Pendekar Kidal (Cin Cu Ling)...

By JadeLiong

279K 6.4K 69

Lenyapnya Tong Thian Jong, tertua keluarga Tong di Sujwan yang terkenal dengan ilmu senjata rahasia dan racun... More

Jilid 1
Jilid 2
Jilid 3
Jilid 4
Jilid 5
Jilid 6
Jilid 7
Jilid 8
Jilid 9
Jilid 10
Jilid 11
Jilid 12
Jilid 13
Jilid 14
Jilid 15
Jilid 16
Jilid 17
Jilid 18
Jilid 19
Jilid 20
Jilid 21
Jilid 22
Jilid 23
Jilid 24
Jilid 25
Jilid 26
Jilid 27
Jilid 28
Jilid 29
Jilid 30
Jilid 31
Jilid 32
Jilid 33
Jilid 34
Jilid 35
Jilid 36
Jilid 37
Jilid 38
Jilid 39
Jilid 40
Jilid 41
Jilid 42
Jilid 43
Jilid 44
Jilid 45
Jilid 46
Jilid 47
Jilid 48
Jilid 49
Jilid 50
Jilid 51
Jilid 52
Jilid 53
Jilid 54
Jilid 55
Jilid 56
Jilid 57
Jilid 58
Jilid 59
Jilid 60
Jilid 61
Jilid 62
Jilid 63
Jilid 64
Jilid 65
Jilid 66
Jilid 67
Jilid 68
Jilid 69
Jilid 70
Jilid 71
Jilid 72
Jilid 73
Jilid 74
Jilid 75
Jilid 76
Jilid 77
Jilid 78
Jilid 79
Jilid 80
Jilid 81
Jilid 82
Jilid 83
Jilid 84
Jilid 85
Jilid 86
Jilid 87
Jilid 88
Jilid 89
Jilid 90
Jilid 91
Jilid 92
Jilid 94
Jilid 95
Jilid 96
Jilid 97
Jilid 98
Jilid 99
Jilid 100
Jilid 101
Jilid 102
Jilid 103
Jilid 104
Jilid 105
Jilid 106
Jilid 107
Jilid 108
Jilid 109
Jilid 110 (TAMAT)

Jilid 93

1.9K 52 1
By JadeLiong

Sedang Siau-tho dan ketiga jago pedang juga menyiapkan pedang masing2. Bukan saja gelap gulita, lorong yang sempit dan panjang inipun terasa sunyi lenggang. Suara pedang terlolos dari serangka mereka menimbulkan pantulan gema yang cukup keras juga.

Maka terdengar sebuah bentakan keras berkumandang dari arah depan: "Siapa disana?"

"Lohu", seru Yong King-tiong, suaranya kereng dan berat, sehingga menimbulkan pantulan suara yang bergema mendengung. Maka teguran orang di depan tidak bersuara lagi.

Tanpa memadamkan obor, Yong King-tiong berpaling, katanya: "Mari ikut aku."

Cepat sekali langkah mereka, kira2 sebidikan panah jauhnya, mendadak terdengar pula bentakan lebih keras: "Siapa yang datang? Hayo berhenti!"

Tampak selarik sinar api dengan mengeluarkan deru angin kencang meluncur tiba. "Blup", api itu jatuh di depan kaki Yong King-tiong, seketika meledak dan apipun berkobar.

Itulah panah buatan khusus, nyala api amat keras dan besar sehingga jalan lorong selebar tiga kaki terbendung oleh kobaran api. Belum api padam, dari arah depan muncul seorang berpakaian hijau, tanyanya: "Siapa kalian?"

Terpaksa Yong King-tiong berhenti, dengusnya: "Memangnya Tang-heng sudah tidak kenal lagi pada Lohu?"

Si baju hitam melenggong, serunya: "Apakah Yong-congkoan yang datang?"

Di bawah cahaya api, jarak dalam tiga tombak cukup terang, tapi karena teraling asap tebal sehingga sukar melihat jelas orang di seberang.

"Betul, inilah Lohu," kata Yong King-tiong.

Mendengar yang datang betul Yong King-tiong, pejabat Hek-liong-tam Congkoan, kedudukannya sejajar dengan para Tongcu yang mengetuai setiap seksi, sudah tentu orang itu tidak berani ayal, lekas dia merangkap tangan menjura, katanya: "Hamba tidak tahu akan kedatangan Yong-congkoan, harap dimaafkan kelalaian ini." - Habis kata2nya, kembali terdengar suara "Blub", api yang masih berkobar besar itu seketika padam, asap juga sirna seketika.

Yong King-tiong memuji di dalam hati: "Peralatan senjata api orang ini memang lihay."

Diam2 iapun heran, batinnya: "Setelah mengundurkan diri dari Say-cu-kau, Cui Kin-in sudah berangkat setengah jam lebih dulu, seharusnya dia sudah menyampaikan perintah untuk berjaga lebih ketat, tapi dari nada Tang Kim-seng, agaknya dia belum tahu kalau aku sudah berontak?" - Sembari membatin segera ia melangkah maju, katanya: "Apakah Tang-heng berdinas di daerah ini?"

"Hamba diperintahkan membantu Nyo-heng disini."

"Dimana Nyo Ci-ko sekarang"' tanya Yong King-tiong.

"Hamba bertugas jaga pintu ini, Nyo-heng ada di dalam."

Dengan kalem Yong King-tiong menghampiri dan berhenti di depan orang, katanya: "Lohu mendapat perintah kemari untuk membekuk orang, entah siapa saja yang terperangkap di dalam sana"

"Jumlahnya tidak banyak, tapi Kungfu mereka rata2 tinggi, agaknya ada Pangcu Pek-hoa-pang, cuma sekarang kita hanya berhasil mengurung mereka, belum bisa membekuknya hidup2."

"Baiklah, biar Lohu periksa di dalam," kata Yong King-tiong.

Terunjuk mimik serba salah pada muka Tang Kim-seng, katanya: "Hamba mendapat kuasa dari Cui-congkam (komisaris besar) untuk melarang keras, siapapun tidak boleh masuk kecuali membawa medali emas, Yong-congkoan . . . ."

Tanpa menunggu orang bicara habis, Yong King-tiong lantas menukas: "Cui-tongcu suruh aku kemari membekuk musuh, sudah tentu memberikan medali kebesarannya? Nah, lihatlah yang jelas Tang-heng." tangan kanan segera diangsurkan kemuka orang.

Tak pernah terpikir oieh Tang Kim-seng bahwa orang akan bertindak mendadak, sambil mengiakan segera ia hendak menerima. Tak terduga tangan yang disodorkan ke depan tahu2 terpegang pergelangan tangannya, kelima jari Yong King-tiong telah menjepit sekeras tanggam, keruan ia berjingkrak kaget, serunya bingung: "Yong-congkoan . . . ."

Yong King-tiong tahu orang ini mahir menggunakan berbagai alat rahasia yang serba berapi, lihaynya bukan main, begitu berhasil pegang urat nadi orang, segera dia kerahkan tenaga pada lima jarinya, katanya sambil tertawa ejek: "Tang-heng tidak usah banyak bicara, ikuti saja kehendakku." - Lalu dia melangkah ke depan.

Karena pergelangan tangan kanan terpegang, badan Tang Kim-seng menjadi lemas, sudah tentu tak mampu meronta lagi, terpaksa ia ikuti saja kehendak orang, katanya: "Yong-congkoan, lepaskan peganganmu, hamba akan menunjukkan jalan bagimu."

"Tang Kim-seng," jengek Yok King-tiong, "jangan kau kira Lohu gampang dipedayai, kau dan Nyo Ci-ko adalah anak buah Cui Kin-in yang diutus kerajaan sebagai cakar alap2 disini, hayolah ikuti perintah Lohu, jiwamu masih dapat kuampuni." - Sambil bicara mereka sudah tiba di depan sebuah dinding.

Yong King-tiong bertanya: "Di balik pintu ini apakah ada orang2 Ceng-liong-tong yang jaga?"

"Sebelum terang tanah hamba baru bertugas disini dan ada perintah jika ada orang menerjang keluar, siapapun harus dibunuh tanpa perkara, tentang keadaan di dalam, sungguh hamba tidak tahu apa2."

"Kau bicara sejujurnya?" Yong King-tiong menegas.

"Setiap patah kuucapkan dengan sejujurnya," sahut Tang Kim-seng.

"Baik, Ling-kongcu, tolong kau tutuk Ah-bun-hiat dan Hong-bwe-hiatnya," pinta Yong King-tiong. Ah-bun-hiat bikin orang bisu sementara, Hong-hwe-hiat bikin kedua lengan sementara lumpuh tak bertenaga..

"Congkoan. . . . ." teriak Tang Kim-seng kaget. Belum selesai dia bicara beruntun Kun-gi sudah menutuk Hiat-tonya.

Kini Yong King-tiong berani melepaskan pegangan tangannya, ia menekan sebuah tombol, segera terdengar suara gemuruh dinding, dan lantai lorong terasa bergetar, pelan2 terbuka sebuah lubang pintu di dinding.

Dengan penerangan obor Yong King-tiong menuding ke depan, bentaknya: "Tang Kim-seng, kau di depan tunjukkan jalannya."

Karena Hiat-to tertutuk, tangan tak mampu bergerak dan mulut tak dapat bicara, sudah tentu Tang Kim-seng tidak berani bertingkah, terpaksa dia melangkah masuk ke balik pintu. Maklum meski beberapa hiat-to tertutuk, tapi ilmu silatnya belum punah seluruhnva, kedua kaki masih dapat berjalan dengan langkah lebar dan cepat. Semula dia masih berjalan dengan baik, tapi begitu tiba di balik pintu, langkahnya segera dipercepat, seperti serigala yang lepas dari kurungan, secepat anak panah dia melesat sejauh dua tombak.

Melihat orang mendadak lari, Yong King-tiong hanya mendengus, baru saja dia angkat tangan hendak menyusul dari kejauhan Tang Kim-seng yang sudah sejauh dua tombak itu tiba2 berkelebat ke tempat gelap, tiga bintik seperti kunang2 mendadak meluncur tiba menerjang Yong King-tiong dengan formasi segi tiga.

Sudah lama Yong King-tiong tahu bahwa senjata rahasia berapi Tang Kim-seng memang lihay, maka dia suruh Ling Kun-gi menutuk Hong-hwe-hiat supaya kedua tangannya tak dapat bergerak, sungguh tak pernah terpikir bahwa tanpa menggunakan tangan orangpun dapat menimpukkan senjata rahasia.

Melihat tiga bintik sinar melesat tiba, ia tak berani menyambutnya, sembari membentak keras, tangan yang sudah terayun dia tepuk ke depan. Ke tiga bintik sinar dingin seketika tersampuk pergi dan "Ting, tring, tring." semuanya terpental balik memukul dinding, menyusul suara itu terdengar pula tiga kali ledakan lemah, berhamburlah kembang api dan asap tebal yang menyala di dinding.

Mencelos juga hati Yong King-tiong melihat kehebatan senjata rahasia berapi Tang Kim-seng, kalau terkena badan orang tentu akan terbakar mampus. Karena sedikit gangguan ini bayangan Tang Kim-sengpun sudah lenyap entah kemana.

Terpaksa Yong King-tiong hanya angkat pundak saja, setelah orang banyak masuk ke lorong di balik pintu baru dia berpesan dengan suara lirih: "Setelah kita masuk ke pintu ini, apalagi keparat she Tang itu sempat lolos, keadaan selanjutnva pasti amat berbahaya, sembarang waktu mungkin menghadapi sergapan serta berhantam sengit dengan musuh, maka kalian harus lebih waspada, lebih baik setiap orang mengambil jarak tertentu, supaya bebas bergerak."

"Kekuatiran paman memang beralasan," Kun-gi menyokong pendapatnya.

Dengan mengacungkan obor Yong King-tiong lantas melangkah ke depan, sebelah tangannya melintang menjaga dada, mata kuping di jaga seksama memeriksa keadaan sebelah depan. Tak lama kemudian, tiba2 terdengar suara hardikan orang, disusul suara gerungan tertahan, suara gerungan itu seperti suara seorang yang tenggorokannya tersumbat sehingga susah bersuara.

"Keparat she Tang itu agaknya menghadapi musuh," kata Kun-gi.

"Betul," sahut Yong King-tiong mengangguk.

Beberapa langkah pula mereka maju, mendadak terdengar bentakan keras dari lorong depan sana: "Yang merintangi aku mampus!" - Berbareng sesosok bayangan orang menerjang datang.

Dengan mengangkat tinggi obornya Yong King-tiong memapak maju mengadang di tengah jalan, bentaknya: "Berhenti!"

Tapi gerak terjangan orang itu amat cepat, baru Yong King-tiong melangkah setindak menghadang di tengah lorong, orang itupun sudah menerjang tiba di depannya, kedua pihak jadi saling papak.

Melihat ada orang menghadang jalan, orang itu pun membentak bengis: "Minggir!" - Tanpa tanya siapa di depannya, jari tangannya terus menutuk.

Di bawah penerangan, obor Yong King-tiong melihat jari lawan berwarna merah menyolok, itulah Hiat-ing-ci (jari bayangan darah).

Sambil tertawa dingin Yong King-tiong menyambut serangan orang sambil membentak: "Siapa kau, kenapa main serang?" .

Tutukan jari yang merah mengeluarkan desis angin kencang seketika bentrok dengan pukulan yang mengeluarkan damparan angin pula. Mulut penerjang itu masih terus mengoceh: "Yang merintangi aku mampus!" Tapi badannya terpental mundur tiga langkah oleh benturan angin keras tadi.

Jarak Kun-gi dengan Yong King-tiong ada beberapa kaki, begitu mendengar bentakan kedua pihak, lekas dia memburu maju; teriaknya: "Kendurkan pukulanmu paman Yong, dia orang Pek-hoa-pang.

Begitu berdiri tegak pula orang itu lantas membentak lagi sambil menerjang maju.

Mendengar orang ini adalah anggota Pek-hoa-pang, Yong King-tiong bersuara tertahan dan menyingir kesamping.

Sementara Kun-gi sudah melompat maju mengadang di depan orang itu, teriaknya: "Liang-heng, lekas berhenti!". - Ternyata orang ini adalah Hiat-ing-ci Liang Ih-jun.

Tampak pakaiannya sudah koyak2, badannya terluka puluhan goresan pedang, kedua bola matanya merah mendelik, seperti tidak kenal Ling Kun-gi lagi, mulutnya menghardik: "Yang merintangi aku mampus!" Jari tengah disurung ke depan, secepat kilat jari yang berwarna merah itu menutuk ke muka Kun-gi.

Baru sekarang Yong King-tiong kaget, serunya cepat: "Orang ini sudah kehilangan ingatan, awas Ling-kongcu."

Ling Kun-gi mengegos ke samping, sebat sekali tangannya menangkap pergelangan tangan Liang ih-jun, berbareng ia berkisar memutar ke belakang orang, sementara jari tangan kanannya menutuk ke Ling-tai hiat Liang Ih-jun. tiga gerakan dia laksanakan sekaligus, bukan saja lincah dan gesit juga amat mempesona, keruan Yong King-tiong bersorak memuji.

Terpentang mulut Liang Ih-jun memuntahkan sekumur darah, pelan2 badannya menjadi lemas terus mendeprok duduk di tanah, kedua matanya terangkat dan jelilalan mengawasi Ling Kun-gi sekian lamanya, mendadak tampak secercah sinar jernih pada sorot matanya, mulutpun berteriak girang: "Congcoh . . . ." agaknya dia hendak meronta bangun.

Lekas Kun-gi menahan pundaknya, katanya: "Liang-heng terlalu capai, setelah mengalami pertempuran sengit dan lama, kini kau lekas himpun tenaga dan pusatkan hawa murni, jangan bicara lagi."

Tapi Liang Ih-jun masih memaksa bicara dengan tersendat: "Pangcu . . . mereka . . . . terkurung di dalam . . . . alat2 rahasia . . . disini amat berbahaya."

Kun-gi mengangguk, bujuknya: "Liang-heng tak usah banyak bicara, keadaan disini sudah kuketahui."

Liang Ih-jun tahu bahwa luka2nya amat parah, kini setelah bertemu dengan Ling Kun-gi, hatipun merasa lega, maka dia tidak banyak bicara lagi, ia duduk bersemedi memulihkan kesehatan badan.

Yong King-tiong menoleh kepada kedua jago pedangnya, dan memberi pesan supaya mereka berjaga disini melindungi Liang Ih-jun, jadi tidak usah ikut maju lebih lanjut. Kedua jago pedang itu mengiakan.

'Marilah Ling-kongcu," ajak Yong King-tiong.

"Paman Yong," ujar Kun-gi, "maju lebih lanjut kemungkinan akan bersua dengan orang2 Pek-hoa-pang, biarlah wanpwe yang berjalan di depan supaya tidak terjadi salah paham."

"Begitupun baik," ucap Yong King-tiong sambil mengelus jenggot, "tadi kalau aku tidak tahu cara memecahkan Hiat-ing-ci, hampir saja aku jadi korban."

Tanpa banyak bicara Kun-gi lantas berjalan mendahului, tempat itu kebetulan berada di belokan, beruntun membelok dua kali, beberapa tombak kemudian terdengarlah suara keresek lirih di sebelah depan. Padahal dalam lorong gelap gulita, tapi karena Kun-gi pegang Le-liong-cu, musuh di tempat gelap pihak sendiri di tempat terang, jadi lebih jelas dan mudah disergap, maka untuk maju lebih lanjut sudah tentu harus lebih hati2. Mendengar suara keresekan itu, Kun-gi bertambah waspada lagi, tapi begitu dia pasang kuping mendengarkan, suara itu-pun lenyap.

Berkepandaian tinggi nyali Kun-gi pun besar, langkahnya tidak berhenti, sekejap saja dia sudah tiba di tempat suara keresekan tadi.

Dalam keadaan gelap pancaran sinar Le-liong-cu dapat mencapai tiga tombak, waktu dia pandang ke depan, dilihatnya di sebelah depan ada dinding yang menghadang. Di sebelah kiri mepet dinding ada bayangan seorang berdiri tegak. Orang ini berpakaian ketat warna hijau, dari kejauhan Kun-gi sudah melihat dan mengenali bahwa orang itu berseragam Hou-hoat Pek-hoa-pang. Maka ia lantas bersuara lantang: "Aku Ling Kun-gi, entah siapa di depan?"

Sambil berdiri mepet dinding, orang itu tidak hiraukan seruan Kun-gi, tetap berdiri tak bergeming seperti tidak mendengar dan melihat.

Waktu bersuara, Kun-gi sudah maju lebih dekat, dalam jarak dua tombak dia sudah melihat jelas wajah orang itu, dan bukan lain adalah Yap Kay-sian yang serombongan dengan Pek-hoa-pangcu Bok-tan, bersama Liang Ih-jun kedua orang ini bertugas melindungi Pangcu.

Tampak mukanya pucat seperti kertas, kedua mata. terpejam, mepet dinding seperti kehabisan tenaga. Dilihat dari pakaiannya yang koyak2 disana-sini, sekujur badan berlepotan darah, paling sedikit ada puluhan luka di badannya, jelas barusan telah mengalami pertempuran dahsyat, luka2nya amat parah dan kini tengah menghimpun tenaga dan memulihkan semangat.

Diam2 Kun-gi kaget dan kuatir, dengan bekal kepandaian Liang Ih-jun dan Yap Kay-sian yang merupakan jago2 kelas utama, tapi kedua orang itu mengalami luka parah dengan puluhan luka, kalau tidak kebentur jago ahli pedang, terang mereka baru lolos dari suatu barisan pedang yang lihay. Maka cepat2 Kun-gi memburu maju dan berteriak: "Bagaimana lukamu, Yap-heng . . . ."

Mendadak dilihatnya dua gulung sinar terang meleset keluar dari bawah ketiak Yap Kay-sian, meluncur ke arah dirinya. Waktu melesat keluar kedua gulung sinar itu hanya sebesar kacang, tapi setelah mencapai satu tombak bertambah terang dan membesar nyala apinya juga berubah biru terang.

Pandangan Kun-gi tajam luar biasa, sekilas pandang dia sudah melihat kedua gulung sinar biru ini ternyata adalah puluhan batang Bwe-hoa-ciam warna biru, pada setiap ekor jarum membawa percikan api yang menyala terang.

Pada detik2 genting itu, Yong King-tiong berseru gugup dibelakang: "Awas Ling-kongcu, itulah Ceng-ling-ciam milik Tang Kim-seng, bila menyentuh benda lantas menyala."

Tapi Kun-gi bergerak lebih cepat dari pada peringatannya, tangan membalik pedang pandak seketika menaburkan jaring cahaya hijau di depan badannya.

Dua rumpun Ceng-ling-ciam menyamber datang bagai kilat itu, begitu menyentuh cahaya hijau laksana bunga salju yang beterbangan tertimpa sinar matahari, seketika rontok berjatuhan. Nyala api di ekor jarumpun seketika sirna tak berbekas.

Ternyata setiap rumpun Ceng-ling-ciam Tang Kim-seng ini berjumlah tiga puluh enam batang dengan kedua tangan menyambit bersama, dua rumpun berarti berjumlah tujuh puluh dua, jika sebatang diantaranya mengenai tubuh manusia, api akan segera berkobar, malah api yang ada pada ekor jarum ini sudah dibikin sedemikian rupa dengan obat beracun, bila sudah nyala, sebelum habis terbakar api tidak akan padam.

Tapi kali ini tujuh puluh dua batang Ceng-ling-ciam seluruhnya kena ditabas kutung oleh ketajaman pedang Ling Kun-gi, malah tepat kena ekor jarumnya, betapapun buas dan besar daya nyala api beracun ini, sekali tersampuk oleh hawa dingin pedang pusaka Ling Kun-gi seketika padam sendirinya.

Dalam waktu sedetik itulah Ling Kun-gi sudah melihat jelas bahwa dibelakang Yap Kay-sian ada bersembunyi seorang, jelas orang yang sembunyi ini adalah Tang Kim-seng.

Agaknya Yap Kay-sian terluka parah, maka dengan mudah dia tertawan oleh Tang Kim-seng, oleh karena itulah seruannya tadi tidak terjawab.

Mengingat jiwa teman terancam bahaya, mendadak Kun-gi menghardik sekali, jari tengahnya teracung terus menutuk ke arah Yap Kay-sian dari kejauhan. Hardikannya itu ditekan keluar dengan Lwekang, suaranya bagai halilintar menggelegar sampai Tang Kim-seng merasakan kupingnya pekak mendengung, sudah tentu jantungnya serasa hampir melonjak keluar.

Pada saat itulah didengarnya pula sejalur angin tutukan mendesis kencang dan "Crat" mengenai dinding batu di belakang telinga kanannya, batu seketika muncrat beterbangan, terasa belakang kepalanya sakit pedas.

Ling Kun-gi memang sengaja mengincar tempat yang miring, kalau tidak jiwa Yap Kay-sian sendiripun bakal terancam. Tapi gertakannya ini justeru bikin Tang Kim-seng kaget bukan main, tak pernah diduganya bahwa pemuda di depannya ini memiliki kepandaian dan Lwekang setangguh ini.

Walau dalam waktu singkat ini dia berhasil membuka tiga Hiat-to yang ditutuk Ling Kun-gi tadi, tapi dikala melarikan diri tadi dalam lorong kesamplok dengan Liang Ih-jun, tanpa sengaja dia dilukai oleh Hiat-ing-ci Liang Ih-jun, maka sekarang dia merasa perlu menggunakan Yap Kay-sian sebagai tameng untuk menyelamatkan diri, malah dia membokong dengan Ceng-ling-cam yang keji.

Kini mendengar hardikan Ling Kun-gi sekeras halilintar, kepala menjadi pusing, mata ber-kunang2, ditambah angin tutukan yang menyakitkan belakang kepalanya, karena sakit dia menjadi nekat serta berteriak: "Rasakan ini!" -

Tenaga dia sudah kerahkan pada dua lengan, tahu2 Yap Kay-sian dia angkat terus dilempar ke arah Ling Kun-gi, berbareng dia lantas mengegos ke samping dan baru saja kedua tangan bergerak hendak menimpuk ... .

Melihat Tang Kim-seng betul2 terjebak oleh tipu dayanya, Yap Kay-sian dilemparnya, sementara lawan lantas mengegos ke pinggir, keruan hatinya senang, dengan tangan kiri Kun-gi menahan ke depan menyambut badan Yap Kay-sian yang melayang datang, tangan kanan menyusul menepuk sekali, segulung angin pukuian segera menerjang ke arah Tang Kim-seng.

Kejadian ini berlangsung singkat dan cepat, Tang Kim-seng baru mengegos ke pinggir dan hendak menggerakkan kedua tangan, mendadak dirasakan segulung tenaga keras menerjang dirinya, tadi ia sudah merasakan kelihayan tutukan jari Ling Kun-gi, sudah tentu menghadapi gelombang pukulan orang dia sekali2 tak berani manyambutnya dengan keras, tak sempat lagi dia keluarkan senjata apinya dia berkisar ke sebelah kanan terus menyurut mundur.

Bersambung

Continue Reading

You'll Also Like

33.9K 5.5K 200
Dalam hal potensi: Bahkan jika kamu bukan jenius, kamu bisa belajar Teknik Misterius dan keterampilan bela diri. Kamu juga dapat belajar tanpa guru...
1K 73 6
Dapat telfon dari nomor baru, sungguh tidak menyenangkan. Terlebih si penelpon yang ternyata tetangga serta tamu tak diundang yang pernah berkunjung...
74.2K 10.1K 123
[Novel Terjemahan] Chapter (2201- 2318) Kultivasi Ganda Abadi dan Bela Diri Capai puncak kultivasi abadi dan jadilah mampu mengamuk tanpa rasa...
428K 37K 57
jatuh cinta dengan single mother? tentu itu adalah sesuatu hal yang biasa saja, tak ada yang salah dari mencintai single mother. namun, bagaimana jad...