Pendekar Kidal (Cin Cu Ling)...

By JadeLiong

279K 6.4K 69

Lenyapnya Tong Thian Jong, tertua keluarga Tong di Sujwan yang terkenal dengan ilmu senjata rahasia dan racun... More

Jilid 1
Jilid 2
Jilid 3
Jilid 4
Jilid 5
Jilid 6
Jilid 7
Jilid 8
Jilid 9
Jilid 10
Jilid 11
Jilid 12
Jilid 13
Jilid 14
Jilid 15
Jilid 16
Jilid 17
Jilid 18
Jilid 19
Jilid 20
Jilid 21
Jilid 22
Jilid 23
Jilid 24
Jilid 25
Jilid 26
Jilid 27
Jilid 28
Jilid 29
Jilid 30
Jilid 31
Jilid 32
Jilid 33
Jilid 35
Jilid 36
Jilid 37
Jilid 38
Jilid 39
Jilid 40
Jilid 41
Jilid 42
Jilid 43
Jilid 44
Jilid 45
Jilid 46
Jilid 47
Jilid 48
Jilid 49
Jilid 50
Jilid 51
Jilid 52
Jilid 53
Jilid 54
Jilid 55
Jilid 56
Jilid 57
Jilid 58
Jilid 59
Jilid 60
Jilid 61
Jilid 62
Jilid 63
Jilid 64
Jilid 65
Jilid 66
Jilid 67
Jilid 68
Jilid 69
Jilid 70
Jilid 71
Jilid 72
Jilid 73
Jilid 74
Jilid 75
Jilid 76
Jilid 77
Jilid 78
Jilid 79
Jilid 80
Jilid 81
Jilid 82
Jilid 83
Jilid 84
Jilid 85
Jilid 86
Jilid 87
Jilid 88
Jilid 89
Jilid 90
Jilid 91
Jilid 92
Jilid 93
Jilid 94
Jilid 95
Jilid 96
Jilid 97
Jilid 98
Jilid 99
Jilid 100
Jilid 101
Jilid 102
Jilid 103
Jilid 104
Jilid 105
Jilid 106
Jilid 107
Jilid 108
Jilid 109
Jilid 110 (TAMAT)

Jilid 34

2.1K 60 0
By JadeLiong

Berdetak jantung Kun-gi, mukanya merah, katanya dengan tertawa: "Berat kata2 Pangcu, bahwa Cayhe bisa berkenalan dengan Pangcu sudah beruntung besar, bukankah sekarang kita sudah berkawan?"

Sorot mata Pek-hoa pangcu tertuju ke lantai, jari2 tangannya mengusap kedok mukanya yang tipis, katanya lirih: "Maksudku . . ."

Belum habis dia bicara tampak Giok-lan melangkah masuk, lekas Pek-hoa-pangcu putuskan pembicaraan.

Diambang pintu Giok-lan menekuk lutut memberi hormat, katanya: "Pangcu, Ling-kongcu, meja perjamuan sudah disiapkan, silakan makan dulu."

Pek-hoa-pangcu tidak pakai lagi kedok mukanya, dia hanya menutup dengan cadar, pelan2 ia berbangkit, katanya: "Mari, silakan Ling-kongcu."

Dibawah iringan Pek-hoa-pangcu mereka meninggalkan Ing jun-koan, melalui serambi terus menuju ke kamar bunga diseberang sana. Di dalam meja perjamuan memang sudah siap, empat gadis berdiri di empat sudut siap melayani, melihat sang Pangcu mengiringi seorang pemuda berwajah tampan, sekilas mereka unjuk rasa kaget dan kagum, ter-sipu2 mereka maju menyambut.

Pek-hoa-pangcu angkat tangan: "Silakan Kong-cu duduk diatas."

Kun-gi duduk di kursi tamu, Pek-hoa-pangcu duduk ditempat tuan rumahnya. Malah duduk disebelah bawahnya. Dua pelayan segera mengisi cangkir yang sudah tersedia.

Hidangan yang disuguhkan memang luar biasa dan banyak ragamnya, keempat pelayar ganti-berganti menyuguhkan ber-macam2 masakan, sementara mereka makan minum sambil mengobrol, banyak juga soal yang mereka bicarakan.

Mendadak diluar sana terdengar suara ribut2 beberapa orang, Pek-hoa-pangcu bersungut, katanya dongkol: "Ada kejadian apa diluar itu?"

Lekas Giok-lan berdiri, katanya: "Biar hamba keluar melihatnya . . .." belum habis dia bicara, dari luar sudah berlari masuk seorang pelayan dengan ter-gopoh2. .

Giok-lan lantas tanya: "Kau ter-buru2, ada kejadian apa diluar?"

"Lapor Congkoan, barusan ditemukan jejak musuh ditaman depan . . . ."

Giok-lan melengak, tanyanya: "Ada kejadian begitu? Siapa yang berani menyelundup ke taman?"
Pendatang berkepandaian tinggi, agaknya tidak mengusik bagian luar, tahu2 mereka sudah ada di dalam lewat jalan air seorang gadis terdengar membentak, lebih dekat diluar taman sana: "Pendatang dari mana? hayo berhenti!"

Tiba2 terdengar suara serak tua berkata dingin, "Kami bertiga kebetulan lewat dari danau, kulihat disini ada sebuah taman yang luas, sengaja kami tamasya kesini, kalian budak2 ini berani main gila terhadap Lohu?"

Waktu itu tengah hari, tapi ada orang berani terobosan di markas besar Pek-hoa-pang, sungguh besar nyali mereka. Giok-lan tidak banyak bicara lagi, cepat dia lari keluar.

Wajah Pek-hoa-pangcu yang jelita kelihatan berubah, cepat ia mengenakan kedok tipis dimukanya.

Kun-gi tidak tahu siapa yang datang? Tapi dia menduga pihak Pek-hoa-pang telah kedatangan musuh tangguh, lekas dia berdiri dan berkata. "Pangcu ada urusan, boleh silakan."

Tajam tatapan mata Pek-hoa-pangcu, katanya, "Apakah yang datang temanmu?"

Kun-gi menggeleng kepala, katanya: "Bukan temanku."'

"Syukurlah kalau bukan temanmu. Apakah Ling-kongcu ingin keluar melihatnya?"

"Kalau tiada alangan boleh saja."

Pek-hoa-pangcu tertawa manis, katanya: "Mari silakan." Lalu dia berpesan kepada pelayannya: "Lekas keluarkan perintah, sebelum diketahui asal-usul pendatang, suruh orang di depan tidak usah masuk kemari"- Seorang pelayan mengiakan lalu buru2 lari keluar.

Seperti tidak terjadi apa2, bersama Ling kun-gi, Pek-hoa-pangcu berhenti diambang pintu. Melalui jendela Kun-gi melongok keluar, tampak pakaian putih Giok-lan me-lambai2 berdiri di-undak2an, di depannya adalah sebuah lapangan berumput, disana berdiri berjajar tiga orang menghadap ke arah kamar sini.

Orang yang berdiri ditengah berjubah hitam, mukanya merah beralis ketal, jenggot jarang2 menghias dagunya, pedang panjang terpanggul di pundaknya, kedua biji matanya mencorong buas, usianya antara setengah abad.

Disebelah kirinya berdiri laki2 bermuka jelek berpakaian kain belacu seperti orang berkabung, anehnya pakaian belacu yang dipakainya hanya separo, sorot matanya memancarkan cahaya biru, sekilas pandang perawakannya kelihatan rada aneh dan lucu.

Yang berdiri disebelah kanan adalah laki2 setengah baya, menyandang pedang dipunggungnya, mukanya pucat seperti tidak berdarah. Sikap mereka garang dan kasar, jelas kedatangan mereka bermaksud tidak baik.

Tidak jauh disekeliling ketiga orang ini berpencar lima gadis baju hijau yang menenteng pedang, terang mereka adalah anak buah Pek-hoa-pang.

Sikap Giok-lan tenang2 saja, dengan kalem dia pandang ketiga orang, lalu menatap laki2 muka merah ditengah itu, tanyanya dengan nada kurang senang: "Siang hari bolong, tanpa sengaja kalian main terjang masuk ke rumah orang, memangnya ada keperluan apa?"

Memang tidak memalukan Giok-lan diangkat sebagai Congkoan Pek-hoa-pang, tindakannya tegas, tutur katanyapun tandas, orang akan merasa bahwa dia seorang gadis bangsawan dari suatu keluarga besar.

Laki2 muka merah menyeringai, katanya: "Jadi nona pemilik taman ini?"

"Taman ini dalam lingkungan keluargaku, sudah tentu aku adalah pemiliknya," ujar Giok-lan dongkol.

"Siapakah she nona?" tanya laki2 muka merah.

"Kita belum saling kenal, tak perlu tanya nama segala, kalian menyelundup kerumahku, ada keperluan apa?"

"Tadi sudah kujelaskan, kami hanya ingin bertamasya saja."

"Pintu taman kami tidak terbuka, memangnya dari mana kalian masuk?"

"Terdorong oleh keinginan hati, kalau hanya pagar tembok setinggi itu tidak menjadi alangan bagi kami bertiga."

"Kami adalah rakyat jelata yang bersahaja, apa tujuan kalian kemari?".

"Nona jangan menyindir, memangnya kau kira kami bukan rakyat baik2?"

"Siang hari bolong, kalian melompati tembok dan masuk ke rumah orang, tentunya punya maksud tujuan tertentu."

Si muka merah ter-kekeh2, katanya: "Nona2 anak buahmu ini kiranya berkepandaian tidak rendah juga."

"Juga kalian memang sengaja kemari untuk cari perkara?"

Bersinar mata si muka merah, katanya sinis: "Hampir mengena sasaran kata2 nona, kudengar di Phoa-yang-ouw ini akhir2 ini ada gerombolan nona2 cantik yang banyak menimbulkan gelombang di Kangouw, maka Lohu bertiga ingin memeriksa kemari apa betul kabar yang tersiar itu?"

Diam2 Kun-gi membatin: "Kiranya tempat ini di-tengah2 Phoa-yang-ouw?"

Terdengar Giok-lan tertawa dingin, katanya: "Betapa luas dan besar Phoa-yang-ouw ini, apakah kalian tidak kesasar?"

"Semula Lohu memang kira taman seluas ini adalah milik bangsawan yang telah pensiun dan mengasingkan diri disini, maka ingin menengoknya kemari, kini pandangan Lohu jadi berubah."

"Berubah bagaimana?"

"Sudah puluhan tahun Lohu berkecimpung di Kangouw, memangnya pandanganku bisa meleset?"

"Jadi menurut pandanganmu tempat apakah taman kami ini?"

"Justeru Lohu ingin keterangan dari nona?"

Sampai disini Pek-hoa-pangcu tidak sabar lagi, katanya lirih: "Ling-Kongcu, mari kita keluar. "-Lalu dia singkap kerai melangkah keluar, suaranya kumandang merdu: "Sam-moay, kedatangan mereka terang ada maksud tertentu, coba kau tanya mereka dari kalangan mana?"

Kun-gi ikut melangkah keluar, dalam hati dia membatin: "Dia panggil Giok-lan sebagai Sam-moay, jadi masih ada Ji-moay, lantas siapa dia?"

Mendengar suara merdu Pek-hoa-pangcu, si muka merah bertiga memandang kesini, tampak muncul sepasang muda-mudi, yang laki2 tampan dan yang perempuan ayu jelita. Dari langkah mereka dapat diketahui bahwa kedua muda-mudi ini bukan sembarang orang.

Sekilas melengak si muka merah, lalu tertawa, katanya sambil menjura: "Nona dan Kongcu ini tentunya majikan disini?"

Karena orang bicara sambil menatap dirinya, maka Kun-gi tertawa tawar, katanya, "Tuan salah, Cayhe hanya bertamu disini, bukan pemilik tempat ini?"

Si muka merah lalu mengamati Pek-hoa-pang-cu, katanya kemudian: "Lalu nona inikah majikan tempat ini."

"Kalian harus jelaskan dulu asal-usul sendiri baru nanti tanya siapa diriku."

Si muka merah ter-kekeh2, katanya: "Betul, biarlah kita bicara blak2an, Lohu Jik Hwi-bing, pejabat Ui-liong-tongcu dari Hek-liong-hwe."

Pek-hoa-pangcu tidak kaget juga tidak heran, sikapnya tenang2, katanya: "0, kiranya seorang Tongcu malah, jadi kami yang berlaku kurang hormat, lalu siapa kedua orang ini?"

"Mereka adalah dua saudara angkat Lohu." ujar Jik Hwi-bing.

Sejak tadi kedua orang di kiri kanannya berdiam diri, mukanya beringas dan kaku, kini laki2 muka jelek berpakaian biru itu bersuara: "Cayhe Lan Hou," Laki2 muka pucat di sebelah kanan juga memperkenalkan diri, "Cayghe Pek Ki-ham."

"Kami bertiga sudah perkenalkan diri, giliran nona menyebut namamu?" ujar Jik Hwi-bing.

"Aku she Hoa," kata Pek-hoa-pangcu.

"Lohu ingin tahu, gerombolan nona yang sudah sering berkecimpung di Kangouw secara diam2 tentu punya nama bukan?"

Pek-hoa-pangcu tertawa, katanya. "Terlalu tinggi penilaian Ui-tongcu terhadap kami, yang sering menimbulkan gelombang ombak di kalangan Kangouw hanya beberapa saudara kami saja, hasil yang dicapai juga tidak berarti, memangnya kami punya nama apa."

Jik Hwi-bing menarik muka, katanya mengejek: "Jadi nona tidak mau berterus terang."

"Apa yang kukatakan adalah kenyataan, kalau Jik-tongcu tidak percaya terserah."

Tajam sorot mata Jik Hwi-bing, katanya:

"Baiklah, Lohu anggap apa yang nona katakan memang benar, kedatangan kami memang ada maksud untuk merundingkan sesuatu hal dengan nona."

"Entah soal apa sampai Jik-tongcu memerlukan kemari dari tempat jauh." jengek Pek-hoa-pangcu.

"Asas berdirinya Hek-liong-hwe bertujuan hidup berdampingan secara damai dengan sesama golongan Kangouw, tidak ingin menimbulkan bentrokan dengan aliran manapun, umpama air sungai tidak menyalahi air sumur, syukurlah kalau bisa saling mengalah dan mengikat hubungan secara terbuka, kalau tidak juga jangan sampai ribut, entah bagaimana pendapat nona tentang perkataanku ini?"

"Apa yang kau katakan memang masuk akal, cuma dengan cara kasar kalian terobosan di taman kami apakah ini bukan air sungai menyerang air sumur? Beginikah asas Hek-liong-hwe yang tidak suka bentrok dengan sesama golongan Kangouw?"

Lekas Jik Hwi-bing menjura, katanya, "Kalau Lohu mohon bertemu dengan cara Kangouw, terang nona tidak sudi menemui kami, untuk ini sebagai Tongcu dari Hek-liong-hwe, kami mohon maaf kepada nona."

"Soal ini tidak perlu dibicarakan lagi, katakan saja, apa maksud kedatangan Jik-tongcu?"

"Nona memang suka berterus terang, baiklah lohu blak2an saja, kami mencari seseorang."

"Siapa yang kalian cari?"

"Cam-liong Cu Bun-hoa, Cengcu dari Liong-bin-san-ceng."

Tergerak hati Ling Kun-gi, pikirnya: "Cepat benar kabar berita mereka."

Pek-hoa-pangcu tertawa tawar, katanya: "Aneh, kalian mencari Cu-cengcu pemilik liong-bin-san-ceng, kenapa tidak kesana tapi malah meluruk kemari?"

Jik Hwi-bing terkekeh dingin, katanya: "Lohu sudah mencari tahu dengan jelas, buat apa nona mungkir?"

"Apa2an ucapanmu ini? Setiap insan keluarga Hoa kami selalu bicara dengan blak2an, kenapa harus mungkir segala?"

"Baik, biarlah Lohu tanya, semalam ada sebuah perahu dari An-khing, siapa saja orang yang berada di perahu itu?"

"Itulah adikku nomor 13 bersama kedua pelayannya."

"Siapa nama adikmu itu?"

"Dia bernama Giok-je."

"Agaknya dia kurang pengalaman," demikian batin Kun-gi: "Pihak Hek-liong-hwe sudah meluruk kemari, kenapa dia masih terang2an menyebut nama Giok-je."

Betul juga, Jik Hwi-bing lantas ter-gelak2, matanya bercahaya, serunya: "Betul dia adanya!"

"Memangnya adikku itu berbuat salah apa terhadap kalian?"

"Apa yang dibawa pulang oleh nona Giok-je?" jengek Jik Hwi-bing.

"Kusuruh dia membeli obat2an di An-khing, sudah tentu membawa pulang bahan obat." sampai disini dia lantas balas bertanya: "Jik-tongcu bilang hendak cari Cu-cengcu dari Liong-bin-san-ceng, memangnya kenapa kau tanya urusan kami?"

Dia memang tidak punya pengalaman Kangouw, maka kata2nya terlalu puntul, tapi hal ini justeru memperlihatkan bahwa dia se-akan2 memang tidak tahu apa2.

Jik Hwi-bing luas pengalaman, mendengar jawaban ini timbul juga rasa sangsinya, katanya: "Bukankah adikmu Giok-je yang menculik Ciam-liong Cu Bun-hoa kemari."

"Apa benar? Ah, aku tidak percaya." lalu menoleh berpesan pada seorang pelayan: "Lekas panggil Cap-sha-moay (adik ke-13) kemari, katakan aku ingin tanya dia."- Pelayan itu mengiakan terus mengundurkan diri.

Diam2 Kun-gi merasa geli, pikirnya: "Agaknya dia sengaja hendak mempermainkan mereka."

Didengarnya Pek-hoa pangcu berdehem sekali, lalu menoleh ke arah Kun-gi, katanya tertawa: "Ling-kongcu, apa kau tidak lelah berdiri? Bok-hi, ambilkan dua kursi kemari."

Seorang pelayan dibelakangnya mengiakan terus lari ke kamar mengambil dua kursi dan dijajarkan di serambi.

Gerak-gerik Pek-hoa-pangcu lemah lembut seperti tidak bertenaga, dia duduk dikursi sebelah kanan, lalu menoleh berkata dengan nada mesra: "Ling-kongcu silakan duduk."- Dia sengaja bersikap kalem se-akan2 tidak pandang sebelah mata pada ketiga orang Hek-liong-hwe itu.

Kun-gi tidak bersuara, dengan tersenyum dia duduk di kursi sebelah kiri, didengarnya Pek-hoa-pangcu seperti berbisik dipinggir telinganya: "Sebentar kau akan menyaksikan tontonan yang mengasyikkan."

Dari serambi luar tampak mendatang tiga gadis dengan langkah gopoh, yang ditengah mengenakan baju warna coklat muda diiringi dua pelayan. Sekali pandang Kun-gi lantas tahu bahwa ketiga orang ini adalah Giok-je, Ping-hoa dan Liau-hoa, cuma sekarang mereka sudah pakai kedok muka. Belum lagi mereka tiba, kesiur angin sudah membawa bau harum semerbak.

Setelah dekat Giok-je melangkah pelan2, waktu dilihatnya disamping sang Pangcu duduk Ling Kun-gi, sekilas dia tertegun. Mimpipun tak pernah terbayangkan bahwa Cu Bun-hoa yang dia culik dan menempuh perjalanan bersama sekian jauhnya itu ternyata adalah pemuda setampan ini.

Continue Reading

You'll Also Like

30.5K 4.1K 200
Dalam hal potensi: Bahkan jika kamu bukan jenius, kamu bisa belajar Teknik Misterius dan keterampilan bela diri. Kamu juga dapat belajar tanpa guru...
25.3K 362 47
Sudah lazim jika dinasti berganti maka akan muncul pahlawan-pahlawan yang disatu sisi membela kebenaran dan sisi lainnya adalah menghancurkan peradab...
146K 1.7K 112
Pendekar Harum yang nama aslinya adalah Chu Liu Xiang (Coh Liu Hiang) adalah karakter yang diangkat dari novel karya Gu Long (Khu Lung) yang diterbit...
32.8K 1.5K 57
Novel translate by google translate Author : 怕冷的火焰 Sinopsis : Teman sekelas Zhong Kui tanpa sengaja mendapat produk super-teknologi dari domain asin...