Pendekar Kidal (Cin Cu Ling)...

By JadeLiong

279K 6.4K 69

Lenyapnya Tong Thian Jong, tertua keluarga Tong di Sujwan yang terkenal dengan ilmu senjata rahasia dan racun... More

Jilid 1
Jilid 2
Jilid 3
Jilid 4
Jilid 5
Jilid 6
Jilid 7
Jilid 8
Jilid 9
Jilid 10
Jilid 11
Jilid 12
Jilid 13
Jilid 14
Jilid 15
Jilid 16
Jilid 17
Jilid 18
Jilid 19
Jilid 20
Jilid 21
Jilid 22
Jilid 23
Jilid 24
Jilid 25
Jilid 26
Jilid 27
Jilid 28
Jilid 29
Jilid 30
Jilid 31
Jilid 32
Jilid 33
Jilid 34
Jilid 35
Jilid 36
Jilid 37
Jilid 38
Jilid 39
Jilid 40
Jilid 41
Jilid 42
Jilid 43
Jilid 44
Jilid 45
Jilid 46
Jilid 47
Jilid 48
Jilid 49
Jilid 50
Jilid 51
Jilid 52
Jilid 53
Jilid 54
Jilid 55
Jilid 56
Jilid 57
Jilid 58
Jilid 59
Jilid 60
Jilid 61
Jilid 62
Jilid 63
Jilid 64
Jilid 65
Jilid 66
Jilid 67
Jilid 68
Jilid 69
Jilid 70
Jilid 71
Jilid 72
Jilid 73
Jilid 74
Jilid 75
Jilid 76
Jilid 77
Jilid 78
Jilid 79
Jilid 80
Jilid 81
Jilid 82
Jilid 83
Jilid 84
Jilid 85
Jilid 86
Jilid 87
Jilid 89
Jilid 90
Jilid 91
Jilid 92
Jilid 93
Jilid 94
Jilid 95
Jilid 96
Jilid 97
Jilid 98
Jilid 99
Jilid 100
Jilid 101
Jilid 102
Jilid 103
Jilid 104
Jilid 105
Jilid 106
Jilid 107
Jilid 108
Jilid 109
Jilid 110 (TAMAT)

Jilid 88

2K 58 0
By JadeLiong

Lama kasa merah yakin Toa jiu-in-sin-kang yang dilancarkan tadi umpama lawan tidak mampus seketika juga pasti terluka parah, paling tidak isi perutnya remuk dan takkan mampu bertempur lagi, kenyataan Thay-siang masih kelihatan segar malah menantang.

Dia bergelak tertawa, serunya: "Tidak salah, pukulan tadi memang hud-ya yang melancarkan."

"Bagus sekali," desis Thay-siang murka. Mendadak ia melejit ke atas terus menerjang musuh.

Bahwa setelah terkena pukulannya, Thay-siang masih mampu melejit ke atas melancarkan serangan sehebat ini, keruan tidak kepalang kejut Lama kasa merah, lekas dia ayun tangan kanan serta menepuk sekuatnya.

Ilmu yang diyakinkan adalah ilmu Yoga, Lwekangnya sangat tangguh, tepukan yang dilandasi kekuatan besar ini terang berbeda dengan pukulan membokong tadi. Maka segulung tenaga dahsyat segera menerjang lapisan sinar pedang..

Agaknya dia tidak tahu bahwa Thay-siang sudah kalap, jurus yang dilancarkan ini adalah "Naga bertempur di tegalan", jurus kedua dari Hwi-liong-kiam-hoat. merupakan jurus paling kuat dari paling hebat perbawanya.

Cahaya pedang berlapis kemilau itu tiba2 berubah bintik2 dingin laksana kunang2 beterbangan menghambur ke empat penjuru. Setelah melancarkan dua kali pukulan, Lama kasa merah sudah menyurut mundur cukup jauh, tapi dua muridnya berdiri di kanan-kirinya tadi justeru terlambat bergerak, dimana sinar pedang berhamburan, seketika terdengar dua kali jeritan ngeri dibarengi darah muncrat ke-mana2, kedua orang ini tertabas menjadi ber-keping2 oleh samberan sinar pedang.

Waktu Thay-siang menarik pedangnya, dilihatnya Lama kasa merah sudah mundur setombak jauhnya, maka dia menghardik pula: "Kemana kau akan lari?" Kembali dia menubruk maju.

Sungguh mimpipun Lama kasa merah tak pernah menduga bahwa Thay-siang begini lihay, dengan mata sendiri dia saksikan kedua muridnya hancur lebur, ia menjadi murka juga, teriaknya kalap: "Hud-ya takkan memberi ampun padamu!" -Belum habis bersuara, kedua tangan sudah memukul tiga kali secara beruntun.

Tiga pukulan ini dilancarkan dengan hati berang, maka kekuatan pukulannya betul2 dahsyat sehingga badan Thay-siang yang menerjang dengan terapung di udara juga sedikit tertahan.

Waktu Thay-siang menubruk kedua kalinya, kembali Lama kasa merah melontarkan pukulannya pula, badan Thay-siang tertolak berhenti.

Beruntun tiga kali Thay-siang berlompatan, dikala melancarkan serangan ketiga kalinya, jaraknya dengan Lama kasa merah tinggal beberapa kaki lagi, tiba2 ia meloncat lurus ke atas, mendadak ia berteriak nyaring menambah perbawa serangannya, dengan kepala di bawah dan kaki di atas dia menukik dengan tubrukan yang lihay, Ih-thian-kiam ditangannya menaburkan cahaya perak yang membendung jalan mundur Lama kasa merah.

Kaget dan gusar pula Lama kasa merah, beruntun dia mundur tiga langkah, kedua tangan memukul ke atas susul menyusul, karena bertangan kosong, telapak tangannya yang lebar dan besar itu menyerupai kampak yang membelah sehingga menimbulkan letupan hawa yang dahsyat, letupan hawa ini semakin tebal menghimpun hawa dingin yang membungkus sekujur badannya. Maka tubrukan sinar pedang Thay-siang dari atas itu dapat ditolaknya kembali.

Kalau yang satu menggempur sekuat tenaga dan bertahan dengan kukuh, sementara yang lain menyerang dengan cara menubruk seperti elang menyamber ayam, sinar pedang berpusar kencang, kedua pihak bertahan kira2 setanakan nasi lamanya dan masih tetap setanding.

Kepala gundul Lama kasa merah sudah ditaburi butiran keringat, badanpun basah kuyup seperti kehujanan, pada hal Thay-siang harus melancarkan serangan dengan badan terapung. sudah tentu dia jauh lebih banyak menguras tenaga, lama2 sinar pedangnya menjadi guram dan tidak selihay semula.

Melihat kesempatan baik ini, mendadak Lama kasa merah menghardik sekali, sekuatnya dia kerahkan tenaga dan menggempur dengan merangkap kedua telapak tangan mendorong ke atas.

Dengan rangkapan kedua tangan mendorong ke atas ini, maka timbullah kekuatan yang dahsyat, hawa serasa meluber menimbulkan deru yang gegap gempita. Pada saat yang sama Thay-siang pun menjerit melengking, suaranya mengalun menimbulkan gema panjang, cahaya pedangnya yang hampir pudar tadi tiba2 menyala pula lebih terang, berubah selarik bianglala terus membelah turun ke bawah.

Kedua pihak serempak melancarkan serangan paling dahsyat yang mematikan dengan seluruh sisa kekuatan sehingga sinar pedang dan angin pukulan menimbulkan rentetan suara aneh. Lekas sekali sinrar pedang dan angin pukulanpun sirna tak berbekas lagi.

Setelah melontarkan pukulan terakhir dengan sisa kekuatannya, Lama kasa merah cepat2 melompat mundur, Kasa merah yang dipakainya tampak berlubang dan sobek di beberapa tempat oleh tusukan dan goresan pedang, keadaannya tampak konyol.

Thay-siang pun sudah berdiri tegak di tanah, rambutnya awut2an, cadar yang menutup mukanya sudah kabur entah ke mana, roman mukanya membesi hijau. Kedua orang sama2 mengunjuk rasa lelah kehabisan tenaga, dada naik turun dengan napas ter-senggal2.

Sesaat mendelik kepada Lama kasa merah, akhirnya Thay-siang bersuara lebih dulu: "Anjing asing, berapa jurus lagi kau mampu menyambut pedangku?" -

Sekali berputar, sinar hitam Ih-thian-kiam kembali menerjang maju. Hwi-liong-sam-kiam hakikatnya sudah dia yakinkan dengan sempurna, maka setiap kali melancarkan serangan, badan selalu melayang di udara, menambah perbawa serangan sehingga lebih hidup laksana naga sakti.

Dua gebrakan terdahulu sudah meyakinkan Lama kasa merah bahwa Lwekang Thay-siang tidak lebih unggul dari pada dirinya, kalau lawan tidak menggunakan Ih-thian-kiam, pedang pusaka yang lihay, dia yakin dirinya pasti lebih unggul dan sejak tadi sudah merobohkannya. Tapi setelah berlangsung dua gebrakkan barusan, dia insaf bahwa tenaga murni sendiri sudah terkuras terlampau banyak, untuk bertempur lebih lama jelas keadaan fisiknya tidak mengizinkan, maka dia pikir akan secepatnya mengakhiri pertempuran ini dengan rangsakan gencar.

Diluar dugaan Thay-siang juga mengandung maksud yang sama, malah terus mendahului, kali ini dengan jurus "naga sakti muncul dari mega," hal ini betul2 diluar perhitungannya, maka dia membentak gusar: "Biar Hud-ya mengadu jiwa dengan kau!" -Dengan telapak tangan kiri beruntun dia memukul dua kali, berbareng badan berkisar ke sebelah kiri.

Sin-liong-jut-hun dilancarkan Thay-siang dengan segala kemahirannya, tekadnya teramat besar untuk membelah badan paderi asing ini untuk melampiaskan dendamnya, jelas kekuatan pedangnya yang tajam ini takkan mampu dibendung hanya dengan dua kali pukulan telapak tangan.

Ketika sinar pedang membelah tiba, Lama kasa merah sudah menyingkir mundur, tangan kanan sejak tadi telah disiapkan melontarkan pukulan Toa-jiu-in, sekali membalik dengan gerakan melintang miring tangannya menyampuk ke arah Thay-siang yang menubruk tiba, berbareng ia menyeringai dan membentak: "Perempuan bangsat, lihat pukulan. . ."

Dia kira dengan menyurut mundur beberapa kaki sudah cukup jauh untuk menghindari hawa pedang Thay-siang. Diluar tahunya bahwa Sin-liong-jut-hun yang dikembangkan Thay-siang kali ini dilontarkan dengan badan terapung diudara, tapi karena sudah menjiwai ilmu pedang ini, maka gaya serangannya dapat dia ubah sesuka hati sendiri, maka badan yang seharusnya terapung ke atas kini di ubah dengan meluncur ke depan.

Pada hal dengan meluncur lurus ke depan inipun baru merupakan gaya permulaan dari Sin-liong-jut-hun, dan gerak susulannya adalah melancarkan serangan dari udara. Dari sinilah diperoleh nama Hwi-liong-sam-kiam Hwi-liong atau naga terbang, karena ketiga jurus ini harus dilancarkan dengan badan terapung di udara.

Begitu meluncur tiba, melihat Lama kasa merah mengegos kesamping, diam2 Thay-siang menjengek, badan tiba2 berputar, berbareng pedangpun bekerja. Kejadian bagai percikan api cepatnya dan sukar disaksikan dengan mata, tampak pancaran sinar hijau kemilau menyapu dengan dahsyatnya.

Lama kasa merah tak sempat berkelit lagi, terdengar lolong panjang yang mengerikan, di mana cahaya pedang itu menyamber lewat, badan kekar besar si Lama kasa merah seketika terpental roboh mandi darah. Kejap lain Thay-siangpun sudah berdiri di samping mayat Lama kasa merah, nafsu membunuh yang menghiasi wajah Thay-siang sudah sirna, kini kelihatan pucat pias, untuk berdiripun dia harus bertopang pada pedangnya, dadanya turun naik menghembuskan napas berat dan sesak, terdengar ia bergumam: "Anjing asing, akhirnya kau mampus dipedangku!" -
Suaranya serak lirih dan lemah, badannya bergoyang dan akhirnya iapun roboh terjungkal.

Sementara itu, dengan sebilah pedang panjangnya Yong King-tiong sedang menunjukkan ketangkasannya, beruntun dia melancarkan Thian-lo-kiam-hoat dari Kun-lun-pay yang telah lama putus di kalangan Kangouw, keempat Houhoat Hek-liong-hwe telah dijagalnya satu persatu, jubah hijaunya berlepotan darah. demikian pula jenggot dan mukanya pun basah dan kotor oleh keringat tercampur percikan darah musuh.

Delapan jago pedang Hek liong-hwe yang menonton diluar arena sama berdiri mematung dengan terbelalak, agaknya mereka takjub dan jeri melihat kehebatan Congkoan mereka, tiada seorang pun yang berani maju lagi.

Tiga kelompok pertempuran sengit yang berlangsung di pinggir "kolam naga hitam" kini dua kelompok diantaranya sudah berakhir. Kini tinggal Thi-hujin yang masih menempur Han Jan-to dengan segala kekuatannya, makin gebrak makin seru dan ramai.

Maklumlah kedua orang ditelurkan dari satu perguruan, sama2 hasil didikan Lo-hwecu yang tidak pilih kasih, apa yang diyakinkan Han Jan-to juga diyakinkan Thi-hujin, demikian pula sebaliknya, bergantung dari latihan dan penambahan variasi masing2 saja yang berbeda, apalagi taraf permainan mereka sudah sama2 mencapai puncaknya.

Ratusan jurus kemudian, mereka tetap bertahan sama kuat. Sudah tentu Thi-hujin lebih diburu nafsu untuk merobohkan lawan demi menuntut balas sakit hati sang suami, maka dia lebih getol menyerang, suatu ketika mulutnya melengking nyaring, sekujur badan seperti dibungkus sinar pedangnya terus menusuk lurus ke depan. Yang dilancarkan ini sudah tentu adalah Sin-liong-jut-hun, salah satu dari Hwi-liong-sam-kiam.

Melihat lawan menggunakan Hwi-liong-sam-kiam, sudah tentu Han Jan-to tidak berani ayal, iapun bersiul panjang, badanpun terbungkus bayangan hitam gelap melambung ke atas, yang dia kembangkan juga jurus Sin-liong-jut-hun.

Dua larik sinar pedang yang satu mencorong terang dan yang lain guram gelap menjulang tinggi ke udara, seperti bianglala yang menembus tabir matahari.

Mendadak terdengar dering nyaring benturan kedua senjata, percikan apipun bertaburan menghias angkasa. Dua sosok bayangan orang sama meluncur turun, terpancar cahaya terang laksana rantai perak disertai benturan nyaring memekak telinga.

Se-konyong2 selarik bianglala kembali menjulang ke udara disusul bianglala kedua juga melambung ke atas, di tengah udara kedua jalur bianglala saling bentur dan gubat menimbulkan gema suara yang ramai. Untuk merebut kesempatan kedua orang berusaha saling mendahului, Hwi-liong-sam-kiam memang ilmu pedang yang harus dilancarkan dengan badan mengapung, tapi pelajaran yang diyakinkan keduanya, sama2 bersumber dari satu perguruan, maka bila yang satu melambung ke udara, lawannya pun ikut mengapung ke udara, salah satu tiada yang mau mengalah.

Begitulah dari permukaan bumi kedua orang bertempur sampai ke udara, dan dari udara kembali berhantam di atas tanah, keduanya masih terus serang menyerang mengembangkan tipu permainan masing2, tapi tiada yang lebih unggul atau asor, kekuatan tetap seimbang.

Karena keduanya belajar dari satu sumber, betapapun banyak ragam perubahan ciptaan masing2, tetap tidak kelihatan lebih menonjol daripada yang lain, se-olah2 mereka seperti sedang latihan belaka, sedikit pun tidak kelihiatan letak kehebatan mereka, jadi pertempuran adu jiwa yang sengit ini justeru tiada seorang pun yang mampu mengungguli lawan serta merobohkannya. Kini keadaan semakin tegang, sekarang hanya soal Lwekang siapa yang lebih asor dan tak tahan, dia yang akan roboh lebih dulu dan itu berarti jiwa akan melayang.

Bagi orang lain yang menyaksikan pertempuran adu jiwa ini kelihatannya amat menakjubkan dan mengerikan, terutama dering benturan senjata kedua orang yang bergelombang memekak telinga sungguh sangat mengganggu perasaan orang, jantung serasa mau meloncat keluar.

Dengan mendelong Kun-gi mengikuti pertempuran sengit ibunya yang melabrak Han Jan-to, sudah tentu hatinya pun sudah getol menuntut balas kematian ayahnya, tapi dia lebih prihatin akan keselamatan ibunya. Semakin memuncak pertempuran itu, begitu tegang sehingga napas pun terasa sesak.

Disamping itu iapun menerawang serta menyelami jurus No-liong-ban-khong (naga murka melingkar di udara) jurus ketiga dari Hwi-liong-kiam-hoat, bila diubah menjadi jurus ketujuh seperti lukisan yang ditinggalkan oleh Tiong-yang Cinjin di dinding gua itu, dikala badan terapung dan melancarkan serangan badan berputar ke kiri, gaya pedang ditekan ke bawah, maka dengan mudah pedang akan menusuk Hiat-to tertawa Han Jan-to yang terletak dipinggang kanan. Sebaliknya bila diganti dengan jurus kesembilan, ujung pedang sedikit ditarik serta menyongkel ke atas, iapun akan berhasil menusuk tenggorokan Han Jan-to, sasaran yang mematikan.

Secara diam2 dia ikuti pertempuran ini sambil putar otak. gambar peninggalan Tiong-yang Cinjin di dinding gua yang sembilan jurus itu semuanya dilancarkan dengan badan terapung, sejak mulai jurus pertama terus, berlanjut sampai jurus kesembilan seperti berkelebat dalam benaknya, terasa bila dirinya sendiri yang menggunakan jurus2 ilmu pedang itu, cukup lima jurus saja pasti dirinya dapat membinasakan Han Jan-to.

Tapi ibunya justeru melarang dia turun tangan, soalnya sejak dua puluh tahun yang lalu beliau sudah bersumpah akan menuntut balas kematian suaminya dengan kedua tangan sendiri.

Dikala dia menonton dengan terpesona, tiba2 jeritan menyayat hati menyentak lamunannya, Karena terkejut Ling Kun-gi berpaling, dilihatnya sekali tabas Thay-siang telah berhasil membunuh Lama kasa merah, dia bertopang dengan batang pedangnya, mukanya pucat pasi. Malah badannya mulai sempoyongan dan akhirnya jatuh terkulai.

Kun-gi melompat kesana serta berjongkok disamping orang. Yong King-tiong juga ikut memburu maju, menyaksikan keadaan Thay-siang seketika dia mengerut kening, katanya lirih: "Luka2 Ji-kohnio agaknya cukup parah."

"Apakah Lopek tahu dimana letak luka2 Thay-siang?" tanya Kun-gi.

"Patu, anjing asing ini, meyakinkan ilmu Yoga, kemungkinan Ji-kohnio terkenan Toa-jiu-in."

Lekas Kun-gi papah Thay-siang, tangan kiri menakan Ling-tai-hiat di punggung orang, pelan2 dia salurkan hawa murni ke tubuhnya.

Betapa tangguh Lwekang Thay-siang, cukup mendapat sedikit bantuan tenaga dari luar sebagai pendorong hawa murni sendiri, dengan lekas sekali orangnya setengah pingsan segera siuman serta mem-buka mata. Melihat Kun-gi lagi menyalurkan tenaga murni ke tubuhnya, agaknya dia amat terharu dan manggut2, katanya tak bertenaga: "Nak, kaukah ini."

"Jangan Thay-siang berbicara ....."

"Nak, tak usah kau membuang tenaga, lepas tanganmu, aku masih kuat bertahan."

"Luka2 Thay-siang tidak ringan, tapi dengan landasan kekuatan sendiri selama puluhan tahun ini, asal berhasil menuntun hawa murni ke tempatnya semula, setelah beberapa kejap bersemadi, dengan cepat kesehatan Thay-siang pasti akan sembuh."

"Memang betul, apa yang kau maksud aku sudah tahu, tapi Losin dua kali terkena Toa-jiu-in keparat gundul itu, keduanya mengenai tempat fatal di tubuhku, keadaanku cukup parah dan tak berguna lagi, tak usah kau membuang hawa murnimu, hentikanlah, mumpung keadaan Losin belum memburuk, masih ada omongan yang hendak kubicarakan dengan kau."

Tapi Kun-gi tidak segera lepas tangan, katanya: "Apakah Thay-siang tidak berusaha menyembulikan diri?"

"Tak usah banyak bicara nak, dua tempat isi perutku sudah hancur, umpama ada obat dewa juga tiada gunanya, syukur aku masih kuat bertahan berkat peyakinan Lwekang selama puluhan tahun, hawa murniku belum lagi buyar, beberapa kejap aku masih kuat bertahan, umpama kau bantu menyalurkan hawa murni juga tiada gunanya. Sebelum ajal ini, Losin ingin bicara dengan kau, waktu amat mendesak, lekaslah duduk disampingku."

Yong King-thong dapat melihat air muka Thay-siang sudah mulai berubah, lekas dia menimbrung: "Ling-kongcu, Ji-kohnio ingin bicara, lekas kau berhenti saja."

"Thay-siang . ." dengan ragu2 akhirnya Kun-gi menarik tangan.

Lwekang Thay-siang memang amat tinggi, meski Kun-gi tarik tangan menghentikan saluran tenaga dalam, hakikatnya tidak membawa pengaruh besar bagi keadaannya, mukanya memang amat pucat, katanya menukas: "Nak, jangan memanggilku Thay-siang, aku adalah bibimu, kau panggil aku bibi saja."

Terasa oleh Kun-gi, perempuan yang berwatak keras sejak muda sampai lanjut usia ini, kini keadaannya betul2 sudah parah, walau orang berhati keji, untuk membunuhnya tak segan2 dia mengorbankan banyak jiwa orang lain, tapi apapun yang telah terjadi, jelek2 dia adalah adik kandung ibunya, apalagi keadaannya sekarang ibarat dian yang sudah kehabisan minyak.

Maka pelan2 Kun-gi berlutut, mulutpun berteriak haru tersendat: "Bibi!"

Thay-siang tertawa haru, katanya: "Anak baik, bibimu berbuat salah terhadap kakek luarmu, mengingkari ayah bundamu, demikian pula terhadap kau . . ."

"Kejadian yang sudah lalu, biarlah tak usah diungkat kembali, bibi tak usah bicara urusan ini lagi."

"Orang menjelang ajal, apa yang dikatakan adalah bajik, perbuatanku dulu yang memang tidak dilandasi cinta kasih dan kebajikan, sekarang menjadi penyesalan yang amat mendalam."

Setelah Kun-gi menghentikan tambahan hawa murni, kalau Thay-siang tidak menggunakan tenaga, berkat latihannya puluhan tahun dia masih kuat bertahan beberapa kejap lagi, tapi setelah berbicara beberapa patah, lambat laun terasa keadaannya semakin gawat.

Agaknya hawa murni dalam tubuhnya mulai buyar sehingga suara yang keluar dari kerongkongan pun menjadi lemah dan lirih, tapi dia masih berusaha berbicara: "Nak, kau sudah masuk ke Hek-liong-tam, sembilan jurus ilmu pedang peninggalan Tiong-yang Cinjin yang terukir didinding pasti sudah kau pelajari dengan baik, Ih-thian-kiam ini diperoleh kakek luarmu di dalam kamar batu didasar kolam itu, hanya pedang inilah yang bisa mengembangkan sembilan jurus ilmu pedang itu hingga puncaknya, lekaslah kau terima . . . ." sampai disini mendadak dia ter-batuk2, napaspun ter-sengal2.

Pada saat itulah, terdengar benturan nyaring senjata memekak telinga dan menggetar sukma, tanpa tertahan Kun-gi menoleh, dalam beberapa kejap ini, ternyata ibunya sudah terdesak di bawah angin.

Continue Reading

You'll Also Like

30.5K 4.1K 200
Dalam hal potensi: Bahkan jika kamu bukan jenius, kamu bisa belajar Teknik Misterius dan keterampilan bela diri. Kamu juga dapat belajar tanpa guru...
32.8K 1.5K 57
Novel translate by google translate Author : 怕冷的火焰 Sinopsis : Teman sekelas Zhong Kui tanpa sengaja mendapat produk super-teknologi dari domain asin...
1K 73 6
Dapat telfon dari nomor baru, sungguh tidak menyenangkan. Terlebih si penelpon yang ternyata tetangga serta tamu tak diundang yang pernah berkunjung...
Pendekar Laknat By Jade

General Fiction

267K 5K 67
MENGAPA? MENGAPA? MENGAPA? Demikian pertanyaan yang selalu menghuni dalam benak Siau-liong, jejaka berumur 16 tahun yang sedang belajar pada Tabib Sa...