Demi Biasku yang Tersakiti |...

By KHS407

577K 35.1K 4.4K

!!! MTL FAN TRANSLATION !!! Pernah kah kalian berharap bisa bertemu langsung dengan karakter dalam novel favo... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
58
59
60
61
62
63
64
65 - Tamat
Side Story - 1
Side Story - 2
Side Story - 3
Side Story - 4
Side Story - 5
Side Story - 6
Side Story - 7
Special Story - 1
Special Story - 2
Special Story - 3
Special Story - 4
Special Story 5 - TAMAT

57

15K 667 39
By KHS407

Setelah Caelus berangkat menuju perbatasan, aku menerima banyak kiriman surat.

Isi dari surat kebanyakan mendoakan keberhasilan negosiasi dan juga keselamatan kesayanganku. Bahkan walau mereka mengirimnya demi etika semata, bisa dibilang isinya membuatku tersentuh.

Kuharap jika lebih banyak orang yang mendoakan Caelus, maka Dewa akan mendengarkannya.

Aku dulu berpikir kalau tak ada Dewa di dunia ini, tapi kini berubah dengan dramatis.

Tapi aku juga tak ingin pergi mendatangi kuil dengan kedua kaki ku. Kuil sendiri sudah kehilangan kepercayaan, tak hanya dari ku tapi khalayak publik secara umum.

Walaupun Helios tidak memberitahu, entah bagaimana bisa berita tentang hutang Diana tersebar di kalangan sosial.

Bahkan Countess Erinis, yang bertindak sebagai perwakilan korban, begitu bersemangat.

"Bahkan orang yang memilki banyak pengalaman investasi seperti saya tidak berani menginvestasikan uang sebanyak itu dalam satu tempat"

Aku menyesap teh yang disajikan dan mengangguk.

"Itu semua karena beliau tak memiliki pengalaman"

"Selain itu uang tersebut bukanlah uang simpanan, melainkan uang pinjaman. Ya ampun..."

Countess Erinis memijat keningnya seakan frustasi.

Aku pun membalas dengan tenang.

"Dan uang yang dipinjam juga berasal dari kuil. Jumlahnya setara anggaran selama setahun"

"Makin saya memikirkan nya, saya merasa hal itu makin menggelikan, Duchess"

"Itu benar.."

Jawaban ku hanya ala kadarnya, karena sesungguhnya pikiranku benar-benar ada di tempat berbeda.

Caelus tempo hari mengatakan kalau ia akan sering memberikan kabar, tapi aku menolaknya.

Lebih penting baginya untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan tuntas lalu kembali ke ibukota tanpa kurang satu apapun, daripada harus memberiku kabar secara berkala.

Dia menyuruh ku untuk menunggu, jadi aku akan menunggu.

Ketika aku harus menghadapi sesuatu yang tak bisa kulakukan hanya dengan kekuatan ku sendiri, aku tak punya pilihan selain bertahan.

Bahkan ketika aku tak berdaya.

Aku harus menahan nya setiap hari, bahkan ketika aku dikelilingi oleh rasa takut.

"Duchess, Anda baik-baik saja?"

Panggilan tiba-tiba menyadarkan ku.

"Ah, iya maafkan saya. Sejenak saya memikirkan hal lain"

Countess Erinis tersenyum mendengar permohonan maaf ku.

"Saya mengerti, Duchess. Anda pasti mengkhawatirkan Duke Caelus"

"...."

Aku mengkonfirmasi dengan helaan nafas yang panjang.

Countess Erinis hanya mengangguk dan tiba-tiba sinar matanya berubah.

"Omong-omong Duchess, ada hal aneh yang terjadi di istana Lily"

"Istana Lily? Apakah Sang Suci lagi?"

Apakah Diana akan terkena penyakit yang akan membunuhnya jika ia tak mengalami masalah walau hanya sekejap? Kenapa ia begitu sibuk ketika hidup bagai orang yang telah pensiun?

Countess Erinis menggeleng lagi.

"Ia menekankan kalau tamu yang datang dari kuil baru, dan mereka mengadakan doa bersama selama berjam-jam setiap harinya di aula utama istana Lily"

"Berdoa? Untuk apa?"

"Untuk banyak hal. Ia berdoa demi bisa membayar hutangnya dengan benar, dan juga Duke Caelus kembali dengan selamat"

Aku berterima kasih jika seseorang mau melakukan itu, tapi sangat mengganggu jika Diana yang melakukannya.

Countess Erinis berdecak.

"Saya bisa paham jika niatnya didasari kemurnian hati, tapi saya merasa kali ini kasusnya tidak seperti itu"

"....."

"Ya..saya benar-benar berpendapat seperti itu, mendengar rumornya saja membuat kepala saya sakit"

"Mengapa orang mengira ia hanya mengatakan omong kosong?"

"Yah...tapi apa Putri Mahkota mengetahuinya? Kurasa tak ada seorangpun disisinya yang bisa memberitahukan keadaan sosial saat ini"

Reputasi Diana sudah mencapai titik yang paling rendah hingga tak lagi bisa lebih rendah dari saat ini. Kemana perginya sang suci yang dulu diagung-agungkan?

Ini semua hasil dari mengurung diri, terus menerus memaksakan keyakinannya dan juga moralitas. Kini tak ada lagi yang mengakuinya.

Aku sendiri pasti akan bingung, kenapa hasilnya menjadi seperti ini jika ia sudah hidup dengan cara meniru apa yang diajarkan padanya.

Tapi tentu saja, semua orang kecuali dirinya sendiri tahu alasannya.

Countes Erinis setuju denganku.

"Sang suci mungkin saja mencari keadilan, tapi ia tak berusaha menghormati orang lain"

Aku pun sependapat. Lalu ada satu hal lain.

Diana gagal menyadari kalau pada dasarnya sifat rendah hati seseorang hanya bisa dipelajari melalui jatuh bangun dalam kehidupan. Tapi sayangnya selama ini hidupnya hanyalah jalan berbunga yang sudah didesain oleh penulis.

Bisa dikatakan kalau ini malapetaka yang ia dapatkan sebagai pemeran utama.

Akhirnya Madam Harmonia menyelesaikan urusannya dengan salon dan bersiap untuk berangkat ke Attica.

Tapi sebelum berangkat ia menemuiku lebih dulu di kediaman Duke.

"Haruskah saya menemani Duchess dulu sampai Duke kembali...."

Wajahnya yang terlihat menyesal hingga membuatnya mengaburkan kata-kata.

Aku menggelengkan kepala.

"Aku baik-baik saja, Madam. Tapi terima kasih sudah mengkhawatirkanku"

Bahkan jika ia ingin menghiburku, itu tidak ada gunanya.

Aku lebih memilih untuk menjelaskan apa saja yang harus dilakukan kedepannya.

"Tolong laporkan keadaan di Attica dengan apa adanya. Akan lebih baik untuk memisahkan hal tersebut berdasarkan kenyataan nya sebelum ditambahkan pendapat Madam"

"Ya, saya tak akan lupa Duchess"

"Dan yang paling penting, aku butuh agar Madam berfokus menjalin hubungan positif untuk menjembatani antara pekerja manajemen Attica dan aku"

Kemudian Madam Harmonia tersenyum.

"Terima kasih sudah memberikan saya tugas sepenting ini, Duchess"

"Aku akan mendoakan keberhasilan Madam"

Ia pun pamit sebelum berangkat dan meninggalkan residu energi positif bagiku.

Namun hanya sekejap, aku kembali merasa kosong.

Agar aku bisa sejenak melupakan kekosongan ini, aku tak punya pilihan selain untuk mencari kesibukan dan berfokus mengerjakannya.

Apa yang sangat aku inginkan saat ini adalah Diana benar-benar sudah putus asa karena dulu ia menyia-nyiakan kesayanganku.

Akhirnya aku berhasil memisahkan Madam Harmonia dari Diana. Tak hanya pikirannya, tapi kini fisik mereka pun berjauhan.

Kini Diana benar-benar terisolasi, entah bagaimana caranya sekarang ia mencoba menggenggam bayangan Caelus dengan cara tersenyum manis seperti dulu hingga mendoakannya.

Tapi apakah hanya dengan cara itu semuanya bisa teratasi? Dunia benar-benar mudah ya baginya?

"Dia masih saja arogan karena mempercayai ilusi dalam kepalanya."

Satu-satunya yang kamu miliki, yaitu posisi Putri Mahkota, akan menjadi taruhannya. Mari kita lihat, Diana.

Aku akan membuatmu terjatuh, dan mati-matian berlutut.

Akan kupastikan itu.

Hari berikutnya suasana makin suram ditambah hujan tiada hentinya.

Teras didepan kamarku menjadi lembab dan juga becek. Aku pun tak bisa merasakan sup yang sedang kusantap sedari tadi.

"Aku benar-benar tak berselera..."

Ketika nafsu makanku menurun, Clarice menjadi khawatir.

"Saya mengkhawatirkan kesehatan Madam. Bagaimana kalau menemui dokter?"

"Baiklah..."

Apa gunanya aku menolak? Aku hanya bisa pasrah menerima nya saja.

Namun sayangnya, dokter pun terlihat kebingungan.

"Tidak ada yang salah dengan Madam.."

"Tapi kenapa Madam tidak makan seperti biasanya?"

Clarice memarahi dokter seakan ia tak bisa bekerja dengan benar.

Dokter hanya menghela nafas.

"Akar masalah ini adalah Madam terlalu merasa cemas. Sekarang Madam kehilangan nafsu makan, tapi jika ini tetap berlanjut, mungkin saja menjadi lebih buruk"

"Tolong berikan resep sesuatu, Doke!"

"Uh...itu....Kuncinya hanya Tuan segera kembali"

Aku hanya bisa tersenyum melihat Clarice dan dokter berdebat.

"Apa yang dokter katakan itu benar, Clarice"

"Madam...."

"Aku butuh tidur siang sebentar. Aku pasti akan merasa lebih baik setelah tidur"

Mereka berdua menatapku kasihan.

"Silahkan istirahat, Madam"

Ruang kamar ku pun menjadi sepi.

Aku terkapar diatas sofa.

Aku tidak merasakan lapar. Walaupun hanya sedikit, aku pasti memakan sesuatu. Tapi anehnya seluruh tubuhku serasa lemah.

"Apakah ini sama dengan yang kurasakan sebelum perjalanan waktu?"

Kupikir dulu aku jatuh sakit karena tak mengurus kesehatanku sendiri. Tapi bagaimana jika kasusnya tidak seperti itu?

Walaupun aku sudah menjaga tubuhku, bagaimana jika aku sudah ditakdirkan jatuh sakit?

Tapi ketika aku diperiksa oleh dokter, ia bilang tak ada yang salah denganku.

"Ah aku tak tahu..."

Aku hanya bisa tersenyum lemah.

Karena aku tak merasakan sakit dimanapun, seperti yang dokter bilang, mungkin gejala penyakit ini hanya bisa hilang ketika Caelus sudah pulang.

"Uh..kopi juga tidak terasa enak"

Aku terus mengoceh pada diriku sendiri seperti orang gila. Rasanya mulutku bergerak sendiri tanpa melewati otakku.

Jadi aku benar-benar merasa membutuhkan tidur siang.

Setelah memutuskan, perlahan aku berdiri.

Namun tiba-tiba.

"Madam, apa Anda sedang tidur?"

Itu suara Uros. Aku pun duduk kembali.

"Tidak, masuklah!"

Pintu terbuka dan Uros masuk dengan ekspresi cemas.

"Ada tamu yang ingin menemui Anda"

"Hm? Bukankah aku sudah bilang untuk tidak menerima tamu sementara ini?"

"Ya..tapi orang yang ingin menemui Madam....."

Aku menyadari ketika Uros tak menyelesaikan kata-katanya.

Hanya ada satu orang yang bisa membantah perintah seorang Duchess.

"Apakah Hyperion?"

Wajah Uros kini menunjukkan ekspresi yang aneh.

"Saya juga tak tahu harus menjelaskan seperti apa lagi..."

"Ah aku benar-benar tak ingin menemuinya, tapi aku tak bisa mengabaikannya karena ia kesini hingga menerjang hujan. Tolong antarkan ia kesini"

"Baik, Madam"

Karena Helios datang dengan penyamaran, sulit bagiku untuk menemuinya di ruang tamu.

Tak lama kemudian, Helios datang dipandu Uros.

"Selamat datang"

"...."

Salam dariku disambut dengan wajah tak berekspresi.

Lalu kenapa kamu kesini ditengah cuaca buruk seperti ini?

"Apakah terjadi sesuatu di perbatasan?"

"Belum terjadi apa-apa"

Terus apa???

Helios cemberut karena melihat ekspresiku yang tidak sopan.

"Benar-benar pemandangan langka. Aku bahkan sangsi kalau didepan ku ini benar-benar Duchess Hestia"

"...."

Ah aku tak peduli lagi, masa bodoh dengan otaknya yang sedikit kacau.

"Aku terkejut kalau kau yang selalu berhati dingin bisa menjadi seperti ini hanya karena suami mu meninggalkanmu sebentar"

Apa sih maksudmu?

Aku menggeleng kepala kesal.

"Aku ragu pria didepanku ini pria yang sama yang begitu menggebu-gebu ingin meminang Sang Suci"

Aku hanya mengikuti apa yang ia katakan.

Mengejutkannya, Helios malah tersenyum.

"Nah..ini seperti Duchess yang kukenal"

"....."

Menyebalkan.

Lebih baik langsung pada intinya saja supaya dia bisa segera pergi dari sini.

"Ada perlu apa Anda datang kesini?"

"Aku ingin bertanya padamu"

Aku hanya menatapnya lurus.

"....apa yang kamu katakan tempo hari..."

"....?"

Aku belum paham dengan apa yang ia maksud, jadi aku berusaha mengorek memoriku.

"Oh...apa maksud Anda yang saya bilang ketika saya mengundurkan diri?"

"Ya...."

Entah kenapa anggukan Helios terlihat ragu-ragu.

Aku tertawa mengejek karena akhirnya rasa penasaranku terjawab.

"Jika Anda ingin menghukum saya karena tindakan saya yang tidak sopan, dengan senang hati saya akan menerimanya"

"Tidak, bukan seperti itu"

Oh begitu. Kalau begitu, seharusnya ia tidak masalah jika aku merilekskan postur tubuhku.

Aku bersandar pada sofa dan mulai berbicara.

"Biasanya Anda selalu peduli pada tindakan kurang ajar saya, apa yang berbeda sekarang?"

Apa kamu bersikap begini karena masih ada sisa residu perasaan padaku? Kamu pasti sudah melupakan pertengkaran dengan Caelus di masa lalu.

Lalu bagaimana dengan ketika malam perjamuan, yang mana kamu sudah bersumpah tak akan lagi tamak menginginkan apa yang Caelus miliki?

Pergi dan perhatikan saja istrimu yang sibuk mendoakan suami orang lain. Jangan habiskan waktu mu bersama dengan istri orang.

Banyak sekali yang ingin kukatakan pada Helios, tapi aku hanya bisa menahannya.

Karena sejujurnya, aku tak punya energi untuk mengeluarkan unek-unek ku.

"Apa yang saya katakan tempo hari tak memiliki maksud lain, Anda bisa menerimanya apa adanya"

"Jika kamu bilang begitu, menurutku kondisimu hari itu juga cukup tidak biasa"

Kurasa Helios sudah bertekad tak mempercayai apa yang kukatakan.

"Menurut Anda, saat itu saya seperti apa?"

"....Aku tak pernah melihatmu gemetaran hingga seperti itu"

Ia menjawab setelah sedikit jeda keraguan.

Bagaimana aku harus menjawabnya? Karena apa yang kurasakan saat itu tak bisa kujelaskan padanya.

Aku ini datang dari dimensi diluar novel, jadi aku tak bisa bercerita tentang kecemasanku karena tak tahu harus berpijak pada realitas mana.

Dia tak akan percaya padaku. Aku harus memberinya jawaban yang meyakinkan dan masuk akal.

Apa yang harus kulakukan?

"......Ketika seseorang yang kompeten kehilangan kemampuannya, siapapun pasti merasa putus asa seperti yang saya rasakan"

Ya..Alasan ini cukup masuk akal.

Mata keemasan itu masih memandangiku. Aku pun lanjut berbicara dan mempertahankan wajah tanpa ekspresiku.

"Ada perbedaan besar antara yang diketahui didalam kepala dan apa yang dirasakan sungguhan. Bahkan jika saya tahu lebih dulu kalau kemampuan saya akan menghilang, saya merasa takut ketika itu benar-benar menghilang"

"Ya..?"

Melihat tatapan Helios yang makin tajam, aku masih melanjutkan.

"Putri Mahkota juga pasti merasakan yang sama. Beliau pasti bingung karena kekuatan penyembuhannya yang terasa alami bisa menghilang. Jadi penilaian rasionalnya menjadi buram. Bukankah begitu?"

"Hm...."

Helios tak menunjukkan ekspresi apapun. Jadi kurasa ia masih belum sepenuhnya yakin.

Tapi apa yang bisa kulakukan? Bahkan jika ia tak percaya, aku tak berkeinginan untuk menjelaskan lebih lanjut.

Setelahnya, aku langsung diam.

Nah sekarang pergilah, kamu kan sudah mendapat jawaban.

"....Baik jika kamu bilang begitu, aku tak akan bertanya lagi"

"Terima kasih, Yang Mulia"

Tolong segera pergi.

"Tapi sebagai gantinya, tolong jawab dengan jujur kali ini"

"?"

Kenapa kamu tak juga pergi sih.

Mata itu memandangku tajam lagi.

"Aku merasa janggal. Prediksimu biasanya selalu akurat hingga saat ini, tapi ketika kamu memprediksikan kemampuanmu akan menghilang, saat itu lah ada perbedaan"

Wah..dia benar-benar orang yang gigih.

Bagaimana bisa dia mengingat dengan jelas apa yang dulu kukatakan kalau kemampuanku akan menghilang dalam dua tahun dan kini meragukan perbedaan dengan waktu ketika aku mengundurkan diri.

"Aku akan meminta kejujuranmu. Apakah ada ramalan yang kamu belum infokan kepadaku?"

Ah..ternyata kamu masih tamak.

Sejak tadi aku bertanya-tanya kenapa ia begitu mengkhawatirkanku. Dan seperti yang kuduga, ada maksud dibalik itu semua.

Aku lelah harus mengurus situasi semacam ini ketika aku tak memiliki energi.

Harus kulakukan dengan cepat agar ia segera angkat kaki dari sini.

"Maafkan saya Yang Mulia, tapi memang ada satu ramalan yang saya sendiri tak bisa sampaikan ketika itu"

"Ha!"

Helios menatapku galak seakan aku menggelikan.

"Aku sudah mengangkatmu menjadi ajudan dan mempercayai kebenaran ramalanmu"

"Anda akan mengerti penilaian saya ketika Anda medengarnya sendiri. Saya sudah tahu sejak lama kalau Anda akan menjauh dengan Putri Mahkota seperti orang asing"

"......"

"Itu semua terjadi sebelum hubungan Anda memburuk seperti ini. Bagaimana bisa saya memberitahukan orang kalau ia akan menjadi buta?" (t/n: maksudnya Hestia gabisa ngasih tau kabar berita buruk)

"Wah..."

Helaan nafas yang terasa kemarahan didalamnya keluar dari mulutnya.

Aku juga makin kehilangan kekuatanku. Sekarang ditambah dengan rasa pusing. Kurasa ini karena aku hampir tak mengonsumsi apapun.

Jika sudah selesai, tolong lah pergi ya?

"Kalau begitu, kami hanya akan menjadi seperti orang asing. Tapi Diana akan masih menjadi Putri Mahkota kan?"

Argh.. ternyata belum selesai juga.

Aku memijat keningku karena rasa pening yang mengganggu.

Rasanya aku tercekat karena kesal. Maka dari itu jawaban yang keluar dari mulutku pasti tidak melewati saraf otakku.

"Yah..sampai sebelum saya meninggal, Sang Suci masih menjadi Putri Mahkota"

"!!"

Mendadak suasana menjadi hening.

"....!!!"

Dan aku menyadari kesalahan lebih lambat dari Helios.

Sial. Habis sudah aku!

Otakku berhenti bekerja karena aku tak memiliki tenaga.

"Sebelum meninggal?"

"Itu..."

Aku benar-benar merasa lelah jika harus mencari jawaban lagi. Aku dulu juga sudah pernah memberitahu Caelus, jadi beritahu saja hal yang sama pada Helios.

".....Saya sudah memberitahu suami saya sebelumnya. Saya rasa alasan kemampuan saya hilang karena saya sudah meninggal"

"Cael...sudah tahu?"

"Ya..."

Rasanya aku menciut.

Sial..ini benar-benar sial.

Namun sayangnya, kini tatapan Helios penuh tekanan padaku.

"Jangan berbohong, kubilang kamu harus jujur padaku"

"Bohong apanya..Yang Mulia"

"Kamu bilang 'Diana masih menjadi Putri Mahkota hingga sebelum saya meninggal'. Apakah itu artinya kamu pernah meninggal sebelum nya?"

"!"

Gila.

Bagaimana bisa dia setajam ini?

"Oh ini pasti kebenarannya. Yakan? Ini yang sesungguhnya, Hestia"

Helios tertawa putus asa.

"Ini semua bukan ramalan!! Itu semua kejadian sungguhan sebelum kamu meninggal!!"

Serius, aku tak bisa berpikir apa-apa.

Seharusnya aku makan dengan benar!!

Seharusnya aku mengembalikan energiku dengan benar!!

Bagaimana bisa aku membuat kesalahan fatal seperti ini didepan pria seperti rubah yang selalu waspada.

Kenapa aku harus memiliki begitu banyak celah kebodohan?

"Yang Mulia... itu pada Caelus"

Suaraku yang keluar terdengar sangat jelek seakan merangkak di tenggorokan.

"......Akan kuberitahukan sendiri. Saya tak akan menyembunyikan apapun"

"Lalu apa? Kamu bukan orang yang bisa meramal? Kembali ke masa lalu setelah kematianmu? Begitu?"

"Semuanya!!"

Jika kukatakan yang sesungguhnya, apakah Caelus akan semarah Helios?

"Hestia"

"Maaf....maafkan saya!!!"

"Tidak, jangan meminta maaf Hestia. Aku tidak marah!"

"?"

Rasanya tubuhku membatu dan hanya bisa menatap Helios.

Helios yang juga sama bingungnya, hanya bisa mengacak rambutnya.

"Kamu bisa mengubahnya kan?"

"Ya...?"

Ia menatap balik dengan ganas.

"Kamu bisa mengubahnya!! Sejauh ini kamu bisa mengubah apa yang kamu lihat. Ya kan?"

"Oh...."

Aku tak yakin.

Kematian Caelus bisa kucegah, tapi Diana yang kehilangan kekuatannya tak bisa kucegah.

Lalu ancaman perang bisa kuubah, tapi aku tak bisa mengubah takdir kapal dagang Baron Photos yang tenggelam.

Ada hal yang bisa kuubah, dan ada yang tak bisa.

Lalu yang mana takdirku?

"Saya tidak tahu"

Aku berkata jujur.

Lalu Helios menggenggam lenganku dengan kemarahan.

"Ugh"

"Kamu harus bisa mengubahnya!!! Pikirkan caranya jika kamu tak tahu apapun! Apa yang kamu ingin aku lakukan pada Caelus? Dia bisa bertahan selama ini berkat kamu!!"

Keningku berkerut karena rasa sakit.

"Saya tak khawatir pada Cael..."

"Hei!"

Helios hampir meneriakkan sesuatu tapi tidak jadi. Akhirnya ia melepaskan cengkramannya dari lenganku.

"Alasan kematianmu.. Karena apa?"

Suaranya menjadi lebih lembut. Seakan ini sungguh-sungguh dari dalam hati nya.

"Kurasa saya sakit....saya tak yakin. Dulu saya tak mendapat perawatan apapun"

"Kenapa?"

Kenapa sih dia buru-buru menjawabku dengan pertanyaan lagi?

"Saya tak ingin bertahan hidup lagi...."

"Kenapa....?"

Sekarang kita bermain dua puluh pertanyaan.

Kurasa aku sudah pulih dari rasa panik ketika Helios terus menerus bertanya hal yang tak berguna.

Aku pun memiringkan kepala dan menatapnya lurus.

"Karena Caelus sudah tiada, karena Anda dan Diana"

"!!"

Aku hanya mengangkat bahu melihat Helios yang membatu.

"Jadi begitu saya terbangun di masa kini, yang pertama saya lakukan adalah menyelamatkan Caelus. Sisanya seperti yang bisa Anda lihat sendiri"

Aku tertawa getir.

"Sekarang Anda bisa mengumpulkan potongan puzzlenya bukan?"

"...."

Meninggalkannya yang berdiri membatu, aku menyeret kakiku menuju teras.

"Ini bukan sekadar perasaan cinta...yang saya rasakan pada Cael"

"...."

"Cael adalah hidup saya sendiri. Anda tidak bisa membandingkannya dengan permainan cinta yang dangkal"

Aku tertawa.

"Saya rasa Anda sudah mendapatkan jawaban yang Anda inginkan, Yang Mulia?"

Mata yang penuh emosi menatapku.

"Kamu bilang kamu sakit dan meninggal?"

"Yah...sejujurnya saya pikir itu yang terjadi. Saya sakit parah selama berbulan-bulan sebelum meninggal"

"Kapan?"

Aku menyadari pertanyaannya, jadi aku hanya bisa tertawa mendengus.

"Sekitar waktu dekat ini?"

"!!"

"Tapi Anda tak perlu khawatir. Tadi pagi dokter sudah memeriksa saya dan katanya saya baik-baik saja"

"Aku akan mengirim dokter istana besok"

"Kenapa Anda melakukan itu? Dokter keluarga kami juga terkenal akan kemampuannya"

"Makin banyak yang memeriksa maka hasilnya makin akurat"

Helios juga keras kepala.

Aku lelah, jadi aku tak ingin berdebat.

"Fyuh..lakukan sesuai keinginan Anda, Yang Mulia"

Aku hanya bisa bersandar pada pintu teras balkon.

Aku menatap kosong pada teras didepanku.

Kereta yang Helios naiki sudah meninggalkan mansion melewati hujan.

"Ha...."

Emosiku naik seperti rollercoaster hingga tak bisa memikirkan apapun.

"Ini semua membuatku gila"

Helios benar-benar seperti rubah.

Bagaimana bisa dia menyimpulkan aku kembali ke masa lalu hanya dari sepenggal kata-kata ku itu?

Ini semua menggelikan, jadi aku hanya bisa tertawa.

"Ha...tapi aku tak ketahuan kalau aku menjadi orang yang melintas dimensi"

Jika obrolan kami sedikit lebih lama lagi, mungkin saja hal itu juga akan ketahuan karena aku yang tak sengaja memberikan petunjuk.

Karena Helios orang yang terlampau peka.

Omong-omong, Helios sekarang mengetahui rahasiaku yang seharusnya kubawa sampai kedalam kubur. Aku benar-benar tak ingin memiliki rahasia diantara aku dengan Helios seumur hidupku.

Maka dari itu, rahasia yang sudah kubocorkan pada Helios harus kuberitahukan pada Caelus.

"Fyuh...."

Aku hanya bisa melihat kegelapan didepanku. (t/n: maksudnya masa depannya suram)

Apapun yang akan kusampaikan, aku khawatir kalau aku harus mengungkapkan sesuatu yang selama ini kusembunyikan.

Aku tak menyukainya. Ini semua membuatku gugup.

Entah alasan apa yang akan kubuat, adalah suatu hal yang pasti kalau aku sudah berbohong pada Caelus.

"Aku sudah berbohong padamu kalau aku bisa melihat masa depan, sesungguhnya aku orang yang memutar balik waktu.."

Aku bergumam pada diriku sendiri, berlatih kalimat apa yang akan kusampaikan tanpa tergagap.

Seharusnya aku mengurus diriku lebih baik agar tak membuat kesalahan seperti ini. Atau dari awal aku menolak saja kunjungan dari Hyperion.

Bahkan aku tak bisa memakan semangkuk sup dengan benar sebelum menemui Helios yang seperti rubah. Jadi organ tubuhku dan otakku tak berkoordinasi dengan baik.

Itu artinya aku mengacau.

Karena aku merasa yakin kalau tujuanku hampir tercapai, jadi pikiranku sedikit lebih santai. Walaupun pada akhirnya aku tetap tak bisa merasa tenang.

Tapi ini semua tak akan mengubah apapun.

"Tak peduli apakah aku orang yang bisa melihat masa depan atau seorang yang memutar balik waktu, hanya Diana lah yang perlu berlutut"

Ketika isi kepalaku menjadi kacau dan tak beraturan, aku harus kembali pada tujuan utamaku.

Apa yang kuinginkan sejak awal. Yaitu sang pemeran utama menyesali semuanya sedalam-dalamnya.

Itu berarti aku harus memanfaatkan semua kemampuan yang kumiliki selama hidupku dari masa lalu dan masa kini dan aku tak bermaksud untuk bersembunyi.

Tapi ada banyak sekali situasi yang diluar kendali ku dan membuatku sakit kepala. Tapi pada dasarnya, tujuan yang kuinginkan tidak menghilang.

Dan akan selalu sama.

Aku akan menghukum Diana dan membuat Caelus bahagia.

**

Keesokan harinya, dokter dari istana sungguh-sungguh datang mengunjungi mansion kami.

"Yang Mulia Putra Mahkota yang menugaskan saya untuk kesini. Sepertinya beliau benar-benar mengkhawatirkan kesehatan Duchess"

"Oh..begitu..."

Dokter milik keluarga Duke Caelus, yang tak memahami konteksnya, hanya menatapku kebingungan.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala ku. Artinya kita berdua tak bisa berbuat apa-apa, jadi hanya bisa memakluminya.

Pada akhirnya, dokter dari istana mulai memeriksaku sambil dimonitori oleh dokter pribadi kami.

"Uh.."

"Semuanya baik-baik saja kan?"

Aku bertanya terus terang mewakili dokter pribadiku, yang sepertinya terlihat agak kesal.

"Yah...."

Lihat sendiri kan? Hasilnya sama. Aku dan dokter pribadi ku hanya mengangkat bahu.

Tapi berkat hal ini, aku terpikirkan sebuah ide bagus. Ide yang terlintas begitu saja ketika aku melihat dokter-dokter berkumpul.

Ketika semakin hari orang makin meragukan kesucian kuil, beberapa pendeta yang peringkatnya lebih rendah perlahan mulai meninggalkan kuil.

Mereka yang baru mulai menjadi pendeta yaitu orang-orang yang paling bersemangat dan polos. Maka dari itu, ketika mereka mengetahui kalau kuil menginginkan dunia sekuler, mereka mulai mempertanyakan arah kuil yang mereka yakini.

Tugas utama dari kuil baru yaitu membantu mereka yang miskin dan juga praktik medis untuk mengobati yang sakit.

Apa yang aku lihat sebagai peluang adalah sektor medis.

Mumpung dokter dari istana masih disini, coba kita tanya saja.

"Kudengar ada beberapa asisten dari kuil baru ya?"

"Ya, Duchess. Beberapa dari mereka berlatih sebagai pemagang dibawah pengajaran dokter keluarga aristokrat. Dan sebagian lagi memasuki istana setelah belajar mengobati dari kuil"

"Bagaimana kemampuan mereka yang dari kuil baru?"

"Tak peduli mereka pendeta atau pemagang, begitu mereka memasuki istana, itu artinya mereka memiliki kemampuan terbaik di kekaisaran ini, Duchess"

Aku bisa melihat dokter pribadiku menahan tawa disebelahnya. Aku juga tak ingin menjawab, tapi melihat ekspresinya yang begitu serius membuatku tak bisa berkata-kata.

Selain itu, sekarang dokter istana sudah menyelesaikan tugasnya. Jadi sudah seharusnya ia kembali ke istana.

Bagiku, lebih baik aku langsung menjalankan visualisasi yang muncul dalam benakku secepat mungkin.

Hanya dengan cara seperti ini ide ku bisa berubah dari 'pemikiran sesaat' menjadi 'ide yang bisa dijalankan'.

Yang pertama harus kulakukan yaitu merekrut mereka yang memiliki kemampuan medis yang sudah meninggalkan kuil, sebelum kemampuan mereka berkarat.

Aku langsung memanggil Uros dan memintanya mengerjakan sesuatu.

"Tolong pasang selebaran di papan pengumuman yang ada di pusat kota. Aku ingin mengumpulkan orang-orang yang pernah mempelajari medis. Terutama mereka yang dari kuil baru"

"Baik Madam"

Uros memang selalu dapat diandalkan.

Setelah aku merekrut orang yang ahli dengan cara seperti ini, aku harus membangun klinik umum yang gunanya untuk memastikan kalau praktik medis benar-benar terpisah dari kuil.

Lalu, bukan ide yang buruk untuk membangun sekolah medis guna mendidik dokter profesional lebih baik.

Jika harga diri kuil sudah rusak, fungsi mereka sendiri juga makin menyurut.

Aku akan merobek selubungnya dan hanya menyisakan intinya saja.

"Kalian tak bisa melenceng lagi, sudah saatnya kembali pada Dewa"

Aku berharap kuil akan kembali pada fungsi utamanya.

--
(t/n: happy Christmas ya buat bestie yang merayakan!!! harusnya ini upload semalam tapi aku ketiduran T_T anyway, happy reading yaa dan happy holiday buat kalian yang udah dapet holiday)

Continue Reading

You'll Also Like

19.3K 998 9
Hanya sebuah kisah manis keluarga kecil Gema Suttaya menghadapi sifat kekanakan suami kecilnya yang selalu membuatnya mengelus dada setiap semestanya...
10.4K 1.4K 12
Su Rui, gadis penari dari rumah Heavenly yang menjadi primadona oleh setiap tamu nya. Banyak pria yang berlomba-lomba untuk menyenangkan hati dengan...
3.1K 353 126
[Novel Terjemahan] I've Become A True Villainess / The Case of the Legal Villain / The Tragedy of a Villainess / 합법적 악역의 사정 Authors: Flowing honey Ge...
1.2M 55.7K 67
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...