Pendekar Kidal (Cin Cu Ling)...

By JadeLiong

279K 6.4K 69

Lenyapnya Tong Thian Jong, tertua keluarga Tong di Sujwan yang terkenal dengan ilmu senjata rahasia dan racun... More

Jilid 1
Jilid 2
Jilid 3
Jilid 4
Jilid 5
Jilid 6
Jilid 7
Jilid 8
Jilid 9
Jilid 10
Jilid 11
Jilid 12
Jilid 13
Jilid 14
Jilid 15
Jilid 16
Jilid 17
Jilid 18
Jilid 19
Jilid 20
Jilid 21
Jilid 22
Jilid 23
Jilid 24
Jilid 25
Jilid 26
Jilid 27
Jilid 28
Jilid 29
Jilid 30
Jilid 31
Jilid 32
Jilid 33
Jilid 34
Jilid 35
Jilid 36
Jilid 37
Jilid 38
Jilid 39
Jilid 40
Jilid 41
Jilid 42
Jilid 43
Jilid 44
Jilid 45
Jilid 46
Jilid 47
Jilid 48
Jilid 49
Jilid 50
Jilid 51
Jilid 52
Jilid 53
Jilid 54
Jilid 55
Jilid 56
Jilid 57
Jilid 58
Jilid 59
Jilid 60
Jilid 61
Jilid 62
Jilid 63
Jilid 64
Jilid 65
Jilid 66
Jilid 67
Jilid 68
Jilid 69
Jilid 70
Jilid 71
Jilid 72
Jilid 73
Jilid 74
Jilid 75
Jilid 76
Jilid 77
Jilid 78
Jilid 79
Jilid 80
Jilid 81
Jilid 82
Jilid 83
Jilid 84
Jilid 85
Jilid 87
Jilid 88
Jilid 89
Jilid 90
Jilid 91
Jilid 92
Jilid 93
Jilid 94
Jilid 95
Jilid 96
Jilid 97
Jilid 98
Jilid 99
Jilid 100
Jilid 101
Jilid 102
Jilid 103
Jilid 104
Jilid 105
Jilid 106
Jilid 107
Jilid 108
Jilid 109
Jilid 110 (TAMAT)

Jilid 86

1.9K 47 0
By JadeLiong

Seyogianya bila obat penawar dituangkan, air kolam seharusnya bergolak dan timbul perubahan, tapi air kolam yang hitam kental itu kini sedikit pun tidak timbul perubahan apa2.

Tanpa berkedip Thay-siang awasi permukaan air kolam, ternyata obat penawar yang dia bawa sudah hilang khasiatnya, sorot matanya dari balik cadar tampak mencorong dingin setajam pisau, terdengar mulutnya menggeram gemas, desisnya sambil mengertak gigi: "Binatang kecil menggagalkan usahaku."

Melihat cuaca sudah terang benderang, sementara dalam kolam tetap tidak tampak reaksi apa2, keruan hati Yong King-tiong gelisah setengah mati, gua di dasar kolam itu diciptakan oleh Sin swi-cu setelah diadakan perhitungan dan percobaan yang seksama, setiap langkah mengandung mara bahaya, kesalahan serambut saja bisa mendatangkan elmaut bagi orang yang masuk ke dalam. Padahal dia sendiri tak pernah masuk kesana, entah bagaimana. keadaan di dalam? Ling-kongcu sudah satu jam lebih berada di dalam, memangnya dia terjebak dan tertimpa malang?

Dikala dia merasa kuatir dan was2 inilah Thay-siang masih tetap mengawasi permukaan air kolam, sorot matanya tampak putus asa, tiba2 ia berteriak beringas: "Anak keparat, kau tidak akan kulepaskan." Mendadak dia membalik badan, jengeknya: "Yong-congkoan, kau tahu kejurusan mana Ling Kun-gi pergi?"

"Hanya ada satu jalan keluar di Hek-liong tam, Ling-kongcu . . . ." belum selesai Yong King-tiong bicara, tepat di pusar kolam tiba2 terdengar suara gemuruh, air kolam yang semula tenang mendadak berpusar semakin kencang pada delapan tempat. Air beracun yang mengalir dari kepala naga di dinding utarapun seketika berhenti mengalir. Cepat sekali air kolam yang berpusar itu menyusut rendah.

Sorot mata Thay-siang yang tajam tengah menatap Yong King-tiong, ia mendengus sekali lalu berkata: "Sudah ada orang masuk ke dasar kolam. Katakan, bocah she Ling itu bukan?"

Tahu bahwa Kun-gi sudah berhasil menunaikan tugasnya, diam2 hati Yong King-tiong sangat senang, tapi barusan sudah merasakan lihaynya ilmu pedang Ji-kohnio, dari nadanya kini agaknya dia teramat benci dan dendam terhadap Ling-kongcu, maka hatinya pun menjadi gelisah dan kuatir pula bagi keselamatan Ling Kun-gi. Walau rasa senang lebih merasuk hati, tapi mimik mukanya sedikitpun tidak kentara, ia menyurut selangkah dan menjawab: "Cayhe betul2 tidak tahu."

"Masih bilang tidak tahu," jengek Thay-siang, "sejak tadi kau berjaga disini, pasti kau yang membantu dia turun ke bawah dan akan bantu dia naik ke atas pula?"

Urusan sudah telanjur sejauh ini, terpaksa Yong King-tiong berubah sikap, katanya dengan sungguh: "Ji-kohnio, engkau seorang cerdik, bahwa Lo-hwecu mendirikan Hek-liong-hwe adalah untuk menyambut seruan Tuan Puteri, tujuannya merebut kembali tanah air yang terjajah, waktu itu tidak sedikit kelompok patriot kita yang beruntun ditumpas oleh kerajaan, maka buku daftar anggota seluruh pahlawan bangsa di Kangouw oleh Tuan Puteri secara diam2 di simpan di markas pusat Hek-liong-hwe kita, buku itu merupakan dokumen paling penting dan rahasia, maka Lo-hwecu memerlukan membangun Hek-liong-tam ini, tak tersangka Hek-liong-hwe telah dijual kepada musuh oleh sekomplotan manusia yang tamak harta dan gila pangkat, pihak kerajaanpun amat getol untuk merebut buku daftar itu, bilamana sampai terjatuh di tangan mereka, entah berlaksa jiwa akan terembet dan menjadi korban tanpa dosa, betapa pula banyak aliran persilatan di Bu-lim akan ditumpasnya, bahwa selama dua puluh tahun ini Cayhe terima hidup terhina, yang kutunggu adalah hari ini."

"Katakan, yang turun ke bawah bocah she Ling itu bukan?" Thay-siang menegas.

"Betul, memang Ling-kongcu yang turun ke bawah, dia akan menghancurkan buku daftar itu, Cayhe berjaga disini untuk membantu dari segala kemungkinan, kini dia sudah akan keluar. Ji-kohnio adalah angkatan tua Ling-kongcu, kekuatan inti Pek-hoa-pang pun telah kau kerahkan kemari, kalian adalah sanak kadang sendiri, seharusnya saling bantu berdampingan memberantas musuh, bantulah Ling-kongcu untuk menggempur Hek-liong-hwe, karena Hek-liong-hwe yang didirikan ayahmu kini terjatuh ke tangan musuh, Lo-hwecu . . . ."

"Tutup mulut," hardik Thay-siang, "jangan kau minta ampun bagi bocah she Ling, Hek-liong-hwe terang akan kugempur, tapi aku akan bunuh dulu bocah she Ling itu:" -Mulut bicara sementara matanya menatap ke dasar kolam tanpa berkedip.

Saat mana air kolam sudah menyurut rendah, tepat di tengah kolam muncul batu karang, tepat di pucuk karang terdanat sebuah batu bulat raksasa, batu itu mulai bergerak mumbul ke atas, kejap lain seorang pemuda berjubah hijau tampak menongol keluar dari lubang di bawah batu bulat itu.

Hari sudah terang benderang, kabutpun sudah menipis, betapa tajam pandangan Thay-siang, sekilas pandang dia sudah mengenali pemuda yang menongol keluar itu memang betul Ling Kun-gi.

Darah seketika merangsang kepala, sembari menggeram pedang ditangan kanannya mendadak dia timpukkan ke bawah, berbareng kedua kakinya menutul, orangnya pun meluncur ke bawah, daya luncurnya teramat cepat, dengan ringan ujung kakinya menginjak di atas batang pedang yang sedang terbang itu.

Cahaya pedang bagai bianglala, dengan terbang naik pedang Thay-siang melompat sejauh dua belas tombak meluncur turun ke puncak karang di tengah kolam.

Melihat orang menimpukkan pedang, semula Yong King-tiong mengira orang menggunakannya sebagai senjata rahasia uuntuk menyerang Ling Kun-gi, maka dia berteriak gugup: "Jangan Ji-kohnio . . . ." Demi melihat orang "terbang" dengan naik pedang, hati Yong King-tiong semakin kaget dan mencelos.

Betapapun tinggi ilmu silat seseorang takkan mungkin danat melompati sejauh dua belas tombak dari permukaan kolam ini, tapi ilmu "It-wi-toh-kung" (dengan sebatang gala menyeberang sungai) yang dipertunjukkan Thay-siang ini betul2 amat menakjubkan. Selama dua puluh tahun ini, watak Ji-kohnio ini agaknya makin nyentrik, bila dia betul2 berhasil terjun ke pucuk karang, bukan mustahil akan perang tanding dengan Ling-kongcu, dengan bekal kepandaian silatnya yang bertaraf tinggi itu mungkin Ling-kongcu bukan tandingannya.

Hampir dalam waktu yang sama, dari arah lain sana, tahu2 melayang terbang pula selarik sinar pedang, karena kabut telah menipis, maka samar2 dapat terlihat di atas luncuran sinar pedang itu berdiri juga sesosok bayangan orang yang berkedok serba hitam, pakaian melambai, meluncur dengan cepat dan sasarannya juga ke puncak karang di dasar kolam.

Kembali Yong King-tiong terkejut, batinnya: "Siapa pula itu?"

Kedua orang sama2 melancarkan Ginkang It-wi-to-kang ajaran rahasia Siau-lim-pay yang tidak diturunkan kepada orang luar, jelas bahwa kedua orang ini pasti punya sangkut paut erat dengan Siau-lim-pay.

Sama2 naik pedang yang meluncur, meski ke-duanya terpaut beberapa kejap tapi keduanya hampir bersamaan pula tiba di pucuk karang. Saat mana Ling Kun-gi baru saja menerobos keluar di bawah batu bulat.

Tahu2 Thay-siang sudah hinggap di atas karang, bentaknya: "Binatang kecil, kau pantas mampus!" - Pedang terayun, dada Kun-gi ditusuknya dengan beringas.

Sebetulnya Kun-gi belum melihat jelas orang di depannya, tapi dia kenal betul suara Thay-siang, tanpa terasa ia menjerit: "Kau ini Thay-siang!" -Sebat sekali dia menyurut mundur sambil berkelit.

Kejadian berlangsung dalam sekejap dan cukup gawat, dikala Kun-gi mengegos, orang berkedok yang datang belakangan itupun sudah meluncur tiba menghadang di depan Kun-gi. Pedang panjang kontan terayun, "trang", tusukan pedang Thay-siang kena ditangkisnya, teriaknya: "Dik, tak boleh kau melukai dia!"

Karena suara orang, kembali Kun-gi di bikin kaget, teriaknya: "Ibu!"

Orang berkedok dan berpakaian hitam yang baru datang ini memang betul ibu kandung Ling Kun-gi, yaitu Thi-hujin alias Thi Ji-giok.

Wajah Thay-siang teraling cadar, tapi sorot matanya tajam dingin diliputi nafsu membunuh, teriaknya: "Siapa adikmu? Binatang kecil ini menggagalkan urusanku, aku harus mencabut nyawanya, kau minggir!" -

"Sret", kembali dia menusuk.

Pedang Thi-hujin segera menyontek dan menindih gerakan Thay-siang, katanya: "Dik, jangan kau melupakan persaudaraan. Kau terhitung lebih tua dari dia, umpama kau ingin menghukum dia dengan cara apapun boleh, tapi terhadan anak2 tak pantas kau main senjata."

"Jangan cerewet!" teriak Thay-siang pula. "Kalian ibu beranak memang pantas mampus." -Di tengah teriakannya ini, beruntun dia menyerang tiga kali pula.

Thi-hujin tangkis semua serangan Thay-siang itu, katanya: "Aku tak boleh mati sekarang, aku akan membunuh bangsat pengkhianat Hek-liong-hwe dengan kedua tanganku sendiri, menegakkan nama baik ayah dan perguruan, menuntut balas sakit hati kematian suamiku."

Walau merasa perbuatan Thay-siang keterlaluan, tapi kini Kun-gi sudah tahu bahwa Thay-siang adalah bibinya sendiri. Cuma belum diketahui ada perselisihan apa diantara Thay-siang dengan ibunya, sampai sesama saudara ini saling dendam dan bermusuhan? Tapi kedua orang yang lagi gebrak ini adalah angkatan tuanya, walau hati merasa cemas, tak berani dia ikut turun tangan atau membujuk.

Setelah dia keluar dari bawah lubang, batu bulat yang timbul tadi kini sudah turun dan menyumbat lubang tadi. Peralatan rahasia di Hek-liong-tam ini saling berkaitan satu dengan yang lain bila batu bulat ini sudah kembali pada posisinya semula, kepala naga di dinding utara itupun mulai memancurkan air beracun, sementara air kolam yang semula tersedot ke delapan empang disamping kolam kini kembali mengalir balik, maka volume air mulai meninggi pula.

Thay-siang masih mainkan pedangnya sekencang kitiran, seperti orang kalap saja dia menghardik seraya lancarkan serangan, bagai mengadu jiwa layaknya dia cecar Thi-hujin dengan tusukan dan tebasan pedgang.

Dengan tenang dan mantap Thi-hujin hanya menangkis dan mematahkan serangan orang, tak pernah balas menyerang, maka suara keras benturan senjata mereka terasa memekak telinga sederas hujan badai.

Kun-gi yang berada disamping cukup tahu situasi yang gawat ini, maka dia berteriak mendesak: "Thay-siang lekas berhenti. Kalau tidak lekas meninggalkan tempat ini, air kolam segera akan naik pasang."

Mendadak terdengar suara gelak tawa aneh di sebelah atas, disusul seorang berkata: "Pemberontak bernyali besar, kalian masih ingin pergi dengan selamat dari Hek-liong-tam?"

Belum lenyap suaranya, beruntun terdengar suara jepretan, maka berhamburanlah anak panah beracun bagai hujan lebatnya sama tertuju ke puncak karang. Sementara cepat sekali air kolam juga semakin tinggi, karangpun hampir tenggelam ditelan air.

Thi-hujin berteriak gugup: "Dik, lekas naik!"

Agaknya Thay-siang amat jeri juga akan air kolam beracun ini, dengan menggerang gusar segera dia jejak kedua kakinya dan melambung ke atas, pedang panjang ditangan pun ditimpuk ke atas, pedang yang bercahaya kemilau meluncur bagai roket, dengan menaiki pedang itulah Thay-siang langsung menerjang ke tepi atas. Di tengah udara menyongsong hamburan anak panah yang melesat kencang itu, dia kebutkan kedua lengan bajunya, bagai menyibak tangkai bunga layaknya sekejap saja dia sudah hinggap di tepi kolam.

Dikala Thay-siang meleset terbang itu Kun-gi berteriak gugup: "Bu, lekas engkau naik!"

Thi-hujin tahu dengan membawa Le-liong-cu Kun-gi tidak perlu takut air kolam, maka dia berpesan: "Lekas kau pun pergi saja!" -

Segera iapun timpukkan pedang, badan melijit tinggi hinggap di atas pedang terus meluncur ke atas pula, arahnya ke sebelah sana.

Dua puluh empat ahli pemanah tengah berbaris ditepi kolam dan sibuk dengan anak panahnya kapan mereka pernah lihat ada manusia bisa numpang pedang, apalagi sinar pedang yang ditimpukkan mencorong seterang itu, sehingga anak panah yang mereka bidikkan seketika menyibak minggir sendirinya, karuan ciut nyali mereka, tanpa disadari be-ramai2 mereka menyurut mundur.

Lekas sekali Thay-siang manfaatkan peluang ini, setelah kaki hinggap di tepi, sembari tertawa dingin pedang pun bekerja, bagai naga hidup sinar pedangnya menebas kian kemari. Dimana larikan sinar pedangnya menyambar, jeritan mengerikan seperti berpadu, lima laki2 pemanah terpenggal kepalanya.

Berhasil membinasakan lima musuh. Thay-siang terus berkisar ke kiri, pedangnya kembali menyapu.

Betapa cepat gerakan pedangnya, hakikatnya susah diikuti oleh pandangan mata, tahu2 kilat menyamber dan jiwapun melayang, kembali lima sosok tubuh sama terjungkal roboh tak berkepala.

Dua kali pedang Thay-siang menyapu, hanya sekejap saja hampir separo dari dua puluh empat pemanah telah menjadi korban, sisanya keruan menjadi lemas kakinya saking ketakutan, be-ramai2 mereka melarikan diri sehingga tugas membidikkan panah terlupakan sama sekali.

Pada saat itulah terdengar seorang menghardik keras: "Pemberontak bernyali besar, tidak lekas berhenti?"

Waktu Thay-siang berpaling, tertampak tiga tombak di atas batu padas besar sana berdiri sejajar belasan orang. Orang di-tengah2 berusia antara 45-an, alis tebal, mata sipit, kulit mukanya semu merah bagai buah apel, mengenakan jubah abu2 bersulam indah, sikapnya kelihatan gagah dan angker. Di sebelah kirinya adalah seorang Lama berkasa merah. dua muridnya berdiri di kanan kiri sebelah belakang.

Disebelah kanannya adalah laki2 berjubah hijau berusia enam puluhan, disusul Yong King-tiong sebagai Hek-liong-hwe Congkoan, dilanjutkan empat laki2 berbaju biru berusia empat puluhan. Di kedua sisi orang2 ini adalah delapan laki2 seragam hitam berpedang panjang warna hitam pula, jelas mereka adalah jago2 pedang dari Hek-liong-hwe. Tadi yang bersuara adalah laki2 jubah hijau berusia enam puluhan itu.

Laki2 berjubah abu2 yang berdiri di tengah menatap Thay-siang sekian lamanya, katanya kemudian dengan suara kereng: "Kau Thi Ji-hoa atau Thi Ji-giok?"

"Peduli apa siapa aku?" jengek Thay-siang.

"Siapa kau?" bentak Thi-hujin disebelah sana.

Yong King-tiong menyeringai tawa, katanya: "Kalian berani menyelundup ke tempat terlarang, kini berhadapan dengan Hwecu kita masih berani bertingkah, hayo lemparkan senjata dan menyerah saja. Memangnya kalian berani memberontak?" -Kata2nya ini memberi kisikan bahwa si jubah abu2 adalah Hek-liong-hwe Hwecu Han Jan-to adanya.

Sejak kecil Han Jan-to dibimbing dan dibesarkan oleh Hek-liong-hwe Hwecu yang terdahulu, yaitu Hek-hay-liong Thi Tiong-hong. Ini berarti bahwa dia tumbuh dewasa bersama Thi-hujin dan Thay-siang, lalu mengapa Thi-hujin dan Thay-siang sekarang tidak mengenalnya?

Soalnya dalam ingatan mereka Han Jan-to adalah pemuda yang cakap bermuka putih bersih, sikapnya sopan dan lembut, kecuali hidungnya yang membetet, tak kelihatan roman mukanya yang jahat dan sadis, tapi laki2 di depan mata mereka sekarang berwajah merah, alis tebal mata sipit, hakikatnya bukan Han Jan-to yang menjual Hek-liong hwe dan mencelakai suaminya itu. Sesaat Thi-hujin menatap si jubah abu2, lalu mendengus hina: "Han Jan-to?"

Ling Kun-gi kini juga sudah naik ke atas dan berdiri dibelakang Thi-hujin, katanya lirih: "Bu, dia mengenakan kedok muka."

Sorot mata si jubah abu2 menatap Kun-gi lekat2, sekilas iapun melirik Le-liong-cu, tiba2 dia tertawa lebar, katanya: "Anak muda, kau inikah Ling Kun-gi?"

Kini baru Thi-hujin mengenal suara orang, seketika badannya gemetar, pedang menuding, bentaknya dengan suara gemetar: "Kau memang betul Han Jan-to, kau keparat yang khianat ini, ya, memnang kau adanya."

Han Jan-to tertawa lebar, katanya: "Betul, memang aku orang she Han, kita kan dibesarkan ber-sama2, dulu kalau bocah she Ling tidak menyelinap diantara kita, kau nona Ji-giok pasti sudah menjadi biniku, tapi hari ini kaupun akan tetap disanjung sebagai isteriku tercinta . . . ."

Dulu Han Jan-to sudah beranggapan bahwa dirinyalah yang pasti akan mewarisi jabatan ketua Hek-liong-hwe dari tangan Thi Tiong-hong, malah secara diam2 iapun naksir kepada nona Ji-giok, sementara Ji-hoa alias Thay-siang dari Pek-hoa-pang diam2 kasmaran terhadap Ling Tiang-hong, tapi karena Kay-to Taysu telah memperkenalkan murid premannya yang satu ini, maka Thi Tiong-hong berkeputusan mewariskan jabatan ketua Hek-liong-hwe kepada Ling Tiang-hong.

Dan lagi mengingat puteri tunggalnya Ji-hoa berwatak nyentrik, cupet pikirannya dan berjiwa sempit, sebaliknya Ji-giok sang puteri angkat berwatak lembut, welas asih, sikapnya ramah dan halus maka dia berkeputusan lebih setimpal menjodohkan puteri angkatnya Ji-giok kepada Ling Tiang-hong.

Continue Reading

You'll Also Like

74.2K 10.1K 123
[Novel Terjemahan] Chapter (2201- 2318) Kultivasi Ganda Abadi dan Bela Diri Capai puncak kultivasi abadi dan jadilah mampu mengamuk tanpa rasa...
4.2K 268 200
Long Chen, seorang pemuda cacat yang tidak bisa berkultivasi, terus-menerus menjadi sasaran dan diintimidasi oleh sesama ahli waris bangsawan. Setela...
225K 3.1K 55
Lanjutan "Dewi Maut". Tokoh utama : Cia Sin Liong atau Pendekar Lembah Naga adalah anak di luar nikah dari pendekar sakti Cia Bun Houw, ibunya bernam...
201K 2.9K 86
Awal kisah dari Trilogi Dinasti Tong yang merupakan salah satu karya terbaik Liang Ie Shen. Sangat direkomendasikan untuk dibaca (must read), bahkan...