Pendekar Kidal (Cin Cu Ling)...

By JadeLiong

279K 6.4K 69

Lenyapnya Tong Thian Jong, tertua keluarga Tong di Sujwan yang terkenal dengan ilmu senjata rahasia dan racun... More

Jilid 1
Jilid 2
Jilid 3
Jilid 4
Jilid 5
Jilid 6
Jilid 7
Jilid 8
Jilid 9
Jilid 10
Jilid 11
Jilid 12
Jilid 13
Jilid 14
Jilid 15
Jilid 17
Jilid 18
Jilid 19
Jilid 20
Jilid 21
Jilid 22
Jilid 23
Jilid 24
Jilid 25
Jilid 26
Jilid 27
Jilid 28
Jilid 29
Jilid 30
Jilid 31
Jilid 32
Jilid 33
Jilid 34
Jilid 35
Jilid 36
Jilid 37
Jilid 38
Jilid 39
Jilid 40
Jilid 41
Jilid 42
Jilid 43
Jilid 44
Jilid 45
Jilid 46
Jilid 47
Jilid 48
Jilid 49
Jilid 50
Jilid 51
Jilid 52
Jilid 53
Jilid 54
Jilid 55
Jilid 56
Jilid 57
Jilid 58
Jilid 59
Jilid 60
Jilid 61
Jilid 62
Jilid 63
Jilid 64
Jilid 65
Jilid 66
Jilid 67
Jilid 68
Jilid 69
Jilid 70
Jilid 71
Jilid 72
Jilid 73
Jilid 74
Jilid 75
Jilid 76
Jilid 77
Jilid 78
Jilid 79
Jilid 80
Jilid 81
Jilid 82
Jilid 83
Jilid 84
Jilid 85
Jilid 86
Jilid 87
Jilid 88
Jilid 89
Jilid 90
Jilid 91
Jilid 92
Jilid 93
Jilid 94
Jilid 95
Jilid 96
Jilid 97
Jilid 98
Jilid 99
Jilid 100
Jilid 101
Jilid 102
Jilid 103
Jilid 104
Jilid 105
Jilid 106
Jilid 107
Jilid 108
Jilid 109
Jilid 110 (TAMAT)

Jilid 16

2.3K 57 0
By JadeLiong

Pui Ji-Ping yang ketinggalan setengah li dibelakang pamannya, waktu Cu Bun-hoa mencari keterangan laki2 baju abu2 dan menemukan bangkai anjing dan kedua anak buahnya di selat sempit tadi, iapun menyusul tiba, sudah tentu iapun melihat semua kejadian yang dialami pamannya.

Cuma dia selalu ingat pesan pamannya agar dirinya mengambil jarak tertentu, dilarang bicara lagi, maka kini dia hanya berdiri di tempat kejauhan saja. Setelah Cu Bun-hoa naik kuda dan berangkat pula baru diapun membedal kudanya kedepan.

Tak tahunya baru saja dia tiba di mulut lembah, segera ia mendengar suara beradanya senjata tajam. Lekas dia melompat turun dari kudanya, pelan2 dia merunduk maju terus lompat ke atas sebuah batu besar dan menyembunyikan diri serta mengintip ke bawah.

Dilihatnya empat orang berjubah hitam tengah mengerubut pamannya. Melihat orang2 berjubah hitam itu, tergerak pula hatinya, pikirnya: "Hou Thi-jiu juga menggunakan lengan besi di angan kirinya, demikian juga keempat orang ini, terang mereka adalah sekomplotan dengan Hou Thi-jiu."

Tak lama kemudian lantas didengarnya seorang membentak keras: "Kalian berhenti!"

Kuping Ji-ping mendengung pekak oleh bentakan keras bagai bunyi genta itu, keruan kagetnya bukan main, lekas dia berpaling kesana, dilihatnya kira2 setengah li di kejauhan sana ada dua titik sinar seperti api setan tengah terbang turun naik menyusuri kaki bukit berlari ke arah sini. Bertambah besar rasa kejutnya, batinnya: "Masih setengah li jauhnya, tapi suara orang ini dapat membuat pekak kuping, kalau dia menghardik berhadapan mungkin aku bisa jatuh semaput."

Mendengar bentakan keras ini, keempat orang jubah hitam tadi segera melompat mundur berpencar pada posisi masing2. Dengan pedang melintang di depan dada Cu Bun-hoa berpaling ke arah datangnya suara, tertampak dari pegunungan sana beriring mendatangi enam orang berjubah hitam pula. Keenam orang ini bukan saja berpakaian sama, wajah dan sikap merekapun sama. kaku dingin tidak berperasaan. Masing2 dua orang berjajar beriring datang, gerak langkah mereka kaku mirip mayat hidup dan seperti tonggak berjalan.

Diam2 kaget jugwa Cu Bun-hoa melihat orang2 ini, dia insaf untuk menghadapi keempat lawan ini sudak cukup berat, kini ketambahan enam orang lagi. agaknya nasib dirinya malam ini lebih banyak celaka dari pada selamat, semoga Ji-ping jangan lekas2 menyusul kemari. Demikian batinnya.

Lekas sekali keenam orang ini sudah tiba di tanah berumput sebelah kiri, mendadak tampak pula sesosok bayangan orang tinggi besar berlenggang mendatangi, jangan kira gerak kakinya kelihatan seperti berlengang, mirip badut di atas panggung, tapi setiap langkah kakinya mencapai jarak dua tiga tombak jauhnya, kedua kakinya seperti tidak menyentuh tanah.

Sekali pandang Cu Bun-hoa lantas tahu bahwa kepandaian si gede ini jauh lebih tinggi dari kawanan jubah hitam ini, maka dia tumplek perhatiannya terhadap si gede ini.

Badan orang ini tingginya delapan kaki, dada lebar lengan besar, wajahnya mengkilap mirip tembaga, alisnya pendek, matanya sipit, hidung besar mulut lebar, jubah sempit warna tembaga yang dipakainya hanya sebatas dilutut, kaki telanjang memakai teklek tembaga.

Sebagai Cengcu dari Liong-bin-san-ceng, meski jarang berkelana di Kang-ouw, tapi tokoh-tokoh Kang-ouw kenamaan pada jaman ini tidak sedikit yang dikenalnya, paling tidak pernah mendengar nama atau keahlian dan keistimewaannya. Kini melihat dandanan si gede yang aneh ini, mendadak diingatnya seseorang, keruan hatinya kaget bukan main, batinnya: "Mungkinkah dia ini Lam-kiang-it-ki Thong-pi-thian-ong?"

Jabatan atau kedudukan si gede serba tembaga ini terang jauh lebih tinggi dari pada kawanan jubah hitam, ini jelas kelihatan dari sikap keenam orang jubah hitam yang baru datang serta cara mereka berdiri, kelihatan memberi peluang untuk si gede ini nanti, tapi toh masih ada tempat kosong lagi disebelah mereka, hal ini membuat Cu Bun-hoa men-duga2 pula bahwa kecuali si gede agaknya pihak lawan masih ada tokoh lain pula yang berkedudukan lebih tinggi yang belum tiba. Siapakah orang yang belum tiba ini?

Maklumlah si tokoh aneh dari Lam-kiang (wilayah selatan) ini biasanya merajai daerah selatan, selamanya belum pernah tunduk terhadap orang lain, lalu siapakah yang telah mampu menundukkan dia sekarang?

Begitu si gede tiba dan berdiri disamping, Cu Bun-hoa lantas buka suara: "Yang menghentikan pertempuran tadi apakah tuan?"

Mendelik sebesar jengkol mata si gede, bentaknya: "Diam, tak boleh ribut!" Suaranya memang keras seperti bunyi genta.

Kini Cu Bun-hoa lebih yakin bahwa si gede memang Thong-pi-thian-ong adanya, tapi caranya bicara jelas dia hanya mengawal seseorang belaka. Sungguh luar biasa. Semakin kejut dan heran Cu Bun-hoa, mendadak dia mendongak sambil bergelak tawa, katanya: "Dandanan dan tampang tuan ini mirip sekali dengan Lam-kiang-it-ki Thong-pi-thian-ong, entah sejak kapan tuan terima diperbudak orang atau jadi pengawal pribadinya."

Semakin bulat mendelik mata si gede, suaranya menggerung gusar: "Kusuruh kau diam, kau harus diam, memangnya kau tua bangka ini sudah bosan hidup?"

Gerungannya yang dahsyat itu membuat Pui Ji ping yang sembunyi di atas batu hampir pecah kupingnya, jantungnya ber-debar2, hampir saja dia menjerit.

Tiba2 terasa dari belakang tersalur sejalur tenaga yang tidak kelihatan membantu dirinya mengendalikan darah yang bergolak, kupingpun lantas mendengar suara lirih berbisik seperti bunyi nyamuk: "Jangan bersuara Siau-sicu, itulah Kim-loh-ong yang hebat dari Thong-pi-thian-ong. "

Heran Ji-ping, baru saja dia kendak berpaling, suara lirih seperti nyamuk berkata pula: "Situasi malam ini amat gawat dan berhahaya, sekali2 jangan Sicu menoleh kebelakang, mata dan kuping Thong-pi-thian-ong amat tajam, Jarakmu hanya sepuluh tombak dengan mereka, sedikit lena, jejakmu pasti konangan."

Tatkala itu tampak dua buah lampion tengah mendatangi dari jalanan gunung sana. Dua gadis belia baju hijau tengah mendatangi dengan gemulai sambil menenteng dua lampion.

Malam di tengah pegunungan sudgah tentu amat gielap sehingga cahaya lampu lampion ini terasa terang benderang. Tak jauh dibelakang kedua gadis membawa lampion menyusul sebuah tandu mewah dan indah, dan laki2 kekar memikul tandu mini ini, langkah mereka enteng seperti berlari menuju ke tanah berumput ini.

Selarik kain warna merah sutera yang semampir dipundak dan pinggang kedua laki2 kekar pemikul tandu itu bertuliskan empat huruf warna hitam yang berbunyi: "Wakil langit mengadakan ronda".

Akhirnya tandu mini itupun berhenti dan diturunkan di tanah berumput sebelah kanan atas. Kedua gadis pembawa lampion berdiri di kiri kanan tandu, di bawah sinar lampion tandu itu tampak indah gemerlapan, kerai menjuntai lembut dan rapat sehingga tidak kelihatan siapa yang duduk didalamnya? Tapi Thong-pi-thian-ong dan kesepuluh kawanan jubah hitam serempak memberi hormat lalu berdiri tegak dengan prihatin.

Tiba2 tergerak hati Cu Bun-hoa melihat keadaan ini, tadi dia dengar salah seorang jubah hitam pernah menyinggung "Thiansu" atau duta langit, setelah melihat tulisan "Wakil langit mengadakan ronda", jelas bahwa orang di dalam tandu adalah Thian-su yang dimaksud, cuma siapa dia dan tokoh macam apa pula?

Pedang disimpan kembali, Cu Bun-hoa berdiri membusung dada sikapnya gagah berwibawa, tapi hatinya kebat-kebit, diam2 dia kerahkan Lwekangnya, mempersiapkan diri untuk bertindak bila menghadapi sergapan musuh.

Maka terdengarlah sebuah suara halus nyaring berkumandang dari dalam tandu: "Thio thi-jiu"! Suaranya bagai kicau burung kenari, lembut dan merdu.

Tak pernah terpikir dalam benak Cu Bun-hoa bahwa Thian-cu atau "duta langit" ini ternyata seorang perempuan, dari suaranya kedengaran bahwa dia adalah gadis belia pula.

Tampak salah seorang jubah hitam yang berdiri paling depan tadi mengiakan sambil melangkah ke depan tandu.

Terdengar perempuan dalam tandu bertanya: "Kalian sudah tanya asal usulnya?"

"Dia tidak mau mengatakan," sahut Thio thi-jiu.

"Bagaimana ilmu silatnya?" tanya perempuan dalam tandu pula.

"Kami berempat mengeroyoknya, tapi tak mampu mengalahkan dia."

"Pada jaman ini. dengan kekuatan kalian berempat, memangnya siapa yang tak mampu kalian kalahkan, tapi siapakah dia!" kata2 terakhir amat lirih, seperti bicara untuk dirinya sendiri.

Thio thi-jiu berdiri tegak lurus, sudah tentu dia tak berani bersuara.

Sesaat kemudian perempuan dalam tandu berkata pula: "Baiklah, kau boleh minggir."

Thio-thi-jiu mengiakan, lalu mundur ketempatnya semula.

Perempuan dalam tanda lantas berpesan kepada gadis pembawa lampion sebelah kiri. katanya: "Mintalah orang tua itu maju kemari, ada pertanyaan hendak kuajukan padanya."

Gadis itu segera tampil ke depan Cu Bun-hoa, katanya setelah memberi hormat. "Tuan ini diharap maju kedepan, Siancu (dewi) kami ingin bicara dengan kau."

Cu Bun hoa juga ingin tahu asal usul pihak sana, memangnya siapa sebetulnya Thian-cu yang serba misterius ini? Maka dengan mengelus jenggot dan tertawa lebar, katanya: "Lohu memang ingin bertemu dengan Siancu kalian." Lalu dengan langkah lebar dia menghampiri, beberapa kaki di depan tandu dan berhenti, katanya sembari memberi hormat: "Silakan Siancu, terima kasih akan undanganmu, entah ada petunjuk apa?"

Perempuan dalam tandu cekikik riang, katanya: "Loyacu adalah tokoh kosen Bu-lim, sungguh beruntung kita bertemu disini." Sampai disini tiba2 dia berseru keras: "Kenapa tidak singkap kerai ini?"

Kedua gadis yang berdiri di kiri kanan segera menyibak kerai kedua sisi, kedua lampionpun diarahkan ke depan tandu sehingga perempuan yang duduk, di dalam tandu kelihatan wajahnya.

Ternyata "Dewi yang mewakili langit mengadakan ronda" ini hanyalah seorang nyonya muda belia yang berusia sekitar 25, berpakaian serba putih, dandanannya mirip puteri keraton, tengah tersenyum simpul mengawasi dirinya.

Sesaat Cu Bun-hoa melenggong, dia jarang keluar pintu, tapi semua tokoh Kang-ouw yang sedikit punya nama pasti pernah didengarnya. Nyonya muda molek ini mampu menundukkan Lam-kiang-it-ki sampai terima menjadi pengawal pribadinya, kenapa belum pernah dia mendengar adanya perempuan selihay ini, serba misterius lagi dalam tindak tanduk.

Memang otaknya cerdik, banyak akal dan pandai mengikuti situasi, sekilas melenggong segera Cu Bun-hoa berdehem, katanya tertawa: "Siancu meronda mewakili langit tentunya kau inilah Thian-su adanya? Entah siapakah nama harum Siancu yang mulia?"

Jari jemari nan runcing halus dari nyonya muda itu terangkat dan mengelus gelung kundainya, katanya tertawa: "Agaknya tidak sedikit yang Loyacu ketahui. aku she Coh, karena biasanya aku suka mengenakan pakaian serba mulus begini, maka orang memanggilku Hian-ih-sian-cu, harap Loyacu tidak mentertawakan diriku."

"Hian-ih-sian-cu!" Cu Bun-hoa tetap tidak pernah dengar nama julukan ini.

Mengerling biji mata Hian-ih-sian-cu, katanya sambil cekikikan "Loyacu adalah tokoh kosen pada jaman ini, mohon tanya siapakah nama besar Loyacu?"

Cu Bun-boa bergelak tertawa, katanya: "Lohu Ho Bun pin, orang liar yang hidup di gunung, mana berani disebut tokoh kosen segala."

'Hian-ih-sian-cu cekikikan genit, katanya: "Nama yang Loyacu sebutkan kukira bukan nama tulen bukan?"

"Mungkin Siancu belum pernah dengar namaku yang tidak terkenal ini, dan lagi apa perlunya Lohu harus menyembunyikan nama dan asal-usul?"

"Betul," kata Hian-ih-sian-cu, "menurut penglihatanku, wajah Loyacu juga dirias, entah betul tidak perkataanku?"

Bersambung

Continue Reading

You'll Also Like

32.8K 1.5K 57
Novel translate by google translate Author : 怕冷的火焰 Sinopsis : Teman sekelas Zhong Kui tanpa sengaja mendapat produk super-teknologi dari domain asin...
25.3K 361 47
Sudah lazim jika dinasti berganti maka akan muncul pahlawan-pahlawan yang disatu sisi membela kebenaran dan sisi lainnya adalah menghancurkan peradab...
201K 2.9K 86
Awal kisah dari Trilogi Dinasti Tong yang merupakan salah satu karya terbaik Liang Ie Shen. Sangat direkomendasikan untuk dibaca (must read), bahkan...
30.5K 4.1K 200
Dalam hal potensi: Bahkan jika kamu bukan jenius, kamu bisa belajar Teknik Misterius dan keterampilan bela diri. Kamu juga dapat belajar tanpa guru...