Demi Biasku yang Tersakiti |...

Por KHS407

578K 35.1K 4.4K

!!! MTL FAN TRANSLATION !!! Pernah kah kalian berharap bisa bertemu langsung dengan karakter dalam novel favo... Más

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65 - Tamat
Side Story - 1
Side Story - 2
Side Story - 3
Side Story - 4
Side Story - 5
Side Story - 6
Side Story - 7
Special Story - 1
Special Story - 2
Special Story - 3
Special Story - 4
Special Story 5 - TAMAT

47

8.9K 543 34
Por KHS407

Sebelum aku pergi menemui Helios, aku begitu sibuk membalas surat yang tak ada habisnya.

Surat pertama yang kudapatkan merupakan balasan dari Baron Photos.

[Saya merasa menyesal mendengar bahwa Marchioness marah]

Rasa merendahkan dirinya begitu terasa didalam tiap kalimat yang ditulisnya.

Lagipula permintaanku juga mudah, hanya mengoreksi rumor mengenai rencana investasiku. Tapi aku tak bisa yakin hanya dari suratnya, apakah ia benar-benar menepati janjinya.

Jadi aku juga menulis surat pada Madam Harmonia.

[Jika ada rumor mengenai investasiku, tolong katakan kalau aku belum membuat keputusan apapun].

Tak lama berselang surat balasan tiba yang berisikan kalau ia akan melakukan seperti yang kukatakan.

Selanjutnya aku mendapat surat balasan dari Countess Erinis. Surat dariku yang mengatakan kalau Diocke mengincar posisi penting menjadi istri Marquis dan mendekati Putra Mahkota.

Dan aku mendapat balasan yang setimpal dari informasi yang sengaja kusebarkan.

[Nona Diocke sangat arogan]

Aku cukup puas dengan balasannya.

Countess Erinis akan menjalankan sisanya. Aku tinggal menunggu rumor tentang Diocke tersebar dikalangan sosialita.

Jika nanti Diocke berlari kesini untuk mengunjungi ku, aku harus menggunakan strategi persuasi yang efektif.

Tidak ada yang lebih bagus untuk dimanfaatkan selain orang yang arogan dan bodoh.

**

"Salam pada matahari..."

"Sudahlah, berdiri"

Begitu aku menemui Helios dan mencoba memberikan salam, ia lebih dulu mengibaskan tangannya seolah apa yang kulakukan itu menyebalkan.

Apa kamu sudah kembali menjadi karakter pemeran utama lagi? Tak heran aku senang bertemu denganmu.

Buru-buru aku berdiri setelah sedikit menghela nafas. Namun berkat wajah tampan yang memiliki rambut hitam ini, disekitarku menjadi lebih cerah walaupun cuacanya mendung.

Helios memandang keluar jendela dan bertanya muram.

"Jika kamu datang kesini ditengah hujan lebat begini, kurasa urusannya sangat penting"

"Bukankah sebelumnya Anda bilang kalau saya tidak berhak menilai penting tidaknya penglihatan yang saya dapatkan?"

"......Kamu benar"

Helios seperti terpaksa menyetujui perkataanku.

Aku tersenyum dan mengulurkan amplop yang sudah kubawa.

"Kembali ke topik, saya membawa ini. Yang mulia, tolong dibaca hati-hati tentang masalah ini"

"......"

Matanya menatapku tajam.

Ketika Helios membaca isi dari ramalanku, hanya terdengar suara rintik hujan diluar jendela.

"Kapal dagang milik Baron Photos akan segera karam"

"Ya, Yang Mulia"

Ia mondar-mandir didepan jendela sambil memegangi suratku.

"Pasti ada banyak aristokrat yang berinvestasi pada Baron Photos"

"Ya, beberapa waktu lalu saya bertemu dengannya dan ia berkata kalau ia berencana untuk menarik investor baru"

Helios berhenti. Kini tatapan matanya seolah bisa menusukku.

"Akan ada banyak kerugian"

"Ya, anda benar"

"Tapi kenapa kamu tak menghentikannya?"

Tatapannya kini menjadi penuh curiga. Namun aku sudah memiliki jawaban.

"Sesungguhnya saya sudah berpikir untuk mewanti-wanti mereka yang berinvestasi pada Baron Photos, namun Caelus menghentikanku"

"Cael, menghentikanmu?"

Sekarang ia terlihat kaget.

Entah kenapa aku merasa tak enak, karena Helios masih mempercayai temannya yang sudah memutuskan hubungan dengannya.

"Cael bilang padaku 'tentu saja mereka harus menerima risiko dengan investasi yang dilakukannya'. Karena ia benar, kapal dagang selalu memiliki risiko untuk tenggelam."

"Tapi nilai investasinya besar, ini sama saja dengan kehilangan harta kekaisaran"

"Maka dari itu kita harus memikirkan alasan yang tepat untuk mengehentikan aristokrat untuk berinvestasi. Jika kita gegabah mengatakan soal 'ramalan', apakah akan ada yang percaya?"

"Uh...."

Keningnya kini berkerut, sepertinya Helios sakit kepala setelah mendengar ini.

Aku pun berkata datar.

"Kita tidak mungkin menghentikan kerugian, tapi kita bisa memperkecil risikonya"

Helios mengangguk, sepertinya ia yakin hingga batas tertentu.

Jika membicarakan rencana yang realistis, kita tak ada pilihan lain selain bertemu dengan investor dan membujuk mereka satu-persatu tanpa menyebutkan masalah ramalan.

Karena keluarga kekaisaran tidak dapat mengusik bisnis seorang bangsawan.

"Aku akan mencoba perlahan. Akan kumulai dari membujuk orang yang kukenal sebanyak mungkin"

"Ya, hanya itu yang bisa kita lakukan sekarang"

Dan inilah kesimpulan dari pertemuan hari ini.

Lalu tiba-tiba aku teringat pada pertanyaan yang selama ini ingin kutanyakan.

"Uh, Yang Mulia Putra Mahkota. Hal ini sedikit berbeda, tapi..."

"?"

Wajah tampannya menatapku dengan tatapan bingung.

Aku berdehem sebelum melanjutkan.

"Yah, saya menyadari sesuatu ketika bertemu dengan Yang Mulia Kaisar tempo hari kalau Anda juga menyembunyikan masalah ramalan ini dari beliau"

"Oh itu..."

Helios menghela nafas.

"Bukan alasan besar. Namun, kurasa sulit menyampaikan pada beliau karena salah satu isi ramalan mu menyangkut keselamatannya"

"Aha..."

"Agak kejam jika mengetahui lebih dulu nasib yang akan terjadi padanya. Aku tak ingin beliau kehilangan harapan"

"......"

Aku bersimpati pada niat Helios.

Sama sepertiku yang mengetahui kalau sudah takdirnya Caelus untuk menjadi pemeran pria kedua yang terdorong menjadi latar belakang.

Karena novel aslinya hanya ditujukan untuk akhir yang bahagia bagi para pemeran utama, dan tidak begitu tertarik untuk memperlihatkan akhir bahagia bagi pemeran pendukungnya.

Setelah hidup menjadi pemeran pembantu dalam novel ini, aku sudah memutuskan agar Caelus tak mengetahui kalau ia sudah ditakdirkan menjadi pihak yang ditelantarkan.

Alasannya juga sederhana. Seperti yang Helios katakan, aku tak ingin hidupnya yang sebelumnya sudah hebat menjadi hancur begitu saja ketika aku memberitahunya nasib yang menunggunya nanti.

Tapi jika dulu Caelus tahu dimasa depan dia tidak bisa mengatasi keputusasaannya dan memilih mati... Pilihan apa yang akan diambilnya?

Tiba-tiba terdengar suara.

"Hestia"

"Ya, Yang Mulia"

Buru-buru aku kembali ke masa kini dan menghilangkan pemikiranku.

"Apa kamu pernah menderita karena penglihatanmu?"

Helios bertanya lemah.

Aku sedikit tertawa. Kenapa dia peduli dengan perasaanku?

"Untungnya, saya tak mengetahui segalanya. Jadi saya tak ada bedanya dengan orang normal lainnya"

Toh aku hanya berpura-pura menjadi peramal masa depan.

Helios menghela nafas dengan berat.

Aku hanya menatapnya dalam diam.

Dia pasti mengalami hari yang berat akhir-akhir ini. Istri tercintanya menjadi aneh dan ayahnya terbaring di ranjang, selain itu teman satu-satunya memutuskan hubungan pertemanan, dan tak ada yang berjalan dengan benar sesuai keinginannya.

Tapi semua ini masih belum seberapa. Helios masih harus lebih menderita lagi jadi aku bisa merasa puas.

Dia harus membayar harga mahal karena telah mendorong Caelus hingga menuju ambang kematian. Hal itu bukanlah sesuatu yang bisa dibayar hanya dengan rasa frustasi semacam ini.

Tatapan Helios tertuju padaku lagi, dengan cepat aku mengubah ekspresiku.

"Tapi aku ingin bertanya mengenai hal lain"

"?"

"Apa yang terjadi pada pesta minum teh dengan Diana kemarin?"

"Oh...."

Tanpa sadar aku menghela nafas.

Waktu itu aku mengamuk didepan Diana dan kemudian pergi begitu saja. Lalu aku berpapasan dengan Helios.

Bagaimana bisa dia melupakan kejadian itu dan tak membahasnya lagi? Tentu saja sekarang saatnya hukuman.

Pertama aku menundukkan kepalaku lebih dulu.

"Saya meminta maaf atas penghinaan yang saya lakukan hari itu"

"Tidak, bukannya aku menyalahkanmu"

Wow, apa yang terjadi?

Aku menjadi cemas. Pasti akan terjadi sesuatu jika seseorang melakukan hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.

Yang lebih mengejutkan, tidak nampak adanya kebencian pada wajahnya.

"Bukankah hari itu kamu terluka?"

"Apa? Oh...ya"

Aku ingat aku disiram teh panas. Seperti yang diduga, pemeran utama kita memang memiliki ingatan yang bagus.

Aku tersenyum pahit.

"Apakah Putri Mahkota menginginkan permohonan maaf dari saya? Yah, saya juga berpikir untuk menemui beliau ketika rasa amarahnya sudah reda"

"Sesungguhnya, ada hal memalukan yang harus kuberitahu padamu"

Helios juga tersenyum pahit sepertiku tadi.

"Aku tak bisa berbicara dengan Diana akhir-akhir ini"

".........."

Sulit sekali rasanya menjaga wajahku agar tetap datar. Aku dalam masalah karena tulang pipi ku rasanya ingin naik terus.

Helios yang tak mengetahui perasaanku lanjut berbicara.

"Aku ingin berbicara dengannya mengenai pesta teh, tapi ia menghindari pembicaraan itu. Aku tak punya pilihan lain selain mendengar detailnya dari pelayan"

"Ah, saya menyesal mendengarnya"

"Tapi yang kamu katakan sudah kelewatan. Sama saja seperti mencela Diana dan aku sekaligus"

Suaranya terdengar objektif daripada marah.

Jadi aku pun menjawab dengan datar.

"Ya saya juga menyadarinya, jadi saya bersedia untuk meminta maaf. Walaupun Yang Mulia Diana tak akan meminta maaf karena sudah menyinggung saya dan suami saya"

"Huh...ya...kamu benar. Aku meminta maaf padamu"

Tapi aku langsung menggelengkan kepalaku.

"Saya tidak ingin Anda meminta maaf pada saya. Karena terlanjur sudah membahas ini, saya akan jujur pada Anda"

Tatapanku tajam menatap Helios.

"Sampai kapan Anda akan membereskan apa yang dilakukan oleh Yang Mulia Diana? Bahkan ketika beliau masih menjadi sang suci dari kuil, apa yang Anda dan Caelus lakukan semuanya bukankah untuk membereskan masalah beliau?"

"Hei Hestia"

Seolah aku tepat sasaran, matanya sedikit bergetar.

Aku senang melihat responnya, tapi sekarang aku sedang tidak ingin bertengkar.

"Maaf, Yang Mulia. Saya mengatakan sesuatu yang tidak pantas"

"Kukatakan sekali lagi, kamu memang tak ada takutnya"

Namun anehnya, ia tak terdengar marah seperti yang kuduga. Ia terlihat marah tapi disisi lain ia juga menerima apa yang kukatakan.

"......ya, lagipula apa yang kamu inginkan adalah permintaan maaf dari Diana"

Oh memang pemikirannya sangat tajam.

Karena memang itu tujuan utamaku, lebih tepatnya Diana meminta maaf pada Caelus.

"Yang Mulia Putra Mahkota, mungkin saya akan terdengar kasar. Beliau bisa bertahan dengan keyakinannya, namun beliau akan kehilangan pengikut"

"........"

"Jika Yang Mulia Diana tidak mengubah sikapnya, semua tergantung pada Anda. Anda harus segera meyakinkannya secepat mungkin"

Tentu saja aku mengatakan ini karena aku tahu hal itu tidak mungkin.

Helios tertawa getir lagi.

"Kamu tak pernah bertele-tele, kamu begitu terus terang hingga sangat menyebalkan bagiku yang mendengarnya"

"Maafkan saya, saya akan menganggap itu pujian"

".......Aku iri padamu Cael, sungguh"

Lampiasan tiba-tiba dari dalam kepalanya.

Aku langsung menjawab.

"Ah..apakah Yang Mulia yang terkenal karena cintanya yang membara, iri pada pasangan yang hanya terbentuk diatas kertas?"

"......."

Helios terdiam.

Kupikir ia akan mencelaku, tapi ternyata tidak. Aku lega.

Omong-omong, karena urusanku sudah selesai jadi aku harus kembali.

Jika lebih lama lagi, kesayanganku akan khawatir.

"Kalau begitu saya pamit sekarang"

"......Ya"

Aku pun meninggalkan Helios yang wajahnya terlihat muram.

**

Kereta berjalan melewati hujan deras.

Begitu aku tiba di mansion, aku langsung bertanya pada Clarice yang menyambutku.

"Apakah Caelus baik-baik saja?"

"Ya, tapi Tuan terus menerus memeriksa keluar jendela. Saya rasa Madam harus bergegas menemui Tuan"

"Haha, baiklah"

Aku pun meninggalkan Clarice yang tersenyum penuh arti dibelakangku dan langsung menemui Caelus tanpa mengganti bajuku.

Selalu ada satu orang yang berjaga didepan kamar Caelus.

Begitu ia melihatku mendekat, buru-buru ia membukakan pintu dan mempersilahkan aku masuk.

"Caelus...."

Ah..pemandangan yang indah.

Bayangan ramping dengan rambut panjang berdiri menghadap jendela yang terpercik air hujan.

Aku menjadi emosional tanpa sebab. Kurasa aku menjadi sentimental karena aku mendengar suara rintikan hujan didalam kamar yang temaram.

Sosok yang keindahannya tidak realistis kini bergerak perlahan menuju sofa.

"Kamu baru sampai?"

Aku tersenyum mendengar suaranya yang datar namun entah kenapa terdengar lebih lembut dari biasanya.

"Ya, ini tak terlalu larut kan?"

"Tentu"

Caelus mendekat, aku pun duduk di sofa berhadapan dengannya.

Seperti biasa, ia menuangkan teh kedalam cangkirku. Aku sangat senang meminum sesuatu yang hangat setelah menerjang hujan.

"Aku memberitahu satu lagi ramalan pada Putra Mahkota, ini tentang kapal dagang Baron Photos"

"Oh kamu memberitahunya? Ini lebih cepat dari yang kuduga"

"Yah... aku pun tak berniat untuk bungkam selamanya...."

"Kupikir kamu akan memberitahunya setelah kapalnya berlayar"

Caelus tergelak hingga membuatku juga tersenyum.

"Kalau begitu, tak ada gunanya aku memberikan ramalan"

Percakapan kami tertunda karena teh, namun aku tetap merasa nyaman dan tidak canggung.

Kemudian aku berbicara lagi seolah ini bukan apa-apa.

"Putra Mahkota bilang ia iri padamu"

"Heli..."

"Ya, beliau bilang akhir-akhir ini beliau tidak bisa berbicara dengan Putri Mahkota"

"......"

"Sesungguhnya aku tak menyangka, lho. Konflik internal keluarga kekaisaran kan hal yang sensitif. Dia pasti masih waspada terhadapku, tapi aku tak percaya bisa-bisanya ia bercerita begitu"

Kemudian Caelus mendengus.

"Helios pasti sudah memutuskan untuk mempercayaimu"

"Hm...."

Tapi kurasa itu hanya pengakuan yang keluar begitu saja daripada sesuatu hal yang telah ia pikirkan secara rasional.

Walaupun begitu, aku tak perlu melaporkan kondisi psikologis Helios pada Caelus.

Toh ia juga tak bisa lagi menjadi 'tong sampah' emosinya Helios, makanya Caelus memutuskan hubungan pertemanan dengannya.

Aku pun berniat mengerjainya saja.

"Cuacanya mendung dan terasa suram karena hujan terus menerus. Apa kamu ingin aku menemani dan menggenggam tanganmu lagi hingga kamu tertidur?"

"Haha.."

Caelus tertawa.

"Kamu senang ya memperlakukanku seolah aku anak kecil?"

"Ahaha, aku bercanda"

Aku juga membalas dengan senyuman. Aku bersyukur bisa bercanda dengannya begini tanpa perasaan terbebani.

Tatapannya beralih dariku menjadi keluar jendela.

"Jika cuacanya masih hujan hingga setelah kita makan malam, kamu boleh melakukannya"

"Oh begitu kah?"

Aku sengaja bertanya balik.

Namun Caelus disisi lain hanya mengangguk.

Baiklah, sepertinya aku harus menggelar ritual memanggil hujan agar hujannya awet dan tidak berhenti.

--

Sayangnya, hujan yang sudah turun seharian tiba-tiba berhenti begitu saja ketika menjelang malam.

"Yah...."

Caelus kembali menuju kamarnya dengan tatapan mengejek aku.

Aku pun memasang wajah yang polos.

Harusnya aku melakukan ritual dengan lebih baik.

Tapi aku cukup tahu malu setelahnya, jadi aku pun memutuskan untuk kembali ke kamarku.

"......"

Begitu masuk, aku melihat tumpukan pekerjaan diatas mejaku.

Ya, ini lah cara semesta memberitahuku untuk istirahat menjadi penggemar dan melakukan pekerjaanku dengan benar.

Aku berubah pikiran, kini aku duduk di kursi dan mulai mengulas laporan dari Illion satu persatu.

Kesehatan masyarakat merupakan hal paling penting yang sudah kuusahakan sekuat tenagaku. Ini semua karena kebiasaanku dulu hidup di Korea yang rapi dan terbawa walaupun aku merasuki karakter Hestia dalam novel ini.

Dengan memasok sabun, masalah kebersihan personal sudah diselesaikan untuk tahap tertentu. Namun untuk kebersihan masyarakat tetap ditentukan oleh pemilih lahan.

Jadi begitu perbaikan tanggul selesai, aku terus-terusan memerintahkan untuk melakukan pemeliharaan saluran pembuangan melalui manajemen lahan.

"Setidaknya jalanan di Illion tidak boleh mengeluarkan bebauan"

Aku membaca dokumen dengan seksama sambil sesekali menggigit ujung pena yang sudah menjadi kebiasaanku.

Masalah sanitasi di lahan Illion juga merupakan hal yang paling mendekati tujuanku. Semakin bersih kehidupan sehari-hari mereka, maka mereka akan semakin jarang menjadi sakit. Dan tak lama kemudian, kunjungan ke kuil akan makin berkurang.

Dan ini sudah ditunjukkan dengan angka. Ketika rakyat Illion sudah terbiasa menggunakan sabun, perlahan efeknya mulai terlihat walau memang tidak dengan cepat.

"Baiklah, persetujuan anggaran"

Setelah memeriksa dengan seksama apa saja yang menjadi poin penting, aku pun melelehkan lilin dan menekannya dengan lambang Marquis.

"Sebaiknya aku menghirup udara segar....."

Aku membuka pintu teras dengan lebar agar udara masuk dan aku bisa mendinginkan kepalaku yang panas.

Angin semilir berembus. Udara yang bersih setelah hujan sangat terasa menyenangkan.

Aku melirik ke ujung bangunan satu lagi.

Ternyata Caelus juga ada di sisi teras yang bersebrangan denganku. Memang, langit kala itu sudah gelap ketika hujan berhenti, jadi aku tak bisa melihat wajahnya dengan baik.

Tapi cukup jelas bagiku kalau ia pun menghadap padaku.

"......"

"......"

Kami hanya saling menatap.

Sepertinya kami sedang bermain siapa yang paling lama bertahan sebelum salah satu dari kami masuk kedalam kamar.

"Hehehe, aku tak bisa melakukannya"

Aku tidak bisa membiarkan kesayanganku yang masih kurang sehat berdiam di teras. Perlahan aku melambaikan tanganku padanya.

Selamat malam, semoga kamu mimpi indah kesayanganku.

Aku mengucapkan salam dalam hati dan meninggalkannya.

**

Cuaca buruk berlangsung berhari-hari lamanya. Sudah sepantasnya aku merindukan cuaca yang cerah.

Akhirnya seseorang mengunjungi kediaman Marquis.

"Madam, putri dari Baron Photos meminta bertemu dengan Anda"

"Ah, Diocke disini?"

Apa yang dikatakan Uros membuatku tergelak. Sudah lama aku menunggu hingga bertanya-tanya kenapa dia tak kunjung datang.

Aku berjalan dengan santai menuju ruang tamu. Jika memikirkan Diocke yang pasti sekarang gugup, sepertinya mood ku berubah menjadi lebih baik.

Begitu aku memasuki ruangan, Diocke langsung berdiri.

"Marchioness Hestia"

Dicoke yang ada dihadapanku ini menunjukkan aura yang tak berdaya, atau mungkin saja ini penampilan sandiwara kelas atas.

Aku pun sengaja pura-pura tak tahu apapun dan menyapanya dengan gembira.

"Ya ampun Diocke, kamu mengunjungiku ditengah cuaca seperti ini. Apakah ada sesuatu yang penting?"

Bukankah lebih baik aku menyapanya dengan senyuman?

Sikapku ini membuat Diocke makin gelisah.

"Sepertinya saya sudah membuat kesalahpahaman dengan Marchioness... Jadi saya kesini untuk mendengarkan segala cercaan Marchioness"

"Hm? Apa maksudmu dengan kesalahpahaman? Maksudmu aku salah?"

"Marchioness!!"

Wajah Diocke semakin memerah. Ah, candaan seperti ini hanya akan seru jika aku menggunakan seperlunya.

"Diocke"

"Ya, Marchioness"

Kurasa dia sedikit meringis karena perubahan suasana hatiku.

"Seperti yang kamu sudah ketahui, dulu aku hanya rakyat biasa dan kemudian menjadi anak angkat seorang bangsawan, dan akhirnya aku menjadi istri dari Marquis Caelus"

Aku sedikit memajukan tubuhku kearah Diocke.

"Seorang wanita yang statusnya lebih rendah darimu bisa mencapai status ini, apa kamu tak bisa merasakan sesuatu? Aku kecewa"

"......."

Diocke kini berkeringat.

Aku menyentuh jari ku yang kini tersematkan cincin lambang keluarga.

"Kamu meremehkanku, Diocke"

"Tidak Marchioness!"

"Diamlah, jangan buka mulutmu lagi"

Sebuah nasihat yang diiringi dengan senyum elegan dapat memberi efek terbaik untuk membuat seseorang merasa tidak nyaman secara emosional.

Bukankah jika ia terkejut kalau aku menentangnya, ia akan berhenti sampai disini bukan?

Tapi untungnya, Diocke memiliki tekad baja.

"Maafkan saya Marchioness! Tapi tolong dengarkan alasan saya lebih dahulu"

Whoa, aku tak menyangka ia sehebat ini. Jika Diocke sudah bersiap mendengar kalimat cercaan dariku, dia pasti tak akan takut berhadapan dengan Diana.

Aku menatapnya tajam dan mendengarkannya dalam diam.

"Perlakuan saya tempo hari pasti membuat Marchioness gelisah. Saya mohon, maafkan saya, kedepannya saya akan lebih berhati-hati lagi"

"........."

"Tapi saya bersumpah, saya tidak berniat untuk menggoda Marquis. Jika Marchioness tidak senang dengan tindakan saya waktu itu, saya berani bersumpah tak akan mengulanginya lagi."

Oho, sepertinya sumpah yang ia janjikan tak cukup kuat. Aku mendengus.

"Hm..."

Walaupun begitu, Diocke masih berusaha keras.

"Ditambah lagi rumor yang menyangkut Putra Mahkota.....Marchioness, saya sama sekali tak memiliki pikiran yang tak pantas seperti itu. Saya sangat malu mendengar rumor hingga saya harus terlihat seperti ini didepan Marchioness"

Ya ampun...

Sepertinya Diocke menganggap rumor yang tersebar itu salah ketika aku sengaja mengisyaratkan pada Countess Erinis kalau dia sengaja 'mendekati Putra Mahkota'

Namun, ambisi Diocke mungkin sudah tumbuh didalam dirinya, bisa saja hanya belum terungkap hingga sekarang.

Keluarga Baron Photos, termasuk Diocke, memang sudah ditakdirkan untuk kabur begitu mendengar kabar karamnya kapal dagang milik mereka. Jadi aku akan membiarkan mereka sedikit menikmati sesuatu sebelum hari itu tiba.

"Baiklah, Diocke"

Aku menegakkan bahuku.

"Tapi aku tak percaya pada permintaan maaf yang hanya dengan kata-kata"

"Lalu.....?"

Diocke tampak gugup ketika menatapku.

Aku tersenyum lembut padanya.

"Bagaimana kondisi bisnis ayahmu akhir-akhir ini?"

Tanpa ia mempertanyakan maksud dari pertanyaanku itu, wajah Diocke berubah menjadi merah padam.

"Ah.....ketika Marchioness marah pada ayahku......"

"Kamu yang lebih paham, kalau hal itu bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan olehmu sendiri"

"Kalau begitu, saya akan kembali menemui Marchioness dengan kedua orangtua saya!"

"Tidak, kamu tak perlu melakukan itu. Barusan kukatakan kalau aku tak menyukai permohonan maaf dari mulut saja"

Aku memberinya isyarat untuk mendekat.

"Katakan padaku, bagaimana kondisi modal yang ayahmu sudah terima?"

"Ah...itu...."

Diocke ragu apakah ia harus menjawab atau tidak.

Sepertinya pekerjaanku akan berjalan lancar jika suasananya sudah lebih baik.

"Haruskah aku lebih dulu memberitahumu apa yang kupikirkan? Kupikir modal yang masuk tak secepat apa yang diharapkan, tak seperti yang dikatakan oleh Baron Photos"

"......"

"Jadi aku sedikit merasa bersalah. Bisnis keluargamu jadi terganggu, bahkan reputasimu jadi tercoreng"

"Marchioness....."

Diocke menatapku dengan mata berkaca-kaca siap menangis. Jika ini semua hanya sandiwara, dia pasti akan langsung lolos audisi.

Tapi tak ada alasan bagiku untuk menyerah walaupun air matanya berlinangan.

"Ada cara untuk membuktikan bahwa kalian benar-benar menyesal dengan perlakuan yang kalian berikan padaku sekaligus menyelesaikan masalah kekurangan modal yang sedang kalian hadapi. Apa kamu mau mendengarnya?"

"Menyelesaikan...sekaligus?"

Untuk sesaat tatapan Diocke penuh kecurigaan, namun segera berubah.

"Bagaimana bisa saya tak mendengarkan saran Marchioness? Tolong berikan pendapat Anda.."

Dengan cepat sikapnya berubah menjadi mode bisnis. Kurasa Diocke mempelajari hal semacam ini dengan mentah-mentah, kasihan.

Memang benar, ini merupakan kesalahan yang seringkali seseorang perbuat ketika ia menginjak dewasa dan memasuki kalangan sosialita untuk pertama kalinya. Mereka berpikir kalau masalah dapat diatasi cukup dengan menyetujui apa yang hanya tampak dari luar.

Aku pun berbicara dengan nada santai.

"Buatlah Putri Mahkota berinvestasi pada kapal dagang keluargamu"

"!!"

Diocke gagal untuk mengatur ekspresi wajahnya.

Tidak ada seorang sosialita yang tak tahu apa yang terjadi antara aku dan Diana. Termasuk pertengkaran terakhir yang terjadi pada pesta minum teh pribadi Diana pun sudah tersebar luas.

Selain itu, ada hal yang lebih penting. Diana merupakan orang yang sangat pelit.

"Jika kamu berhasil membujuk Putri Mahkota, aku akan menerima permintaan maaf kalian dengan lapang dada"

"Oh......"

Diocke tidak langsung memberiku jawaban positif.

Mungkin ia menyadari betapa sulitnya misi ini. Namun posisinya sekarang mau tak mau harus menerimanya.

Jika Diocke menolak permintaanku, bisnis keluarganya akan terperosok makin dalam, dan juga reputasi Diocke akan semakin hancur.

Kemudian aku menambahkan dengan suara tegas.

"Ah, aku juga ingin kamu merahasiakan permintaanku tadi. Jika kamu menyebut namaku, itu hanya akan menghalangimu untuk membujuk Putri Mahkota"

"......."

Diocke masih menutup rapat-rapat mulutnya.

Mungkin sekarang kepalanya sibuk berhitung apa jadinya jika Diana berinvestasi. Dan disaat bersamaan, dia mungkin bertanya-tanya kenapa aku ingin membuat Diana berinvestasi.

"Uh..Marchioness. Dengan segala hormat, bolehkah saya bertanya alasannya?"

Seperti yang kuduga, akhirnya ia menanyakan hal ini.

Aku menyeringai.

"Aku sudah katakan, kalau aku sedikit menyesal melihat kondisi orang tua mu. Jika modal untuk kapal dagang tidak juga memadai karena keraguanku untuk berinvestasi, aku berpikir untuk menggantinya dengan investasi dari Putri Mahkota"

"......"

Diocke yang kini terdiam lagi, sepertinya masih memiliki banyak pertanyaan dalam kepalanya.

Dasar pembenaran yang kukatakan sudah sempurna, tapi anehnya ia masih ragu. Aku yakin dia tak bisa menemukan alasan untuk menolak.

"Yah...ini memang tugas yang sulit jadi kamu tak perlu menerimanya. Aku bisa menerima permintaan maaf kalian tapi aku tak berjanji kondisi saat ini bisa berubah"

"Tidak Marchioness... Akan saya lakukan"

Diocke mengangkat kepalanya dengan penuh percaya diri. Tampak nya ia sudah membulatkan tekad kalau tak ada yang tak bisa ia lakukan.

Aku pun sengaja tertawa untuk mencerahkan suasana.

"Haha, kamu memang bertekad kuat. Mata ku memang tak pernah salah"

"Marchioness...."

Setelah memuji Diocke sesuai keinginanku, aku masih memasang senyuman diwajahku namun ekspresiku makin serius.

"Mari kita lihat apa yang kalian bisa lakukan. Akan kulupakan perbuatan kalian padaku dan membuktikan kalau kita bisa bekerjasama dengan baik"

"..Tentu saja, saya bersyukur atas kesempatan ini"

Suara nya terdengar pecah.

Tetap saja, Baron Photos dan Diocke dapat menemui Diana dengan mudah. Karena aku sudah menggelar arena lebih dulu dengan memberikan ramalan pada Helios.

Bagian mana yang akan dipilih oleh Diana? Antara ramalan mengenai 'kapal dagang yang karam' melalui Helios, ataukah bujukan penuh semangat dari Baron Photos dan Diocke?

Terus terang, jawabannya sudah jelas.

Perlahan aku berdiri.

"Jika kita bertemu selanjutnya, tolong bawakan kabar yang sangat aku nantikan"

Ini tanda akhir dari pertemuan kami. Diocke juga mengikutiku berdiri dan memberi salam dengan hormat.

"Saya tidak akan mengecewakan Marchioness, tolong percaya pada ketulusan saya dan ayah saya"

Aku mengangguk pelan.

Kemudian aku membelakanginya dan berjalan keluar ruang tamu.


Seguir leyendo

También te gustarán

10.4K 1.4K 12
Su Rui, gadis penari dari rumah Heavenly yang menjadi primadona oleh setiap tamu nya. Banyak pria yang berlomba-lomba untuk menyenangkan hati dengan...
2.3M 170K 32
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
1.3M 10.9K 23
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
3.9M 277K 79
Mahogra series-2, Dark Romance-humor [17+] THERE ARE RUDE WORDS AND SCENES OF VIOLENCE❗ Terlahir sebagai anak perempuan satu-satunya, membuat Paula s...