Saat Meisya hendak berdiri menghampiri Alan. Tiba-tiba Ranti, teman sekelasnya yang mirip cabe-cabean lebih dulu menyapa Alan.

"Hai kak Alan," sapa Ranti. "Kak Alan mau ngapain ke sini?"

"Nganter ini," jawab Alan meletakkan tumpukan buku tulis yang ia bawa di meja paling depan.

"Eh, lo," tunjuk Alan ke Meisya. "Sini lo."

"G-gue?" bingung Meisya.

"Hm," angguk Alan membuat Meisya maju menghampiri Alan.

"Bu Risma bilang, yang namanya Meisya disuruh bagiin buku-buku ini."

"Hah? Kok gue?" Meisya terkejut, perasaan baru hari ini ia masuk ke SMA Cakrawala. Bertemu bu Risma pun baru tadi pagi. Kenapa bisa ia yang disuruh membagikan buku-buku itu.

Alan mengendikan bahu. "Mana gue tau."

Mata Meisya memincing ke Alan. "Oh iya, kok lo tau nama gue Meisya? Lo diem-diem cari tau tentang gue ya?" tanya Meisya dengan tingkat percaya diri level akut.

"Mata gue ngga rabun." Dagu Alan menunjuk nametag yang ada di baju Meisya.

Meisya nyengir. "Oh iya hehe..." jawabnya sembari mengikuti arah pandang Alan ke nametag. Meisya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Tahu kan bagaimana malunya Meisya sekarang? Untung saja Meisya itu tipe orang yang bermuka tebal. Jadi semalu-malunya tetep aja bodo amat.

Merasa diabaikan, Ranti yang sedari tadi berdiri di antara mereka pergi ke bangkunya dengan rasa kesal.

"Nama lo Alan?" tanya Meisya tersenyum manis.

Tidak menjawab. Alan justru menatap aneh ke Meisya. Kenapa gadis di depannya ini senyum-senyum sendiri seperti orang gila?

Apakah gadis di depannya ini memang gila?

"Heh!" tegur Meisya. "Gue nanya, nama lo Alan?" ulangnya karena Alan tetap saja diam.

Alan mengangguk malas. "Hm."

"Makasih ya lo udah nolongin gue kemaren." Bukannya menjawab atau setidaknya basa-basi dulu. Dengan tampang tak berdosa nya Alan justru pergi begitu saja dari kelas Meisya. Meninggalkan Meisya yang masih terbengong keheranan.

"Heh anjir! Gue ngomong sama lo!" teriak Meisya protes.

Meisya menatap Alan jengkel. "Dasar! Cakep-cakep belagu!"

"Sar, bagiin nih. Gue mana tau nama-nama orang di kelas ini. Aneh-aneh aja tuh bu Risa, bu Rasa, bu rica-rica, auh ah bu siapa. Masa murid baru udah disuruh-suruh," gerutu Meisya.

"Bu Risma, Sya," koreksi Sarah.

Sarah menghela napas beratnya. Tak urung gadis itu juga yang membagikan buku ke anak-anak kelas. Meisya yang disuruh, Sarah yang terkena imbasnya.

"Tadi lo ngomong apa sih sama kak Alan?" Tanya Sarah setelah selesai membagikan buku ke teman-temannya.

"Gue ngucapin makasih doang ke dia. Eh sombong banget tuh cowok. Tapi gue makin cinta deh," cerocos Meisya sembari tersenyum membayangkan wajah tampan Alan yang terlihat begitu menggoda iman. Canda iman.

"Jadi beneran kemaren itu, kak Alan yang nolongin lo?"

"Ya kali gue boong, Sar!" Tadi Meisya sudah menceritakan semua ke Sarah. Sayangnya Sarah kurang percaya dengan cerita Meisya.

"Ya gue heran aja, Sya. Masa si cowok cuek datar kaya kak Alan mau nolongin orang kaya lo. Setau gue nih ya, dia itu paling anti berurusan sama orang lain selain orang-orang terdekatnya. Misal sahabat atau keluarganya gitu."

ALAN [END]Where stories live. Discover now