Pendekar Kidal (Cin Cu Ling)...

By JadeLiong

279K 6.4K 69

Lenyapnya Tong Thian Jong, tertua keluarga Tong di Sujwan yang terkenal dengan ilmu senjata rahasia dan racun... More

Jilid 1
Jilid 2
Jilid 3
Jilid 4
Jilid 5
Jilid 6
Jilid 7
Jilid 8
Jilid 9
Jilid 10
Jilid 12
Jilid 13
Jilid 14
Jilid 15
Jilid 16
Jilid 17
Jilid 18
Jilid 19
Jilid 20
Jilid 21
Jilid 22
Jilid 23
Jilid 24
Jilid 25
Jilid 26
Jilid 27
Jilid 28
Jilid 29
Jilid 30
Jilid 31
Jilid 32
Jilid 33
Jilid 34
Jilid 35
Jilid 36
Jilid 37
Jilid 38
Jilid 39
Jilid 40
Jilid 41
Jilid 42
Jilid 43
Jilid 44
Jilid 45
Jilid 46
Jilid 47
Jilid 48
Jilid 49
Jilid 50
Jilid 51
Jilid 52
Jilid 53
Jilid 54
Jilid 55
Jilid 56
Jilid 57
Jilid 58
Jilid 59
Jilid 60
Jilid 61
Jilid 62
Jilid 63
Jilid 64
Jilid 65
Jilid 66
Jilid 67
Jilid 68
Jilid 69
Jilid 70
Jilid 71
Jilid 72
Jilid 73
Jilid 74
Jilid 75
Jilid 76
Jilid 77
Jilid 78
Jilid 79
Jilid 80
Jilid 81
Jilid 82
Jilid 83
Jilid 84
Jilid 85
Jilid 86
Jilid 87
Jilid 88
Jilid 89
Jilid 90
Jilid 91
Jilid 92
Jilid 93
Jilid 94
Jilid 95
Jilid 96
Jilid 97
Jilid 98
Jilid 99
Jilid 100
Jilid 101
Jilid 102
Jilid 103
Jilid 104
Jilid 105
Jilid 106
Jilid 107
Jilid 108
Jilid 109
Jilid 110 (TAMAT)

Jilid 11

2.6K 62 0
By JadeLiong

Pui Ji-ping memang cerdik, hanya setengah jam, di bawah petunjuk Ling Kun-gi pelajaran tata rias tingkat pertama sudah berhasil dikuasainya dengan baik. Kini ia sudah berhasil mengubah bentuk mukanya menjadi apa saja yang ia kehendaki, sudah tentu senang hatinya tak terkatakan, hanya suaranya yang sukar dia ubah dalam waktu singkat, tapi soal suara tidak begitu penting, asal jarang buka suara, orang tetap dapat diketahui.

Tanpa mengenal lelah serta sabar Kun-gi terus memberi penjelasan segala seluk beluk tentang tata rias ini, pertanyaan Ji-ping ber-tumpuk2, ada saja persoalan yang dia ajukan.

Pada saat itulah, pintu rahasia yang tembus ke kamar buku tiba2 terbuka, Cu Bun-hoa melangkah masuk sambil mengempit seorang perempuan dibawah ketiaknya.

Lekas Ji-ping berdiri dan menyongsong maju, tanyanya: "Paman, orang ini. . . he, kau kan Kwi-hoa?"

Cu Bun-hoa turunkan Kwi-hoa di atas lantai, wajahnya tampak serius, katanya: "Tak tersangka komplotan penjahat itu bergerak begini cepat."

Ji-ping kaget, tanyanya: "Maksud paman Kwi-hoa sekomplotan dengan musuh?"

"Di dalam bubur dia campur obat bius, untung Lohu sudah siaga, setelah kupancing lantas kelihatan belangnya, sebelum dia menyadari apa2 semangkok bubur itu sudah kucekok kemulutnya, betul juga dia lantas kelenger."

"Lalu bagaimana paman?" tanya Ji ping.

"Menurut dugaan Lohu, walau musuh sudah menyelundup disekitar kita, sebelum Kwi-hoa keluar, mereka takkan berani sembarang bertindak, terpaksa kau harus menyaru Kwi-hoa, bawalah mangkok kosong itu kebelakang, lalu Ling-lote menyaru Lohu, sesuai dengan rencana kita."

Kun-gi manggut, katanya: "Mau bekerja janganlah membuang waktu, nona Pui, lekas duduk biar kurias mukamu."

Hanya sepeminuman teh, Kun-gi sudah selesai merias Ji-ping, kini wajahnya mirip benar dengan Kwi-hoa seperti pinang dibelah dua.

Cepat sekali Ji-ping lucuti pakaian Kwi-hoa terus dipakainya. Sementara memegangi kaca Kun-gi merias wajah sendiri seperti Cu Bun-hoa, dengan Cepat sekali dia sudah berubah jadi Cu Bun-hoa,

lalu mereka saling bertukar pakaian. Tak lupa Kun-gi simpan Pi-to-cu warisan keluarganya, kantong sulam pemberian Un Hoan-kun dan pedang pendak di dalam bajunya.

Cu Bun-hoa mendesak: "Ji-ping, kau harus lekas keluar."

Mengawasi Kun-gi, berat rasa hati Ji-ping untuk berpisah, katanya: "Ling-toako, kau akan masuk ke sarang harimau, hati2lah."

"Nona Pui tak usah kuatir, belum setimpal komplotan jahat ini menjadi perhatianku."

"Lalu dimana kelak aku harus mencarimu?" tanya Ji-ping.

Dia sudah memberanikan diri mengucapkan kata2 ini dihadapan pamannya. Seorang gadis akan mencari laki2, kemana maksud tujuannya iapapun sudah mengerti.

"Seorang diri jangan nona keluyuran di Kang-ouw, kelak setelah berhasil menolong ibu, pasti aku kemari menengokmu."

Dalam hati Ji-ping berjanji, "Tidak, aku takkan tinggal disini, ke ujung langitpun akan kucari dirimu." Sudah tentu kata2 ini tidak berani dia ucapkan.

Sudah tentu Cu Bun-hoa dapat meraba perasaan keponakannya yang sedang kasmaran ini. soalnya waktu amat mendesak, lekas dia mendesak lagi, "Ji-ping, sudah terlalu lama Kwi-hoa antar bubur ini, sekarang lekas kau keluar."

Kembali Ji-ping pandang Kun-gi lekat2, lalu dengan langkah berat ia keluar.

Sambil mengelus jenggot Cu Bun-hoa berpesan: "Ling-lote, kau cerdik pandai, tentu Lohu tidak perlu banyak pesan lagi, disini Lohu menunggu kabar baikmu, semoga kau berhasil menolong ibumu dengan leluasa, dan jangan lupa kemari lagi memberi kabar, jangan pula kau bikin telantar maksud baik Ji-ping."

Merah muka Kun-gi, katanya sambil menjura: "Terima kasih akan perhatian Cengcu."

"Maaf, Ling-lote, Lohu tidak mengantar."

Tanpa bicara lagi Kun-gi beranjak keluar, rak buku dibelakangnya segera menutup sendiri. Waktu itu Pui Ji-ping sudah membawa nampan berisi mangkok kosong keluar kamar. Pelan2 Kun-gi mendekati kursi malas lalu duduk bersandar, pelan2 pula memejamkan mata, diam2 dia kerahkan hawa murni menghimpun semangat.

Entah berapa lama lagi, terdengar langkah gugup mendatangi dari luar pintu, Lalu terdengar suara serak In Thian-lok berkumandang diluar: "Lapor Cengcu, ada urusan penting akan hamba sampaikan."

Sudah tentu Kun-gi diam saja.

Sesaat kemudian, karena tidak mendengar suara Cengcu, In-congkoan berkata pula: "Apa Ceng-cu sudah tidur?"

Dia tahu bahwa Cu Bun-hoa sudah menghabiskan semangkok bubur, tentu sekarang sudah terbius pulas, tapi dia tidak berani gegabah, mulut bicara, dia tetap berdiri dan menunggu diluar pintu.

Begitulah sesaat lamanya lagi baru In Thian-lok pura2 bersuara heran: "Aneh, Lwekang Cengcu amat tinggi, kenapa tak terdengar suara apa2?"

Kata2nya ini hanya alasan belaka supaya dia dapat mendobrak pintu masuk ke dalam. Kali ini dia keraskan suara: "Cengcu, Cengcu?"

Disekeliling kamar buku ini sudah terpendam anak buahnya, betapapun keras suaranya dia tidak takut mengejutkan orang lain yang tidak bersangkutan. Maka dengan leluasa dia dorong pintu terus memburu masuk. Sekilas mata menjelajah, dilihatnya Cu Bun-hoa rebah telentang di atas kursi malas.

In Thian-lok pura2 kaget, dengan lagak gopoh ia mendekat ke depan kursi dan tanya: "Ceng-cu, kenapa? Lekas bangun!" Lalu dia raba dahi Cu Bun-hoa, seketika wajahnya mengulum senyum sinis girang, mendadak kedua tangan bekerja cepat, kesepuluh jarinya naik turun, bagai kilat delapan Hiat-to penting didada Cu Bun-hoa telah ditutuknya.

Kun-gi sudah mempersiapkan diri, hawa murni sudah melindungi badan, seluruh Hiat-to dibadannya sudah terlindung, sudah tentu Hiat-tonya tidak mudah tertutuk.

Tapi Cu Bun-hoa yang sembunyi dikamar buku dapat menyaksikan dengan jelas, sudah tentu dia tidak tahu kalau Kun-gi sudah meyakinkan hawa murni pelindung badan ini, karuan ia kaget, pikirnya: "In Thian-lok berasal dari golongan hitam, bekal kepandaiannya sendiri tidak lemah, selama tahun2 terakhir ini memperoleh banyak kemajuan lagi atas petunjukku, tingkat kepandaiannya sekarang sudah mencapai kelas wahid, delapan tutukan Hiat-to itu amat lihay, meski Ling-lote tidak terbius, setelah tertutuk Hiat-tonya, tetap dia tak dapat berkutik diantar masuk ke mulut harimau."

Sementara itu In Thian-lok mendekati jendela sebelah selatan, kain gordin dia singkap, daun jendela dia buka, lalu mengambil lilin dan di-gerak2kan tiga kali diluar jendela.

Tidak lama kemudian terdengar suara kesiur angin, sesosok bayangan orang menerobos masuk lewat jendela. Lekas In Thian-lok menyongsong maju, katanya sambil menjura: "Silakan Hou-heng!"

Orang yang baru menerobos masuk berpakaian hijau bertubuh tinggi kurus, suaranya dingin: "In-heng menyerahkan orang tepat pada waktunya, tidak kecil pahalamu."

Tergerak hati Kun-gi, batinnya. "Orang she Hou, mungkin Hou Thi-jiu adanya?"

In Thian-lok tertawa, katanya sambil menuding "Cu Bun-hoa" yang rebah di kursi malas: "Inilah Cu-cengcu, anak buahku sudah tersebar disekeliling kamar ini, bagaimana mengangkutnya keluar, kami tunggu petunjuk Hou-heng."

"Soul ini In-heng tidak usah mencapaikan diri. cuma jalan keluar perkampungan ini, apakah In-heng sudah mengaturnya dengan baik?" tanya laki2 baju hijau.

"Hou-heng tidak usah kuatir, semuanya sudah beres," sahut In Thian-lok.

"Baiklah," ujar laki2 kurus baju hijau, lalu dia membalik ke dekat jendela, ia bertepuk tiga kali. Tampak dua bayangan orang melayang masuk, itulah dua laki2 baju abu2, salah seorang memanggul sebuah karung besar.

Kepada kedua laki2 yang baru datang, si baju hijau berkata sambil menuding Cu Bun-hoa: "Masukkan dia ke dalam karung."

Kedua laki2 mengiakan, seorang membuka karung dan yang lain angkat tubuh Ling Kun-gi terus didorong masuk ke dalam karung, lalu di ikat kencang mulut karung itu.

Kata si baju Hijau: "Kami harus segera pergi, bagaimana keadaan disini selanjutnya, tidak perlu kujelaskan bukan?"

In Thian-lok manggut2, sahutnya: "Siaute sudah tahu, Hou-heng boleh silakan."

Si baju hijau memberi tanda kepada kedua anak buahnya terus mendahului melompat keluar. Gerak-gerik ketiga orang itu ringan dan gesit, dengan cepat sekali bayangan mereka sudah lenyap diluar tembok.

Percakapan mereka sudah tentu didengar jelas oleh Ling Kun-gi, terasa karung dipanggul di atas pundak, dibawa melompat turun naik, cepat sekali sudah meninggalkan Liong-bin-san-ceng. Beberapa kejap kemudian, mendadak mereka berhenti.

Terdengar suara orang bertanya disebelah depan: "Sudah berhasil?"

Maka terdengar penyahutan orang she Hou: "Lapor Kongcu, sudah berhasil."

Kun-gi membatin: "Hou Thi-jiu memanggilnya Kongcu, itulah Dian-kongcu atau si baju biru yang berada di Kay-hong tempo hari."

"Baik sekali," ujar Dian-kongcu.

Agaknya sambil bicara Dian-kongcu terus melangkah pergi, maka kedua orang yang memanggul Ling Kun-gi ikut ber-lari2 kencang. Dari derap langkah orang, Ling Kun-gi menghitung semuanya ada empat orang. Hanya empat orang berani meluruk ke Liong-bin-san-ceng, menculik "naga terpendam" Cu Bun-hoa, walau mereka sudah tanam mata2 dan kaki tangan di Liong-bin-san-ceng, tapi keberanian mereka sungguh luar biasa.

Mereka terus ber-lari2 satu jam lamanya, diperhitungkan sudah puluhan li meninggalkan Liong-bin-san-ceng, rombongan empat orang ini lantas berhenti. Terdengar dipinggir jalan ada suara rendah menyapa maju: "Kongcu sudah kembali!"

Dian-kongcu hanya mendengus, terdengar suara pintu terbuka dan kerai tersingkap, Dian-kongcu lantas melangkah masuk, kedua laki2 yang memanggul karungpun menurunkannya ke tanah terus membuka tutupnya, dua orang baju abu2 menyeret Kun-gi ke atas kereta.

Kun-gi tetap pejamkan mata, dia pura2 pingsan, biarkan saja apa kehendak mereka atas dirinya, tapi terasa bahwa ruang kereta ini cukup lebar, dirinya diseret ke lantai kereta sebelah kanan Setelah itu baru Hou Thi-jiu naik kereta dan duduk disampingnya.

Kereta mulai berjalan. Kusir mengayun pecut, kudapun segera berlari kencang menimbulkan suara gemeretak dari roda2 kereta yang beradu dengan batu2 dijalanan. Semakin cepat laju kereta, goncanganpun semakin besar, walau tidak membuka mata, tapi Kun-gi merasakan bahwa bentuk kereta ini tentu dibuat khusus dan amat mewah.

Kun-gi tahu kepandaian silat kedua orang majikan dan pelayan ini amat tinggi, supaya tidak menunjukkan gejala2 yang mencurigakan, meski kereta tergoncang semakin keras dia tetap meringkal. diam sambil menghimpun semangat. Langkah pertama untuk menyelundup ke sarang musuh sudah tercapai, kemana dirinya akan dibawa, dia tidak usah peduli lagi, maka ditengah jalan ini, dia tidak perlu main intip.

Dian-kongcu dan Hou Thi-jiu yang duduk di dalam keretapun duduk semadi, tiada yang buka suara. Kuda penarik kereta ternyata berlari kencang sekali.

Tanpa terasa fajar telah menyingsing, dalam keretapun mulai ada cahaya, maka Ling Kun-gi lebih hati2 lagi, sedikitpun dia tidak berani lena.

Lari kereta mulai lambat, akhirnya berhenti dipinggir hutan. Agaknya sudah ada orang menunggu disitu, terdengar orang mendekati kereta, katanya dengan laku hormat: "Hamba To Siong-kiu memberi salam hormat kepada Kongcu."

Kepalapun tidak bergerak, Dian-kongcu hanya mendengus saja. Suara Hou Thi-jiu terdengar dingin:

"Mana sarapan pagi yang kau siapkan untuk Kongcu? Lekas bawa kemari."

Orang diluar mengiakan, pintu kereta dibuka, dengan laku hormat dia masukkan seperangkat tenong susun dua. Hou Thi-jiu menerimanya, orang itu menurunkan kerai terus mengundurkan diri. Sementara itu, orang lain telah mengganti kuda, sampai pun kusirnya pun berganti orang, jadi orang dan kuda berganti secara bergiliran.

Kereta mulai berangkat lagi pelan2. Terdengar suara To Siong-kiu dibelakang: "Hamba tidak mengantar Kongcu, semoga lekas tiba di tempat tujuan." Sudah tentu dia tidak memperoleh penyahutan.

Diam2 Ling Kun-gi membatin: "Cara kerja orang2 ini ternyata amat teliti, sampai disuatu tempat tertentu lantas ada orang yang ganti kusir dan kuda, dengan demikian kereta ini bisa menempuh perjalanan siang malam tanpa berhenti, cuma entah dimana letak sarang komplotan ini?"

Hou Thi-jiu sudah membuka tenong berisi makanan, katanya hormat, "Silakan Kongcu sarapan pagi."

Dian-kongcu buka tutup tenong terus makan minum seorang diri tanpa bersuara.

Kun-gi yang rebah meringkal sudah tentu juga mencium bau makanan yang sedap, dari bau harum yang diendusnya, dia menduga tenong itu berisi makanan daging dan semangkok kuah.

Melihat orang makan, biasanya orang bisa ngiler, apa lagi kalau perut memang sudah lapar. Walau Kun-gi tidak membuka mata, namun hidungnya dapat mencium bau makanan, maka perutnya terasa berontak, laparnya bukan main.

Setelah melayani Dian-kongcu makan selesai, Hou Thi-jiu baru angkat susun tenong yang lain, diapun makan dengan lahap, habis makan dia lempar tenong keluar kereta, katanya: "Nanti siang apakah kita perlu menyediakan makanan untuk Cu-cengcu?"

Sambil duduk semedhi, Dian-kongcu berkata: "Dua belas jam kemudian baru dia akan siuman."

"Celaka," demikian keluh Kun-gi dalam hati.

12 jam baru sadar, itu berarti dia harus kelaparan sehari semalam.

Kereta terus laju bagai terbang, tengah hari mereka tiba disebuah kota, kereta berhenti istirahat dipinggir jalan. Tanpa turun kereta sudah ada orang mengantar tenong berisi masakan yang serba lezat, kali ini ada pula sebotol arak wangi.

Bagi kusir juga disediakan makanan tersendiri, dia duduk dipinggir pohon sambil melalap makanannya, selesai makan mereka melanjutkan perjalanan pula.

Untuk pura2 semaput orang cukup memejamkan mata dan meringkal tanpa bergerak, semua ini adalah kerja yang mudah sekali, siapapun bisa melakukannya. Tapi harus meringkal diam tanpa bergerak selama sehari semalam dengan posisi sama, itulah yang tidak gampang. Bagi orang biasa setelah berselang sekian lama, kaki tangan pasti merasa kesemutan dan pegal linu. Untuk ini Kun-gi boleh tidak usah peduli.. Lwekangnya tinggi, dengan memejamkan mata dan menghimpun semangat, darah tetap berjalan lancar dan leluasa didalam tubuh, sudah tentu dia takkan merasa kesemutan dan pegal. Yang paling menyiksa dirinya adalah perut lapar, sejak malam tadi perutnya tidak di isi barang sedikit pun, mengendus makanan dan bau wangi arak lagi, sudah tentu hampir tak tahan dia.

Setelah kenyang dan mabuk, Dian-kongcu duduk mendongak sambil semedhi lagi ditempat duduknya yang empuk dan silir. Kedua ekor kuda menarik kereta segera angkat langkah pula menempuh perjalanan.

Hari itu berlalu dengan cepat, dari siang menjadi sore, magrib berganti malam, dalam sehari semalam ini, menurut perhitungan Kun-gi, kereta ini sudah menempuh perjalanan 300-an li jauhnya.

Sejak magrib tadi, jalan kereta sudah bergoncang amat kerasnya, kereta bergunjing seperti kapal dipermainkan ombak ditengah lautan, begitu keras goncangannya, terang jalanan yang ditempuh ini amat jelek dan banyak berbatu, tapi kusir kereta tidak peduli, cambuknya terus bermain membedal kudanya ke depan.

Terasakan guncangan kereta sedemikian keras, itu menandakan bahwa kereta sudah membelok memasuki jalan pegunungan dan sedang menuju ke suatu puncak gunung. Kira2 satu jam lamanya kereta melewati jalanan yang jelek ini. Kini jalan kereta mulai tenang dan angker, agaknya melalui jalan datar yang berpasir karena roda kereta mengeluarkan suara mendesir yang rata.

Continue Reading

You'll Also Like

25.3K 361 47
Sudah lazim jika dinasti berganti maka akan muncul pahlawan-pahlawan yang disatu sisi membela kebenaran dan sisi lainnya adalah menghancurkan peradab...
225K 3.1K 55
Lanjutan "Dewi Maut". Tokoh utama : Cia Sin Liong atau Pendekar Lembah Naga adalah anak di luar nikah dari pendekar sakti Cia Bun Houw, ibunya bernam...
74.2K 10.1K 123
[Novel Terjemahan] Chapter (2201- 2318) Kultivasi Ganda Abadi dan Bela Diri Capai puncak kultivasi abadi dan jadilah mampu mengamuk tanpa rasa...
355K 3.7K 57
Lanjutan "Kisah Para Naga di Pusaran Badai". Dalam Bagian I - Dikisahkan atau mengisahkan masa dan periode belajar dan menempah diri para Naga Muda h...