisa terbuka?"

"Disini ada tiga lapis pintu, Yong-congkoan sudah empat puluh tahun berada di Hek-liong-hwe, berbagai pintu batu yang terpasang di-lorong2 itu pasti sudah apal sekali, demikian juga untuk membuka ketiga lapis pintu di sini, setiap orang Hek-liong-hwe cukup angkat tangan saja untuk membukanya . . . ."

"Lalu untuk apa ketiga keping mata uang emas ini?" tanya Yong King-tiong.

Tu Hong-sing tertawa, katanya: "Ini untuk menjaga bila di dalam Hek-liong-hwe ada pengkhianat atau mata2 musuh, atau para tawanan penting Hek-liong-hwe yang berani menyelundup kemari untuk menolong orang, tentu dia pikir akan bisa membuka pintu disini, tapi diluar tahunya dengan caranya itu sekaligus akan menyentuh alat rahasia yang merupakan perangkap keji, hujan anak panah atau senjata rahasia lainnya akan terjadi, meski orang yang membuka pintu memiliki kepandaian setinggi langit juga jangan harap bisa lolos dari mara bahaya."

"Keji benar perangkapnya," dengus Yong King-tiong, "apa pula gunanya ketiga keping mata uang mas ini?"

"Untuk menjaga supaya alat perangkap itu bekerja, sebelum kita menekan tombol membuka pintu, kita harus masukkan dulu sekeping uang mas ini, alat rahasia itu dibikin bungkam barulah dengan leluasa pintu terbuka dan kita bisa masuk dengan selamat." '

"Di depan Lohu, kuharap Tu-heng tidak bertingkah melakukan sesuatu yang membahayakan jiwamu sendiri," demikian ancam Yong King-tiong.

"Untuk ini Yong-congkoan tak usah kuatir, tadi sudah kubilang, aku belum ingin mati," demikian Tu Hong-sing memberikan janjinya.

"Syukurlah kalau kau tahu diri," ucap Yong King-tiong.

Lalu kepingan uang emas terus diangsurkan kepada Tu Hong-sing, katanya: "Baiklah tolong Tu-heng melakukannya, bukalah ketiga lapis pintu itu satu persatu."

Tu Hong-sing terima ketiga keping uang mas itu dengan tertawa, katanya: "Yong-congkoan terlalu banyak curiga."

"Itulah yang dinamakan lebih baik ber-hati2 menjaga segala kemungkinan, watakmu Lohu cukup tahu."

Tu Hong-sing angkat pundak, katanya: "Yong-congkoan tidak percaya padaku, ya, apa boleh buat." -Sekali tarik dia putuskan tali emas yang merenteng uang emas itu lalu dia menghampiri dinding di sebelah depan.

Yong King-tiong segera berdiri, tangan terangkat siap siaga, tenaga sudah dia pusatkan pada kedua telapak tangan, setiap waktu siap melontarkan pukulan.

Tanpa ayal Ling Kun-gi juga ikut maju mendekat.

Tiba di kaki dinding, Tu Hong-sing berkata: "Kamar batu disini untuk mengurung orang2 yang lebih penting dan berkedudukan tinggi, semuanya ada dua kamar, tempatnya juga lebih nyaman, disini pesakitan tidak perlu diborgol, karena berada di kamar ini meski punya kepandaian juga jangan harap bisa lolos keluar."

Sembari bicara iapun berjongkok. Ternyata di bawah dinding ada sebuah garis lubang kecil, kalau tidak diamati sukar ditemukan. Tu Hong-sing masukkan sekeping uang emas itu ke lubang sempit itu, terdengar suara "tring" di dalam dinding, lalu tak terdengar apa2 pula. Tu Hong-sing berdiri tegak lalu menekan dua kali pada bagian dinding, maka tampak dua daun pintu pelan2 terpentang.

Di balik pintu batu itu terdapat dua kamar yang berjeruji besi sebesar lengan bayi di bagian depannya, tempatnya tidak begitu besar, tapi di dalam ada dipan, meja kursi, bentuk kedua kamar ini sama, tapi tiada penghuninya.

"Tu-heng, disini tiada orang," ucap Yong King-tiong.

"Tadi sudah kujelaskan, kamar ini khusus untuk mengurung orang2 penting, sudah tentu sekarang tiada penghuninya, tapi aku ingin membukanya dan tunjukkan pada kalian," sembari bicara dia tutup pula daun pintu seperti sedia kala.

"Bagaimana dengan kamar lainnya?" tanya Yong King-tiong.

"Dua kamar di kedua samping ini adalah kamar tahanan biasa, lelaki disebelah kiri, kanan untuk kaum wanita."

"Coba kau buka dulu pintu sebelah kanan," kata Kun-gi.

"Apakah kedua sahabat Ling-kongcu adalah perempuan?" tanya Tu Hong-sing.

"Benar," sahut Kun-gi.

Tanpa bicara lagi Tu Hong-sing mendekati dinding, lalu menceploskan sekeping mata uang ke dalam lubang sempit, lalu menekan tombol dan membuka pintu.

Baru saja daun pintu terbuka, dari dalam lantas terdengar suara nyaring galak orang sedang memaki: "Cis, kalian bangsat keparat, kawanan anjing buduk, memangnya kalian bisa berbuat apa pada nonamu? Akan datang suatu ketika nonamu bikin hancur sarang kalian ini, satu persatu kusembelih kalian . . . ." agaknya nona yang memaki dengan menerocos nyaring ini bukan saja galak tapi juga binal, meski memaki orang tapi suaranya kedengaran merdu.

Tanpa melihat orangnya, mendengar suaranya, Kun-gi lantas tahu bahwa yang mencaci maki ini adalah Pui Ji-ping.

Seketika perasaan Ling Kun-gi jadi bergolak, dia lekas berteriak: "Ping-moay, inilah aku datang menolongmu, apakah kau berada sama nona Tong?" - Dengan Le-liong-cu diangkat ke atas cepat dia masuk ke dalam.

Di balik pintu sudah tentu adalah kamar tahanan berjeruji besi pula, cuma kamar tahanan disini tiada dipan, juga tidak ada meja kursi.

Di kamar depan terkurung tiga nona, rambut tampak semrawut, ketiganya sama2 mengenakan pakaian pria, jubah hijau sutera dengan sepatu kulit rendah, wajah mereka kelihatan kuyu pucat, keadaannya tampak lucu menggelikan.

Memang waktu mereka di tawan semuanya mengenakan pakaian laki2, kemudian diketahui bahwa mereka perempuan, maka di pisah di kamar ini. Ketiga orang ini adalah Tong bun-khing, Pui Ji-ping dan Cu Ya-khim.

Mendengar suara Ling Kun-gi, Pui Ji-ping tampak berdiri melongo. Suara ini amat dikenalnya, betapa dia telah berharap akan kedatangannya? Entah berapa ribu kali saking iseng dalam tahanan ini mereka membicarakan hari2 yang amat mereka dambakan ini, memang hanya Ling Kun-gi seoranglah yang menjadi titik sinar harapan mereka. Kini kenyataan sang perjaka yang diharapkan betul2 sudah berdiri dihadapan mereka.

Sepasang mata Tong Bun-khing bagai mata burung Hong itu tampak ber-kaca2 lalu meneteskan air mata, suaranya gemetar haru: "Ling-toako, ini bukan mimpi bukan?"

Pu Ji-ping juga meneteskan air mata, teriaknya keras: "Toako, kau betul2 telah datang, kutahu kau pasti akan menolong kami, kenyataan sekarang kau betul telah kemari." -

Dari balik terali dia masih kelihatan lincah, dengan mengembeng air mata, bicara sambil tertawa bak sekuntum bunga mekar yang ditaburi air embun, jernih dan tetap segar, cuma kelihatan agak kurus.

Sungguh bukan main senang hati Ling Kun-gi, tapi juga merasa kasihan. Sejak mulai berkelana di Kangouw, nona yang dia jumpai pertama kali adalah Pui Ji-ping, selama ini dia pandang nona lincah ini sebagai adik kecilnya sendiri, ia kira tak pernah dirinya menaruh hati kepadanya. Tapi di luar sadarnya bibit asmara akan tumbuh dan bersemi di dalam sanubari orang, sudah tentu hal ini tak pernah dia pikir. Baru sekarang dia sadar Pui Ji-ping juga telah menempati sesuatu sudut tersendiri, malah menduduki tempat yang cukup penting dalam hatinya. Selama beberapa bulan ini, siang malam selalu dia rindukan si dia, kini setelah berhadapan, bila tidak teraling jeruji besi mungkin dia sudah menubruk maju serta memeluknya.

Tapi semua ini hanya gelora perasaan yang sekejap saja, dia sadar masih ada Yong King-tiong dan Tu Hong-sing di sampingnya, maka dengan mengerut alis dia bertanya: "Bagaimana kalian bisa sampai tertawan oleh orang2 Hek-liong-hwe?"

Pui Ji-ping mengomel: "Perempuan keparat yang bernama Liu-siancu itulah sebabnya. Hm, Siancu apa? Dia menamakan dirinya Siancu (dewi) segala, yang terang dia itu lebih patut dinamakan siluman centil, ingin rasanya kami menusuk badannya biar mampus baru terlampias penasaran kami"

"Tu-heng," kata Yong King-tiong, "pintu besi ini bagaimana cara membukanya?" -Pintu berjeruji itu tiada, gembok atau kunci, terang dikendalikan dengan alat rahasia juga.

"Terus terang aku sendiri tidak tahu cara membukanya, kecuali Nyo Ci-ko mungkin tiada orang lain yang bisa membuka pintu ini."

Berkerut alis Yong King-tiong, katanya berpaling kepada Kun-gi: "Ling-kongcu, Pokiam yang kau bawa apakah bisa digunakan?"

Baru sekarang Kun-gi teringat akan pedang pusakanya, lekas dia berkata: "Ya, biar Wanpwe mencobanya" Lalu dia mengeluarkan Seng-ka-kiam dan berkata pula: "Adik Ping, kalian mundur agak jauh."

Tong Bun-khing, Pui Ji-ping dan Cu Ya-khim segera mundur berjajar mepet dinding dalam.

Kun-gi mendekat, dan pelan2 menghirup napas mengerahkan tenaga di lengan kanan, pedang diangkatnya terus memapas terali besi.

"Trang!", dimana sinar pedangnya berlalu, besi sebesar lengan bayi itu dengan mudah telah dipapasnya putus. Sekali berhasil bertambah keyakinan Ling Kun-gi, beruntun beberapa kali tabasan pula dia bikin suatu lubang besar pada terali besi yang mengurung ketiga nona itu.

Ling Kun-gi simpan pedangnya, sambil berteriak senang girang Pui Ji-ping mendahului menerobos keluar.

"Toako," teriaknya, selama dua bulan ini dia cukup menderita, kini suka-duka sama merangsang perasaannya, tanpa hiraukan orang banyak segera dia menubruk ke arah Ling Kun-gi.

Lekas Kun-gi memapahnya, katanya lirih: "Ping-moay, berdirilah tegak, jangan seperti anak kecil, dihadanan orang banyak kau bisa ditertawakan."

Pui Ji-ping Jadi merah malu dan lekas mundur. Sementara Tong Bun-khing dan Cu Ya-khim juga sudah menerobos keluar.

"Ji-moaycu (adik kedua)," kata Kun-gi kepada Tong Bun-khing, "cukup lama kalian sama menderita."

Tong Bun-khing menahan isak tangisnya, tangannya sibuk membetulkan sanggulnya, katanya dengan tersenyum rawan: "Setiap hari kami berharap akan kedatangan Ling-toako, syukurlah hari ini harapan kami terkabul."

Tidak seperti Pui Ji-ping main tubruk dan peluk tapi mimiknya yang mesra dan harus dikasihani sungguh membuat orang terharu.

Kun-gi memandang Cu Ya-khim, katanya: "Ji-moaycu, nona ini ....."

Pui Ji-ping segera menyela: "Toako, inilah Piau-ci Cu Ya-khim yang sering kusebutkan padamu itu." -lalu dia berpaling dan berkata pula: "Piauci, dia...."

Merah muka Cu Ya-khim mendengar Pui Ji-ping bilang "sering kusebutkan padamu", tapi sikapnya tampak wajar dan tertawa, katanya: "Tak usah kau jelaskan, kutahu dia adalah kau punya . . . .Piauko".

Balas digoda, Pui Ji-ping uring2an, serunya tak mau kalah: "Kau punya berada di depan sana, jangan kuatir. . . ."

Kun-gi sendiri ikut merah mukanya digoda ke-dua nona, lekas dia menyela: "Marilah kuperkenalkan, inilah Paman Yong, sahabat karib ayahku almarhum, inilah Tu-tayhiap. Dapat menolong kalian dengan leluasa adalah berkat pertolongan mereka berdua."

Lekas Tong Bun-khing, Pui Ji-ping dan Cu Ya-khim memberi hormat kepada Yong King-tiong dan Tu Hong-sing, katanya serempak: "Terima kasil Yong-lopek, Tu-tayhiap,"

Yong King-tiong dan Tu Hong-sing sama mengangguk. Lalu Kun-gi menerangkan asal usul ke-tiga nona.

Tong Bun-khing berkata: "Ling-toako, yang tertawan bersama kami waktu itu ada puluhan orang. Dari keluarga Ban dari Ui-san dan keluarga Kho dari Ciok-mui, mereka dikurung di kamar sebelah lekaslah kau tolong mereka sekalian.

Tu Hong-sing tertawa, katanya: "Nona tak usah kuatir, segera kubuka pintunya."

Pui Ji-ping melirik kepada Cu Ya-khim sambil mencibir, katanya: "Ya Piauci, legakan saja hatimu."

"Setan kecil," maki Cu Ya-khim dengan muka merah, "takkan kuampuni kau nanti," - Sembari bicara dia memburu ke arah Pui Ji-ping.

Dengan cekikikan lekas Pui Ji-ping lari sembunyi kebelakang Ling Kun-gi, teriaknya: "Piauci ampun, tak berani lagi."

Sudah tentu Cu Ya-khim jadi rikuh, katanya "Ya, sekarang kau punya tempat untuk bersembunyi, apa kau dapat bersembunyi selamanya."

Pui Ji-ping segera unjuk muka setan, katanya tertawa: "Segera kaupun akan punya tempat untuk bersembunyi."

Dalam pada itu Yong King-tiong dan Tu Hong-sing telah beranjak ke kamar sebelah, Kun-gi ajak ketiga nona maju kesana. Tampak Tu Hong-sing sedang masukan mata uang mas ke dalam lubang kecil, lalu menekan tombol, lekas sekali daun pintu lantas terbuka, seperti keadaan di kamar sebelah tadi, kamar disini pun berterali besi. Dalam kamar tahanan yang remang2 tampak terkurung dua orang, mereka memang Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa.

Melihat keadaan Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa, kecut hati Cu Ya-khim, baju yang mereka pakai ternyata lebih rombeng, rambut awut2an keadaannya lebih runyam daripada mereka bertiga, dengan mengembeng air mata lekas dia memburu ke depan terali, teriaknya: "Ban-toako, lihatlah, Ling-toako datang menolong kalian."

Ban Jin-cun tampak melengak, tanyanya: "Nona, kau siapa?"

Sambil membetulkan letak rambutnya Pui Ji-ping cekikikan, katanya: "Dia adalah Cu Jing sahabatmu alias Piauciku, kenapa Ban-heng melupakan dia?"

Kembali Ban Jin-cun melenggong, teriaknya; "Nona adalah. . . ."

"Siaute Ling Kun-ping," sela Ji-ping menggoda dengan tertawa jenaka. "Inilah Tong-jiko Tong Bun-khing."

Kho Keh-hoa lantas mengerti, katanya sambil menghela napas: "Kiranya kalian adalah nona2."

"Sekarang baru kalian tahu," seru Pui Ji-ping ter-pingkal2. Lalu dia tuding Ling Kun-gi, katanya: "Dia ini adalah Toakoku Ling Kun-gi, dia sengaja kemari menolong kita."

Lekas Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa memberi hormat.

Sejak tadi Ling Kun-gi sudah siapkan Seng-ka-kiam, katanya: "Ban-heng, Kho-heng harap mundur dua langkah, biar kurusak dulu pintu terali ini, setelah kalian keluar baru bicara lagi."

Ban dan Kho berdua segera mundur, maka dengan mudah terali besi itu dirusak oleh Ling Kun-gi, dengan leluasa kedua orang lantas menerobos keluar, kembali mereka satu sama lain saling memperkenalkan diri.

Untuk naik ke atas mereka membagi dua rombongan, rombongan pertama Ling Kun-gi diiringi ketiga nona, setelah Tu Hong-sing mendorong maju kedua kursi, meja bundar itupun mulai bergerak naik ke atas, kejap lain keempat orangpun telah berada di kamar segi enam, Waktu meja kembali pada keadaan semula, keenam kursi itupun bergerak sendiri berpencar ke tempat masing2.

Maka Kun-gi pimpin orang banyak mendorong kursi ke tengah pula, supaya meja kursi kembali turun ke bawah, Sudah tentu Tong Bun-khing, Pui Ji-ping dan Cu Ya-khim sama kagum dan tidak habis mengerti akan segala peralatan yang bergerak serba otomatis ini.

Setelah kursi ambles ke bawah, maka Kun-gi perkenalkan Tong Bun-khing bertiga kepada Hoan-kun. Antara nona dan nona lebih gampang bergaul, cepat sekali merekapun sudah bergaul dengan akrab dan intim.

Tak lama kemudian rombongan keduapun telah naik ke atas, Un Hoan-kun keluarkan obat penawar dan satu persatu dia oles hidung kelima laki2 baju hijau, setelah berbangkis sekali kelima orang itupun siuman.

Sorot mata Yong King-tiong tajam berwibawa, katanya kereng: "Kalian dengarkan, Hek-liong-hwe kini telah lebur, Han Jan-to sudah mampus, Cui Kin-in pun telah merat, Ceng-liong-tam Congkoan Nyi Ci-ko juga mampus, mengingat kalian biasanya jarang melakukan kejahatan, hari ini Lohu tidak ingin main bunuh, asal kalian mau bersumpah selanjutnya tidak menjadi antek musuh dan cakar alap2 kerajaan, sekarang tugas kalian mengumpulkan orang2 Pek-hoa-pang yang terjebak di lorong2 sesat, setelah keluar dari sini, kalian bebas memilih jalan hidup sendiri2, apa kalian mau terima kebijaksaan ini?"

Melihat Nyo Ci-ko memang sudah mati, situasi jelas tidak menguntungkan, maka serentak mereka menjura dan menyatakan setuju dan tunduk.

"Syukurlah kalian mau insaf, nah inilah Sip-hun-wan buatan khusus dari keluarga Un kami di Linglam, dalam dua belas jam kalau tiada obat penawarnya. selama hidup kalian akan menjadi orang pikun dan gila, tapi bila kalian menunaikan tugas dengan baik sesuai dengan perintah paman Yong tadi, setelah keluar dari sini, obat penawarnya akan kubagikan pula kepada kalian," demikian pesan Un Hoa-kun.

Lalu dia keluarkan lima butir pil dan ditaruh di meja.

Bahwa mereka harus menelan Sip-hun-wan, sudah tentu kelima orang ragu2 dan saling pandang dengan bingung.

Tu Hong-sing segera menghardik: "Apa pula yang kalian ragukan? Bukankah tadi akupun telah menelan sebutir? Jangan kuatir, nona Un pasti menepati janji, sekarang lekas ambil dan telang, jangan membuang waktu lagi."

Kelima laki2 baju hijau tidak berani ayal lagi, setiap orang maju mengambil sebutir pil terus ditelannya.

"Sekarang tenaga kita disini cukup banyak," demikian Yong King-tiong sambil menyapu pandang seluruh hadirin, "tapi yang kenal dengan orang Pek-hoa-pang hanya Ling-kongcu dan nona Un, kalau satu lama lain tidak saling kenal, pasti bisa menimbulkan salah paham dalam usaha pencarian mereka, maka Losiu berpendapat lebih baik Ling-kongcu bersama nona Un berdua saja yang masuk mencari mereka."

"Ucapan Yong-lopek memang beralasan," ujar Kun-gi, "soal menolong orang memang adalah kewajiban Wanpwe sesuai pesan bibi, sekarang biarlah Wanpwe saja yang mencari mereka."

Sudah tentu berbeda perasaan antara tiga nona demi mendengar Kun-gi bilang "kami berdua". Tong Bun-khing berwatak lembut dan tidak usil mulut, tapi tidak demikian dengan Pui Ji-ping yang binal dan suka usil, segera dia menyeletuk: "Ling-toako, aku mau ikut,"

"Adik Ping, dalam lorong sana banyak anak cabang yang ber-belit2, keadaan gelap pula, sembarang waktu menghadapi bahaya, lebih baik kau ikut orang banyak menunggu dan istirahat saja disini, setelah menemukan orang2 Pek-hoa-pang kita akan cepat keluar dan kumpul pula disini, kalau terlalu banyak orang malah kurang leluasa."

Continue Reading

You'll Also Like

25.3K 361 47
Sudah lazim jika dinasti berganti maka akan muncul pahlawan-pahlawan yang disatu sisi membela kebenaran dan sisi lainnya adalah menghancurkan peradab...
32.8K 1.5K 57
Novel translate by google translate Author : 怕冷的火焰 Sinopsis : Teman sekelas Zhong Kui tanpa sengaja mendapat produk super-teknologi dari domain asin...
225K 3.1K 55
Lanjutan "Dewi Maut". Tokoh utama : Cia Sin Liong atau Pendekar Lembah Naga adalah anak di luar nikah dari pendekar sakti Cia Bun Houw, ibunya bernam...
135K 18.7K 200
[Novel Terjemahan] Chapter (2001- 2200) Kultivasi Ganda Abadi dan Bela Diri Capai puncak kultivasi abadi dan jadilah mampu mengamuk tanpa rasa...