Pendekar Kidal (Cin Cu Ling)...

By JadeLiong

279K 6.4K 69

Lenyapnya Tong Thian Jong, tertua keluarga Tong di Sujwan yang terkenal dengan ilmu senjata rahasia dan racun... More

Jilid 1
Jilid 2
Jilid 3
Jilid 4
Jilid 5
Jilid 6
Jilid 7
Jilid 8
Jilid 9
Jilid 10
Jilid 11
Jilid 12
Jilid 13
Jilid 14
Jilid 15
Jilid 16
Jilid 17
Jilid 18
Jilid 19
Jilid 20
Jilid 21
Jilid 22
Jilid 23
Jilid 24
Jilid 25
Jilid 26
Jilid 27
Jilid 28
Jilid 29
Jilid 30
Jilid 31
Jilid 32
Jilid 33
Jilid 34
Jilid 35
Jilid 36
Jilid 37
Jilid 38
Jilid 39
Jilid 40
Jilid 41
Jilid 42
Jilid 43
Jilid 44
Jilid 45
Jilid 46
Jilid 47
Jilid 48
Jilid 49
Jilid 50
Jilid 51
Jilid 52
Jilid 54
Jilid 55
Jilid 56
Jilid 57
Jilid 58
Jilid 59
Jilid 60
Jilid 61
Jilid 62
Jilid 63
Jilid 64
Jilid 65
Jilid 66
Jilid 67
Jilid 68
Jilid 69
Jilid 70
Jilid 71
Jilid 72
Jilid 73
Jilid 74
Jilid 75
Jilid 76
Jilid 77
Jilid 78
Jilid 79
Jilid 80
Jilid 81
Jilid 82
Jilid 83
Jilid 84
Jilid 85
Jilid 86
Jilid 87
Jilid 88
Jilid 89
Jilid 90
Jilid 91
Jilid 92
Jilid 93
Jilid 94
Jilid 95
Jilid 96
Jilid 97
Jilid 98
Jilid 99
Jilid 100
Jilid 101
Jilid 102
Jilid 103
Jilid 104
Jilid 105
Jilid 106
Jilid 107
Jilid 108
Jilid 109
Jilid 110 (TAMAT)

Jilid 53

2.2K 53 0
By JadeLiong

Sudah tentu bukan maksudnya ingin membela Ling Kun-gi, soalnya dia juga iri dan tidak terima kalau jabatan Cong-su-cia jatuh ke tangan Leng Tio-cong. Dari pada Leng Tio-cong memungut keuntungan, biarlah tetap dijabat oleh Ling Kun-gi saja. Maklumlah kedua orang ini memang sering perang dingin dan tarik urat.

Baru pertama kali ini Kun-gi naik ke tingkat ketiga yang jauh lebih sempit daripada tingkat kedua.

Thay-siang menempati ruang tengah, sebelah depannya ada sebuah ruang kumpul, dimana terdapat kursi berjajar, ditengahnya ada sebuah meja dan kursi. Kamar tidur Thay-siang di sebelah dalam. Di sebelah kiri masih terdapat dua kamar lagi, tertutup oleh kain gordyn yang tersulam indah, itulah tempat tinggal Pangcu dan Hu-pangcu.

Dari letak beberapa kamar ini, dapatlah disimpulkan jendela kamar Thay-siang tentu berada di sebelah kanan, jadi berlawanan dengan jendela kamar Pangcu dan Hu-pangcu.

Begitu Kun-gi melangkah masuk ruang pertemuan, Pek-hoa-pangcu lantas angkat tangannya, katanya: "Silakan duduk Cong-su cia."

Kun-gi menjura, sahutnya: "Hamba sebagai tertuduh yang patut dicurigai, biarlah berdiri disini saja."

Tengah bicara, dua pelayan menyingkap kerai, tertampak Thay-siang melangkah datang dari kamarnya. Pek-hoa-pangcu, Hu-pangcu, Ling Kun-gi dan Giok-lan sama berdiri serta membungkuk menyambut kedatangannya.

Menyapu pandang wajah para hadirin, Thay-siang mengangguk serta berkata: "Kalian sudah menemukan pembunuhnya?"

"Lapor Thay-siang," seru Pek-hoa-pangcu, "Som-lo-ling dan jubah hijau sudah ditemukan, cuma . ...."

Thay-siang menuju ke kursi besar berlapis bulu binatang dan duduk, dia lantas menukas: "Baik, sekali kalau sudah ditemukan."

So-yok menyela dengan gugup: "Thay-siang, walau kedua barang ini ditemukan di kamar Cong-su-cia, tapi Tecu berpendapat pasti musuh sengaja hendak memfitnah dia."

Pek-hoa-pangcu menambahkan: "Tecu juga berpendapat musuh sengaja hendak mengkambing hitamkan dia, harap Thay-siang suka periksa."

"Bagaimana duduk persoalannya?" tanya Thay-siang.

Maka So-yok lantas ceritakan usul Ling Kun-gi serta cara pemeriksaan seorang demi seorang, lalu menggeledah kamar.

Setelah mendengar laporan So-yok, Thay-siang berkata: "Hay-siang, bawa kemari barang2 bukti itu."

Hay-siang mengiakan, tersipu-sipu dia persembahkan kotak perak dan jubah hijau itu dengan kedua tangannya.

Memegang kotak perak Som-lo-ling itu Thay-siang mengamati sekian lama dengan teliti, katanya kemudian: "Benda ini amat ganas sekali, memang barang tiruan yang mereka buat dari seorang ahli, tak ubahnya dengan barang aslinya." Dia letakkan kotak itu, diatas meja lalu bertanya: "Hay-siang, kau bilang pernah menyambit penyantron dengan panah, apakah timpukanmu mengenai sasaran?"

Hay-siang membungkuk, sahutnya: "Lapor Thay-siang, lengan kanan jubah hijau itu ada lubang kecil, itulah bekas kena timpukan panah Tecu."

"Kau pernah melihat bayangan punggung pembunuh itu, apakah mirip Ling Kun-gi?"

Hay-siang ragu2 sebentar, sahutnya: "Gerak tubuh orang itu teramat cepat, Tecu tidak melihat jelas wajahnya, jadi tak berani sembarang bicara, tapi kalau dilihat bentuk perawakannya memang rada2 mirip Cong-su-cia."

"Nah, itulah," ujar Thay-siang.

Berdegup jantung Pek-hoa-pangcu, Hu-pangcu dan Giok-lan serentak mereka berteriak: "Thay-siang!"

Sedikit menggerak tangan, Thay-siang cegah mereka bicara, matanya tertuju ke arah Kun-gi, katanya: "Ling Kun-gi, apa pula yang hendak kau katakan?"

Sikap Kun-gi tidak berubah, katanya membungkuk: "Apa yang ingin hamba sampaikan tadi sudah dijelaskan oleh Hu-pangcu, Thay-siang maha bijaksana, salah atau benar persoalan ini tentu dapat diselidiki dengan adil, hamba terima apa saja putusan Thay-siang."

Karena mengenakan cadar, sukar dilihat bagaimana mimik muka Thay-siang, tapi Bok-tan, So-yok dan Giok-lan sama tertekan perasaannya, napas pun terasa sesak.

Menoleh ke arah Hay-siang, Thay-siang bertanya: "Begitu kau melihat pembunuh lalu menyerangnya dengan panah?"

Hay-siang mengiakan.

"Waktu itu, berapa jauh jarakmu dengan dia?"

Hay-siang berpikir, sahutnya: "Kira2 tiga tombak."

"Baik, Ling Kun-gi, putar badanmu dan majulah setombak lebih."

Pek-hoa-pangcu, So-yok dan Giok-lan tidak tahu apa maksud Thay-siang, diam2 mereka berkuatir bagi Kun-gi.

Jarak setombak setengah berarti sudah berada diluar kamar. Maka Kun-gi melangkah keluar.

"Sudah cukup, berhenti, kau berdiri saja disitu," ucap Thay-siang, "akan kusuruh Hay-siang menimpuk panah kebelakangmu, kau tak boleh berkelit, hanya boleh menyampuk dengan lengan bajumu, sudah tahu?"

Bahwa dirinya hanya boleh menyampuk ke belakang dengan lengan bajunya saja, Kun-gi lantas tahu kemana maksud Thay-siang, cepat dia menjawab: "Hamba mengerti."

"Hay-siang, kau sudah siap?" tanya Thay siang.

"Tecu sudah siap." sahut Hay-siang,

"Bagus, timpuk pundak kanannya," seru Thay-siang.

Sejak tadi Hay-siang sudah genggam sebatang panah kecil ditelapak tangan kanannya, belum lenyap seruan Thay-siang, tangan kanannya pun sudah terayun, "Ser," sebatang panah kecil bagai bintang meluncur ke pundak kanan Ling Kun-gi.

Agaknya kali ini Kun-gi hendak pamer kepandaian, dia diam saja tanpa menoleh, setelah panah melesat tiba lebih dekat, tangan kanan perlahan mengebut kebelakang. Gayanya indah gerakannya ringan dan gagah, lebih harus dipuji lagi karena dia memperhitungkan waktu dengan tepat, ujung lengan bajunya bergerak lamban seperti melambai tertiup angin, kebetulan panah kecil sambitan Hay-siang kena disampuknya. "Creng", panah kecil terbuat dari batang baja itu berdering nyaring seperti membentur benda keras, lengan baju Kun-gi lunak tapi panah baja itu kena disampuknya terpental balik. "Tak", tepat dan persis menancap di papan lantai didepan Hay-siang.

Sudah tentu Hay-siang terperanjat dengan sigap dia berjingkrak mundur.

Demontrasi kepandaian yang tiada taranya ini sungguh membuat kagum dan riang hati Pek-hoa-pangcu. Hu-pangcu dan lain, siapapun tak pernah membayangkan bila kepandaian silat Ling Kun-gi bukan saja tinggi, malah sudah begitu matang dan sempurna.

Thay-siang manggut2 senang dan puas, katanya tersenyum ramah: "Memang tidak malu sebagai murid Put-thong Taysu, balik sini."

Ling Kun-gi balik ke depan Thay-siang, katanya membungkuk: "Thay-siang masih ada pesan apa?"

Lembut suara Thay-siang: "Perlihatkan kepada mereka, apakah ujung lengan bajumu tertimpuk berlubang oleh panah kecil itu?"

Panah kecil itu terbuat dari baja, bobotnya cukup lumayan, tapi lengan baju Ling Kun-gi ternyata tetap utuh tidak kurang suatu apa. Dalam jarak setombak setengah panah kecil itu tak mampu melubangi lengan baju Kun-gi, apalagi kalau dalam jarak tiga tombak. Seketika tersimpul senyuman riang lega pada wajah So-yok.

Pek-hoa-pangcu dan Giok-lan diam2 juga menghela napas lega, rasa kuatir dan jantung dag-dig-dug tadi seketika sirna.

Hay-siang tunduk, katanya: "Ilmu sakti Cong-su-cia tiada taranya, kiranya Tecu yang salah lihat orang." Nyata nada bicaranya pun menjadi lunak dan putar haluan.

Thay-siang mendengus, kedua matanya mencorong menatap Ling Kun-gi, katanya kalem: "Kalau Losin tidak mampu menilai orang, memangnya kuangkat dia menjadi Cong-houhoat-su-cia? Kalau jabatan tinggi ini sudah kuserahkan padanya, maka aku harus percaya begini saja akan cara keji musuh untuk memfitnah dia?"

Sejak tadi sikap Kun-gi tetap tenang dan wajar meski dirinya difitnah dengan barang2 bukti yang memberatkannya, tapi setelah mendengar kata2 Thay-siang ini, tanpa terasa keringat membasahi badan, serunya hambar: "Selama hidup hamba tidak akan lupa akan budi dan kebijaksanaan Thay-siang." Sudah tentu ini bukan kata2 yang terlontar dari lubuk hatinya, tapi dihadapan Thay-siang terpaksa dia harus ber-muka2.

Nada Thay-siang tiba2 berubah kereng: "Ling Kun-gi, walau Losin memaafkan dan mengampunimu, tapi bangsat yang coba membunuh Losin itu menjadi tanggung jawabmu untuk membekuknya, kau mampu tidak?"

Kun-gi membungkuk, serunya: "Sesuai dengan jabatanku hamba memang wajib membekuknya."

"Aku berikan batas waktu untukmu membongkar perkara ini," desak Thay-siang.

"Entah berapa lama batas waktu yang Thay-siang berikan kepada hamba."

Thay-siang gebrak meja, serunya gusar: "Dia berani coba membunuh Losin, memangnya Losin harus berpeluk tangan membiarkan dia bebas bergerak sesukanya, kau harus dapat membekuknya sebelum terang tanah atau kau menyerahkan batok kepalamu sendiri."

Tatkala itu sudah kentongan ketiga, kira2 masih satu dua jam lagi sebelum fajar menyingsing..

Perkara ini masih merupakan teka teki, bayangan untuk menyelidik pun tiada, cara bagaimana harus membekuk biang keladi pelakunya.

Yang terang perintah harus dilaksanakan, walau waktu sudah teramat mendesak.

Pek-hoa-pangcu bermaksud mohonkan keringanan, tak terduga Kun-gi lantas menjura, katanya: "Hamba terima perintah Thay-siang."

Tanpa ragu2 dia terima perintah yang menyudutkan dirinya ini.

Sudah tentu hal ini lagi2 membuat Pek-hoa-pangcu, Hu-pangcu dan Giok-lan melengak heran, tanpa berjanji mereka sama tumplek perhatian padanya.

Thay-siang manggut2, katanya memuji: "Losin tahu kau punya bakat dan mampu melaksanakan tugas."

"Thay-siang terlalu memuji, cuma hamba kebentur suatu hal yang menyulitkan . . . ."

"Ada kesulitan apa boleh kau katakan, Losin akan memberi kelonggaran padamu."

"Walau hamba sebagai Cong-houhoat-su-cia dari Pang kita, tapi hak kuasa hamba terbatas, gerak lingkungan hamba hanya terbatas pada tingkat kedua maka, umpama tingkat ketiga ini bukan lagi menjadi daerah operasiku . . . ."

Terunjuk senyum lebar pada wajah Thay-siang di balik cadar, katanya: "Baik!", Lalu dia berpaling pada salah seorang pelayannya, katanya: "Liu-hoa, pergilah ambilkan Hoa-sin-ling kemari, sampaikan pula perintahku kepada semua orang, sejak kini sampai terang tanah nanti, Losin serahkan kekuasaan tertinggi kepada Cong-su-cia sebagai wakil Losin untuk melaksanakan tugas, tak peduli Pek-hoa-pangcu atau Hu-pangcu juga harus siap terima tugas dan perintahnya, siapa berani membangkang akan dijatuhi hukuman yang berlaku."

Pelayan itu mengiakan. Baru saja dia bergerak hendak putar kebelakang, tiba2 Kun-gi berseru:

"Nona tunggu sebentar!"- Lalu dia menjura kepada Thay-siang, katanya: "Sudah cukup dengan kata2 Thay-siang tadi, tak perlu pakai Hoa-sin-ling segala."

Tiba2 dia berkata kepada Giok-lan dengan tertawa: "Thay-siang sudah serahkan kekuasaan untuk menjalankan tugas, tentunya Congkoan sendiri juga telah dengar."

Pek-hoa-pangcu yang berdiri disamping hampir tidak berani percaya akan apa yang di dengarnya ini, sungguh dia tidak habis mengerti kenapa Thay-siang berubah begini mendadak? Dan yang membuatnya heran adalah Ling Kun-gi, entah akal muslihat apa pula yang tersembunyi di dalam benaknya.

Demikian pula So-yok mempunyai rasa curiga yang sama, kedua matanya terbeliak menatap Kun--gi tanpa berkedip.

Mendengar ucapan Kun-gi, lekas Giok-lan menjura, sahutnya: "Hamba sudah dengar."

Lebar tawa Kun-gi, katanya balas menjura: "Kalau begitu tolong Congkoan sampaikan perintahku, suruhlah ketujuh Taycia datang kemari."

Hay-siang sudah berada disini, berarti Giok-lan harus memanggil enam Tay-cia yang lain. Setelah mengiakan Giok-lan lantas keluar.

Kun-gi menjura pula kepada So-yok, katanya: "Ada pula sebuah tugas, mohon Hu-pangcu suka membantu."

So-yok mengerling penuh arti, katanya tertawa: "Cong-su-cia hendak menugaskan apa?"

"Cayhe minta Hu-pangcu suka berjaga dipintu keluar, kalau ada orang berusaha melarikan diri, harap Hu-pangcu membekuknya hidup2, kalau terpaksa boleh juga membunuhnya."

"Memangnya perlu dijelaskan, siapa berani melarikan diri lewat pintu, pasti tidak akan kulepas dia."

"Hu-pangcu perlu hati2, bukan mustahil kalau kepepet orang itu jadi nekat, diapun bisa menggunakan Som-lo-ling," Kun-gi memperingatkan.

"Aku tahu," ucap So-yok, "begitu ia merogoh kantong, akan segera kuserang dulu, umpamanya kutabas lengannya."

"Tapi Hu-pangcu harus bertindak menurut aba-abaku."

So-yok cekikik geli, katanya: "Aku tahu, aku akan menurut petunjukmu."

"Terima kasih Hu-pangcu, sekarang silakan kau berdiri di pintu."

Sambil memegang gagang pedang dipingggang So-yok keluar dan berdiri diambang pintu.

Kun-gi menghadapi Pek-hoa-pangcu lalu katanya: "Silakan duduk Pangcu."

Pek-hoa-pangcu melirik mesra, tanyanya: "Cong-su-cia tidak memberi tugas kepadaku?"

"Tidak, silakan Pangcu duduk saja."

Karena Kun-gi bekerja mewakili Thay-siang, maka Pek-hoa-pangcu menurut saja permintaan Kun-gi, dia duduk di sebuah kursi di bawah Thay-siang. Sementara Thay-siang tetap duduk di kursi kebesarannya tanpa bersuara, dia melihat saja apa yang dilakukan Ling Kun-gi tanpa memberi komentar karena dirinya tidak dihiraukan, tak tahan Hay-siang buka suara: "Cong-su-cia, apakah hamba tidak diberi tugas?"

Kun-gi tertawa, ujarnya: "Nona adalah saksi satu2nya yang melihat bayangan musuh, kunci membongkar peristiwa malam ini berada di pundak nona," lalu tangannya menuding: "Silakan nona duduk disebelah Pangcu."

Hay-siang mengiakan lalu duduk di tempat yang ditunjuk.

Kerai tampak tersingkap, Giok-lan melangkah masuk lebih dulu, dibelakangnya mengikuti ber--turut2 adalah Bi-kui, Ci-hwi, Hu-yong, Hong-sian, Giok-je dan Loh-bi-jin.

Giok-lan menjura kepada Kun-gi, serunya: "Lapor Cong-su-cia, enam Taycia yang lain sudah kumpul seluruhnya."

Keenam Taycia ini dipimpih oleh Bi-kui (Un Hoan-kun), melihat So-yok berjaga di pintu, semuanya tertegun, ter-sipu2 mereka berlutut dan berseru bersama: "Tecu menghadap Thay-siang."

Thay-siang angkat tangan, katanya: "Bangunlah, kalian harus tunduk kepada Cong-su-cia, malam ini dia bekerja mewakili Losin untuk menyelesaikan perkara besar. kalian harus dengar perintahnya, tidak boleh membantah."

Para Taycia sudah tahu akan peristiwa usaha pembunuhan atas junjungan mereka dan Ling Kun--gi sebagai tertuduh utama, sungguh tak nyana dari nada bicara Thay-siang sekarang tertuduh justeru diberi kuasa mewakilinya untuk mengusut perkara ini, Pangcu mereka sendiripun harus tunduk di bawah perintahnya, keruan jantung mereka ber-debar2. Sudah tentu yang paling merasa diluar dugaan adalah Bi-kui samaran Un Hoan-kun, sehingga ia melirik ke arah Kun-gi.

Giok-lan bawa keenam orang ini berbaris di depan Kun-gi. Sambil mengawasi Bi-kui, Kun-gi berkata: "Nona Bi-kui, harap maju."

Diantara ke-12 Taycia Bi-kui mendapat urutan nomor sembilan, tapi dalam perjalanan kali ini dia merupakan tertua dari tujuh Taycia yang ikut, maka Kun-gi menampilkan dia, Un Hoan-kun segera tampil ke depan Kun-gi.

"Silakan duduk," kata Kun-gi menunjuk sebuah kursi di depannya sana.

Sedikit merandek, akhirnya Un Hoan-kun duduk di kursi yang teraling meja bundar di depan Kun-gi.

"Lepaskan kedok nona," kata Kun-gi.

Perlu diketahui Un Hoan-kun sudah dirias oleh Kun-gi sehingga sekarang bukan dengan wajah aslinya, maka dia tidak usah kuatir akan konangan kepalsuannya, tanpa ragu2 dia mengelupas kedok mukanya.

Tajam pandangan Kun-gi, sekian lamanya dia mengamati wajah orang, akhirnya manggut2, katanya: "Baiklah, nona boleh pakai lagi kedok itu."

Un Hoan-kun segera tempelkan lagi kedok mukanya yang tipis ke wajahnya serta mengelusnya dengan telapak tangan, tanyanya: "Masih ada pesan lain Cong-su-cia?"

"Nona boleh kembali ke tempat semula," ujar Kun-gi, lalu dia angkat kepala dan berkata pula: "Nona Ci-hwi silakan maju."

Ci-hwi segera duduk juga dihadapannya. "Bukalah kedok nona," kata Kun-gi.

Karena Thay-siang sudah keluarkan perintah, terpaksa dia mencopot kedoknya meski dengan rasa berat. Duduk berhadapan dengan pemuda gagah cakap ini, setelah kedok mukanya dicopot, tampak wajahnya yang putih halus bersemu merah jengah. Kun-gi juga mengamati muka orang sekian lama dengan teliti, akhirnya menyuruhnya mengenakan kedok dan kembali ketempatnya.

Para Taycia yang lain tidak luput mengalami pemeriksaan yang sama, semua sama menunduk malu dengan muka merah, enam Taycia sudah diperiksa wajah aslinya, tinggal Hay-siang seorang yang belum diperiksa. Kun-gi berdiri lalu katanya kepada para Taycia dengan tertawa: "Sekarang para nona boleh kemgbali, sementara nona Bi-kui harap tinggal disini, ada tugas lain untuk nona."

Un Hoan-kun menjura, sahutnya: "Hamba menunggu perintah." -Lima Taycia mengundurkan diri.

Hay-siang bersuara: "Cong-su-cia tiada tugas untukku bukan?"

"Tadi sudah kubilang, untuk membongkar peristiwa malam ini, bantuan nona amat diharapkan, sudah tentu kau harus tetap disini." lalu ia berpaling kepada Giok-lan: "Cayhe masih menyusahkan Congkoan, suruhlah 20 dara kembang yang ada naik kemari."

"Dara2 kembang itu dipimpin oleh Cap-go-moay (Loh-bi-jin), cukup hamba memberitahu kepadanya supaya membawanya kemari." habis berkata dia keluar dan cepat sekali sudah kembali pula.

Tidak lama kemudian Loh-bi-jin sudah melangkah masuk, katanya membungkuk: "20 dara kembang sudah hadir seluruhnya, apakah Cong su-cia hendak suruh mereka masuk kemari?"

"Tempat ini sempit, suruhlah mereka masuk satu persatu," ujar Kun-gi,

Loh-bi jin mengiakan lalu menyapa keluar, seorang dara terdepan segera melangkah masuk. Loh-bi-jin berkata: "Cong-su-cia ingin berkenalan dengan kalian, majulah."

Melihat Thay-siang, Pangcu dan lain2 sama hadir, dengan menunduk dan gemetar dia melangkah ke depan Ling Kun-gi, katanya sambil bertekuk lutut dan merangkap kedua tangan: "Hamba menyampaikan hormat kepada Cong-su-cia."

Para dara kembang ini tiada yang mengenakan kedok, maka Ling Kun-gi tidak perlu menggunakan banyak waktu, dengan tertawa dia cuma pandang kiri lihat kanan, lalu tanya siapa namanya dan disuruhnya keluar. Dalam waktu singkat 20 dara kembang telah diperiksanya semua, dia berdiri memberi salam kepada Loh-bi-jin: "Bikin susah nona saja, boleh kau bawa mereka turun."

Diam2 Loh-bi-jin menggerutu dalam hati, suruh mereka naik, kerjanya cuma menikmati wajah para dara yang jelita dan tanya namanya saja, memangnya apa maksudnya? Tapi dihadapan Thay-siang dan Pangcu sudah tentu dia tak berani bertingkah, lekas dia membungkuk serta menjawab: "Baiklah, hamba mohon diri."

Pek-hoa-pangcu dan So-yok diam2 saja mengawasi tingkah Ling Kun-gi yang mirip pemuda binal sedang memilih kesukaan, mereka heran dan tak habis mengerti apa maksud Kun-gi. Thay-siang diam saja se-olah2 setuju tindakan Ling Kun-gi. .

Semua sudah mengundurkan diri, tinggal Bi-kui seorang yang ditahan disini, memangnya Bi-kui inikah mata2 musuh? Sejak tadi So-yok berdiri di depan pintu, setelah semua orang pergi, tanpa kuasa dia bertanya: "Cong-su-cia, tugasku sudah selesai?"

"Belum, kau belum boleh meninggalkan tugasmu," ujar Kun-gi.

Hay-siang berkata: "Bayangan yang kulihat terang seorang laki2, orang2 yang diperiksa Cong su-cia justeru para saudara kita yang nona, kenapa yang laki2 tidak diperiksa?"

Kun-gi tertawa, katanya: "Para Taycia dan dara2 kembang ini semuanya belum kukenal. Sementara para Hou-hoat su-cia yang ada boleh dikatakan setiap hari berkumpul bersamaku, dan keadaan mereka sudah Kuketahui jelas, sudah tentu tak perlu kuperiksa mereka."

"Jadi Cong-su-cia sudah memperoleh apa yang diharapkan?" tanya Hay-siang.

"Belum," ujar Kun-gi menggeleng. "Sekarang giliran nona, harap duduk dan copot kedokmu, biar kuperiksa juga."

Hay-siang malu2, katanya: "Apakah Cong-su-cia mencurigai hamba?" pelan2 tangannya mengelupas kedok mukanya yang tipis halus.

Hay-siang memiliki seraut wajah bundar, kulitnya putih mulus, sepasang matanya tampak hidup lincah, bibirnya tipis, memang sesuai sekali dengan nama yang diberikan kepadanya.

Sorot mata Kun-gi mendadak tajam, katanya tertawa: "Berhadapan dengan wajah molek begini tidak puas hanya memandangnya berhadapan, ingin kududuk disampingnya dan merebahkan diri menikmati kecantikan yang molek ini." Betul juga dia lantas duduk disisinya mengawasi wajah Hay-siang dari samping kiri lalu kesamping kanan. Sungguh aneh, dihadapan Thay-siang dia berani bertindak begini kasar.

Sudah tentu Pek-hoa-pangcu merasa heran, sedangkan So-yok yang berdiri di depan pintu segera melengos, wajahnya merah bersungut.

Sementara pipi Hay-siang sendiri menjadi merah, katanya menunduk: "Cong-su-cia jangan menggoda."

Kun-gi tidak pedulikan, dia putar kebelakang dan berdiri sejenak seperti seorang pembeli yang sedang menikmati barang pilihannya saja, sementara mulut bersenandung membawakan syair pujangga dinasti Tong.

Sudah tentu Hay-siang tidak tahu apa maksud orang bersenandung, karena dirinya dipuji, hatinya merasa senang. namun rasa malunya semakin jadi, akhirnya tak tahan dia berkata: "Sudah puas Cong-su-cia?"

Kun-gi goyang2 tangannya: "Nanti dulu nona!" Dari kantong bajunya dia keluarkan kotak gepeng serta membuka tutupnya, dijemputnya sebutir obat warna madu terus diangsurkan, katanya dengan tertawa tawar: "Sayang sekali kalau pupur menutupi warna yang asli, kukira nona terlalu tebal memakai pupur, bagaimana kalau nona cuci muka saja?" Obat bundar berwarna seperti madu itu adalah obat khusus untuk mencuci muka yang telah di make-up.

Mendadak berubah hebat sikap Hay-siang, tiba2 dia berjingkrak berdiri, baru saja pergelangan tangannya terayun. Tapi Kun-gi lebih cepat lagi, jari tangan kiri dengan enteng menyentik, sejalur angin segera menerjang Ki-ti-hiat di pergelangan tangan Hay-siang, mulutpun tertawa: "Lebih baik nona tetap duduk saja, ada pertanyaan yang ingin kuajukan padamu."

Pada saat Hay-siang berjingkrak berdiri itulah, Bi-kui alias Un Hoan-kun telah bertindak pula dibelakang Hay-siang, kedua tangan bekerja cepat, beruntun dia tutuk tiga Hiat-to besar di punggung orang, lalu menekan pundak orang, bentaknya: "Duduk!"

Tanpa kuasa Hay-siang tertekan duduk kembali di kursinya.

Thay-siang manggut2 dan berkata sambil tersenyum senang: "Ternyata kau memang sudah tahu akan dia."

Serius sikap Ling Kun-gi, katanya: "Thay-siang serba tahu, soal ini tentunya juga sudah diketahui. Waktu hamba memeriksa kamar tadi kudapati jendela terbuka, kucium pula bau pupur yang tertinggal di dalam kamar dan pupur itu sama dengan bau pupur yang dipakainya, cuma waktu itu belum berani kupastikan, kini setelah melihat make-up dimukanya baru aku lebih yakin dan ternyata memang terbukti betul adanya."

Thay-siang mengangguk, ujarnya: "Betul, gurumu ahli rias yang tiada duanya di kolong langit, cara make-up yang dia gunakan ini, sudah tentu takkan bisa mengelabui dirimu yang cukup ahli pula dalam bidang ini."

Kaget dan girang hati So-yok, katanya sambil melerok: "Kenapa tidak kau jelaskan sejak tadi."

"Tentunya Hu-pangcu sudah lihat, baru saja Cayhe sendiri memperoleh buktinya." sahut Kun-gi.

Pek-hoa-pangcu menghela napas, katanya: "Dia ternyata bukan Cap-si-moay, tentu Cap-si-moay sudah dia celakai."

Kun-gi serahkan obat berwarna madu itu kepada Bi-kui, katanya: "Tolong nona, remas saja obat ini di telapak tangan dan poleskan kemukanya, bahan make-up dimukanya akan tercuci bersih."

Bi-kui lantas bekerja, obat itu dia taruh di tengah telapak tangan terus di-gosok2 lalu mulai memoles dimuka Hay-siang. Memang aneh sekali, dimana jari2nya bergerak di muka Hay-siang, bahan2 rias di muka Hay-siang seketika mengelotok lenyap, dengan cepat wajah Hay-siang nan molek itu sudah berganti rupa.

Dia ternyata seorang perempuan berusia sekitar 25, bentuk wajahnya bundar agak mirip Hay-siang yang asli. Kerena tertutuk Hiat-tonya oleh Bi-kui, kecuali kedua biji matanya yang masih bisa bergerak, mulutpun tak mampu bersuara.

Kun-gi bertanya kepada Bi-kui: "Nona, bukalah Hiat-to yang membisukan dia itu."

Bi-kui memukul pelahan dibelakang leher Hay-siang. Hay-siang menjerit tertahan, gerahamnya tampak bisa bergerak.

Tiba2 Kun-gi membentak pula: "Lekas tutuk lagi Hiat-to pembisunya."

Untung Bi-kui bekerja cepat dan sigap, sekali gerak dia tutuk pula Hiat-to bisunya.

Kata Kun-gi: "Sekarang nona buka lagi tutukan Hiat-to barusan, cuma gunakan tenaga lebih keras sedikit."

Bi-kui menurut petunjuk, telapak tangan terangkat, dia gablok keras tengkuk Hay-siang. Kembali Hay-siang menjerit, dari mulutnya mendadak mencelat keluar sebutir obat bungkus lilin sebesar kacang tanah.

Sigap sekali Kun-gi menyambarnya, katanya tertawa: "Sepatah kata saja belum nona katakan, mana boleh kubiarkan kau mampus?"

Mendelik mata Hay-siang, semprotnya: "Kau menggagalkan tugasku, aku benci padamu."

"Nona harus salahkan dirimu sendiri," ujar Kun-gi, "Kenapa kau memfitnah diriku?"

"Kau kira aku akan mengaku? Hm, mau bunuh atau hendak disembelih boleh silakan, jangan kau harap akan mendapatkan keterangan dari mulutku."

So-yok mengejek: "Keparat kurang ajar, jiwamu sudah berada di tangan kami masih berani bertingkah? Kalau tidak diberi ajaran kau tidak tahu kelihayanku." Sembari bicara dia lantas melangkah masuk.

Hay-siang menyeringai ejek: "Orang2 Pek-hoa-pang siapa yang tidak tahu kalau kau bertangan gapah dan berhati keji, tidak punya rasa perikemanusiaan, memangnya kau berani berbuat apa terhadap diriku."

Mengelam wajah So-yok saking murka, teriaknya: "Kau kira aku tidak berani membunuhmu . . ."

Pedang So-yok segera menusuk kebelakang kepala Hay-siang..

"Ji-moay . . . ." teriak Pek-hoa-pangcu.

Tapi Kun-gi turun tangan lebih cepat lagi, jarinya menjentik sekali, "Creng", sejalur angin kencang membikin pedang So-yok tergetar sehingga menusuk tempat kosong, katanya: "Jangan Hu-pangcu tertipu olehnya, sengaja dia memancing kemarahanmu, maksudnya supaya bisa mati seketika."

Thay-siang yang duduk di atas sana manggut2, katanya tersenyum: "So-yok, kau memang terburu nafsu, kalau gurumu mau membunuh dia, ketika dia menyambit dengan Som-lo-ling tentu jiwanya sudah amblas, memangnya kau kira gurumu tidak tahu kalau penyerangnya ialah dia ini? Kalau langkahnya tidak gurumu ketahui, sia2lah aku berkedudukan sebagai Thay-siang. Terus terang, gurumu memang sengaja ingin melihat permainan licin apa yang akan dia lakukan pula, di samping itu akupun ingin menguji ketrampilan kerja Ling Kun-gi, sampai dimana kecerdikannya pula, maka peristiwa ini kuserahkan kepada Ling Kun-gi untuk membongkarnya. Kalau menuruti watakmu yang sembrono itu, susah payah Ling Kun-gi setengah malam ini bukankah akan sia2 belaka?"

Merah muka So-yok, katanya menunduk: "Peringatan guru memang betul."

Kun-gi berdiri tegak lalu menjura ke arah Thay-siang, katanya: "Terlalu tinggi Thay-siang menilai hamba, untuk ini hamba merasa gugup sekali."

Ramah tawa Thay-siang, katanya: "Kenyataan sudah demikian, kini kau sudah bongkar kejahatan ini, soal mengompes keterangan dari mulutnya tetap kuserahkan padamu, kau harus berhasil memperoleh keterangannya."

"Hamba terima perintah," seru Kun-gi sambil menjura.

Hay-siang mengertak gigi, katanya mendesis: "Orang she Ling, kau membongkar kedokku, semakin besar pula kepercayaan Thay-siang terhadapmu, semakin tinggi pula kedudukkanmu, sekali gebrak berhasil mengangkat dirimu, mungkin kau akan menjadi calon suami sang Pangcu, ini tentu akan memuaskan cita2mu, tapi untuk mengorek keterangan dari mulutku, jangan kau harap!"

Tawar tawa Kun-gi, katanya sembari menghampiri Hay-siang, suaranya lembut: "Nona sendiri sudah dengar, Thay-siang memberi tugas kepadaku untuk mengorek keteranganmu maka kuharap nona tahu diri."

"Kau hendak menyiksaku?" tanya Hay-siang.

"Syukurlah kalau nona tahu?" kata Kun-gi.

Penuh kebencian nada Hay-siang: "Kau adalah murid paderi Siau-lim yang agung dan kosen, sampai hati kau mengorek keterangan mulut seorang perempuan dengan cara kekerasan, memangnya tidak takut merendahkan derajat dan merusak nama baik perguruanmu?"

Kun-gi bergelak-tawa, katanya: "Salah nona, guruku Hoan-jiu-ji-lay sudah keluar dari Siau-lim, maka hakikatnya beliau bukan murid Siau-lim lagi, kalau ada orang bilang aku ini lurus, aku akan bertindak lurus, bila dikatakan aku sesat, aku malah akan bertindak lebih sesat, soal perguruan tidak pernah kupikirkan, jangan kau menakuti diriku dengan embe12 itu." Merandek sejenak lalu dia menyambung: "Perlu kuberitahu kepada nona, jika kau mau bicara terus terang, menjawab apa yang . . .."

Sebelum Kun-gi habis bicara, tiba2 Hay-siang angkat kepala, "cuh", se-keras2nya dia meludah kemuka Ling Kun-gi.

Jarak mereka teramat dekat, sudah tentu Kun-gi tidak sempat menghindar, maka mukanya basah berlepotan ludah.

Bi-kui naik pitam, sekali tempeleng dia gampar muka Hay-siang se-keras2nya, teriaknya: "Berani kau kurang ajar terhadap Cong-su-cia."

Hay-siang tertawa dingin, jengeknya: "Bagus sekali pukulanmu, memangnya kau juga kepincut pada orang she Ling ini. Hm Bok-tan, So-yok, semua rela mengorbankan kesucian sendiri padanya, memangnya kau juga mau ....."

Merah jengah wajah Bok-tan, So-yok dan Giok-lan mendengar ocehan ini.

Malu dan murka pula Bi-kui, hardiknya gusar: "Berani usil mulutmu." Kembali tangan terayun, dia gampar pula muka orang,

Panas muka Kun-gi mendengar ocehan Hay-siang yang terang2an itu, dia angkat lengan baju membersihkan kotoran di mukanya, lalu mencegah gamparan Bi-kui lebih lanjut, katanya kepada Hay-siang: "Nona juga seorang perempuan kenapa bicara sekotor ini, kalau nona tetap berkeras kepala, jangan salahkan aku tidak kenal kasihan lagi."

"Kau boleh bunuh aku saja," teriak Hay-siang.

Kun-gi tersenyum, katanya ramah: "Agaknya nona amat bandel dan tak mau mendengar nasehatku, terpaksa kau akan merasakan betapa siksa derita bila darah tubuhmu mengalir sungsang terbalik, sehari kau tidak bicara, sehari jiwamu tidak akan melayang, asal kau sanggup bertahan, berapa lama terserah pada dirimu . . . . ."

"Buat apa Ling-heng hanya bicara saja?" desak So-yok tak sabar.

"Tidak, Cayhe harus jelaskan lebih dulu, supaya dia ada waktu untuk mempertimbangkan."

"Aku tidak akan mengaku, kau boleh mulai dengan siksaanmu," jawab Hay-siang ketus.

"Kuberi waktu satu jam, kau boleh katakan siapa namamu, siapa yang mengutusmu kemari, berapa banyak komplotanmu yang ada di kapal ini?"

Sorot mata Hay-siang diwarnai dendam membara, teriaknya keras: "Aku adalah ibu gurumu, Hoan-jiu ji-lay yang menyuruhku kemari ....."

Mencorong sorot mata Ling Kun-gi, desianya dingin: "Dengan baik hati kuberi nasehat, kau malah bermulut kotor, baiklah biar kau rasakan dulu betapa nikmatnya bila darahmu menyungsang balik." Sembari bicara sekaligus ia menutuk delapan Hiat-to di tubuh Hay-siang, gerakannya amat cepat, seperti menutuk tapi juga seperti mengusap saja. jelas gayanya berbeda dengan ilmu tutuk umumnya.

Tubuh Hay-siang seketika mengejang gemetar, seperti orang mendadak terserang malaria, terasa darah sekujur badannya mendadak bergolak, semua menuju ke ulu hati.

"Sekarang masih ada waktu kalau kau mau bicara," desak Kun-gi.

Walau sudah kesakitan Hay-siang tetap bandel, dia pejamkan mata tanpa buka suara.

Tapi hadirin jelas menyaksikan dalam waktu sesingkat ini, wajahnya yang semula putih halus telah berubah merah melepuh seperti darah, badannya kelejetan, keringat dingin sebesar kacang membasahi mukanya, tapi dia tetap mengertak gigi, bertahan mati2an dari siksaan tanpa mau berbicara sepatah katapun.

Kira2 semasakan air terdengar Hay-siang merintih, teriaknya serak: "Kau bunuhlah aku saja." Mendadak tubuhnya terguling, kiranya jatuh pingsan.

"Budak bangsat sungguh bandel sekali," Thay-siang menggeram dingin.

Sekali mengebas tangan kiri, Kun-gi buka Hiat-to di badan orang, lalu menutuknya pula pada dua Hiat-to yang lain, katanya kepada So-yok: "Hu-pangcu, Cayhe ingin pinjam kamarmu, apa boleh?"

Merah muka So-yok, katanya. "Untuk apa?"

Kun-gi tersenyum, katanya: "Untuk ini harap Hu-pangcu jangan tanya."

Kata So-yok: "Itulah kamarku, silakan masuk."

"Terima kasih Hu-pangcu," ucap Kun-gi lalu ia memanggil Bi-kui, katanya; "Marilah nona ikut masuk."

Bi-kui ragu2, katanya: "Cong-su-cia . . . ."

"Bi-kui," seru Thay-siang, "Cong-su-cia menyuruhmu, kau boleh ikut masuk, tak usah banyak tanya."

Bi-kui membungkuk sahutnya: "Tecu terima perintah."

"Saat latihan sudah tiba. perkara ini kuserahkan padamu untuk membongkar seluruhnya, kekuasaan penuh kuberikan padamu," ujar Thay-siang sambil berdiri.

"Terima kasih Thay-siang, musuh dalam selimut yang ada kapal ini akan hamba jaring seluruhnya," seru Kun-gi sambil menghormat.

Thay-siang mengangguk, ujarnya: "Ya, kau memang anak baik." Lalu melangkah ke dalam.

Setelah Thay-siang masuk, Kun-gi menjura kepada Pek-hoa-pangcu dan Hu-pangcu, katanya: "Pangcu dan Hu-pangcu harap tetap duduk dan tunggu saja disini." Lalu dia memanggil Bi-kui: "Marilah, nona ikut Cayhe."

Karena sudah dipesan oleh Thay-siang, tak berani Bi-kui membantah, terpaksa dia ikut Kun-gi masuk ke kamar So-yok. Begitu berada di dalam kamar Kun-gi segera menutup pintu,

"Untuk apa ini." tanya Un Hoan-kun lirih.

"Kuminta nona suka menyamar seseorang."

"Menyamar siapa?"

"Jangan banyak tanya, lekas buka kedokmu."

Un Hoan-kun menghelupas kedok mukanya, sementara cepat sekali Kun-gi sudah keluarkan bahan2 rias dalam kotak kayunya, pertama dia cuci bersih wajah Un Hoan-kun. lalu secara teliti dia merias wajah orang menjadi bentuk lain.

Kira2 satu jam lamanya baru dia membereskan barang2nya ke dalam kotak serta disimpan dalam baju, katanya: "Sejak kini nona tidak usah lagi mengenakan kedok, duduk saja di kamar ini, menunggu panggilan baru boleh keluar."

Lembut suara Un Hoan-kun: "Ya, kuturut segala petunjukmu."

"Terima kasih nona," ucap Kun-gi seraya membuka pintu dan keluar, daun pintu dia tutup pula dari luar.

Sudah tentu Bok-tan, So-yok dan Giok-lan tidak tahu apa kerja Kun-gi bersama Bi-kui didalam kamar tertutup sekian lamanya? Melihat dia keluar, sorot mata mereka setajam pisau menatapnya. Anehnya setelah keluar dia tutup pula pintu dari luar, jadi Bi-kui dia kurung di dalam kamar.

Dasar suka blingsatan, So-yok tak tahan, tanyanya: "Ling-heng, mana Bi-kui? Apakah dia mata2 musuh?"

"Sebentar lagi Hu-pangcu akan jelas duduk persoalannya," sahut Kun-gi. Lalu ia berpaling ke arah Giok-lan, katanya: "Kini mohon bantuan Congkoan lagi."

"Tidak apa," sahut Giok-lan. "Ada pesan apa Cong-su-cia."

"Harap Congkoan panggil Loh-bi-jin kemari dengan membawa empat dara kembang," lalu ia berbisik beberapa patah kata pula.

Giok-lan berkata: "Hamba mengerti." Lalu berjalan keluar.

So-yok melerok pada Kun-gi, katanya: "Ling-heng, sebetulnya langkah apa yang sedang kau atur?"

Pek-hoa-pangcu juga tertawa, katanyan "Kukira Cong-su-cia sudah punya perhitungan matang, buat apa Ji-moay banyak tanya, nonton saja dengan sabar, nanti kau juga akan mengerti."

"Aku tidak sabar melihat caranya jual mahal, bikin dongkol saja," omel So-yok.

Lebar senyum Kun-gi, katanya membungkuk: "Rahasia alam tidak boleh bocor, hamba harus berikhtiar dan memutuskan langkah2 yang penting, untuk ini harap pangcu, Hu-pangcu maklum."

So-yok melerok pula, katanya sambil cekikikan: "Sekarang Ling-heng adalah orang kepercayaan Thay-siang, bila Thay-siang sudah serahkan kuasa padamu untuk membongkar peristiwa ini, memangnya siapa yang berani menyalahkan kau."

Tengah bicara Giok-lan tampak menyingkap kerai berjalan masuk, katanya: "Cap-go-moay telah datang."

"Silakan dia masuk," ujar Kun-gi.

Loh-bi-jin mengiakan di luar pintu, lalu katanya kepada orang2 dibelakangnya: "Cucu, kau ikut aku masuk, kalian bertiga tunggu giliran diluar sini."- Lalu dia singkap kerai dan berjalan masuk.

Cucu ikut dibelakang Loh-bi-jin. Begitu masuk langsung ia melihat Hay-siang yang meringkuk lemas di lantai dengan wajah yang sudah tercuci bersih, seketika dia bergidik ngeri, serta merta langkahnya agak merandek. '

"Nona Cu-cu," kata Kun-gi tertawa, "tolong kau papah dia."

Cucu mengiakan sembari menghampiri Hay-siang dengan takut2, baru saja dia membungkuk badan secepat kilat telunjuk jari Kun-gi menutuk Hiat-to di belakang badannya. Tanpa ayal Giok-lan maju mengempitnya terus diseret ke kamar So-yok.

Cepat2 Kun-gi dorong daun pintu sembari berkata kepada Bi-kui: "Lekas nona tukar pakaian dengan dia."

Giok-lan cepat menutup pintu. Tak lama kemudian pintu terbuka lagi, Giok-lan melangkah, keluar bersama Cu-cu.

Semua orang tahu Cu-cu yang satu ini adalah samaran Bi-kui.

Tanya Kun-gi lirih kepada Loh-bi-jin: "Apakah nona sudah mempersiapkan seluruhnya?"

Loh-bi-jin mengangguk, sahutnya: "Sudan kusampaikan pesan sesuai permintaan Cong-su-cia, semuanya sudah siap."

Bersambung

Continue Reading

You'll Also Like

74.2K 10.1K 123
[Novel Terjemahan] Chapter (2201- 2318) Kultivasi Ganda Abadi dan Bela Diri Capai puncak kultivasi abadi dan jadilah mampu mengamuk tanpa rasa...
355K 3.7K 57
Lanjutan "Kisah Para Naga di Pusaran Badai". Dalam Bagian I - Dikisahkan atau mengisahkan masa dan periode belajar dan menempah diri para Naga Muda h...
135K 18.7K 200
[Novel Terjemahan] Chapter (2001- 2200) Kultivasi Ganda Abadi dan Bela Diri Capai puncak kultivasi abadi dan jadilah mampu mengamuk tanpa rasa...
4.3K 534 157
Lanjutan dari Library of Heaven's Path Ch. 1001 - 2000