Chapter 63

7.5K 824 46
                                    

Keesokan harinya..

Pagi ini Nafisah membuat sarapan di dapur lebih cepat dari biasanya. Kalau sebelumnya Nafisah membuat sarapan pukul 06.00 pagi, maka Nafisah memajukkan waktu masaknya pukul 05.00 pagi setelah sholat subuh.

Semua Nafisah lakukanlah karena hari ini Daniel akan berangkat ke Italia dengan jadwal pesawat pukul 11.00 siang karena jenazah Alano akan di semayamkan disana.

Pikiran Nafisah seolah-olah sudah
tersetting untuk bisa mempersiapkan semuanya. Kebutuhan Daniel dan juga soal perasaannya yang semakin hari semakin tidak karuan semenjak Ivana yang terlihat aneh.

Di satu sisi, ntah perasaan Daniel saja atau bukan. Akhir-akhir ini, ia menyadari kalau Nafisah seperti terlihat stress bahkan sering tidak fokus.

Di malam hari, sudah berapa kali Daniel mendapati istrinya itu terbangun hanya untuk melaksanakan sholat sunnah tahajjud dan setelah itu, yang di lakukan Nafisah adalah melamun duduk di kursi meja makan dengan segelas air di tangannya.

Daniel mengerutkan dahinya menatap Nafisah dari belakang, sejak tadi ia duduk di kursi meja makan hanya untuk menunggu kopi paginya. Daniel merasa heran. Kenapa Nafisah terlihat tidak fokus sekalipun sedang memasak? Akhirnya Daniel berdiri mendekati istrinya itu.

"Kenapa tiba-tiba Ivana tidak bisa di hubungi?" sela Nafisah.

"Dan kenapa juga Marcello berkata kalau aku adalah penghianat? Ngomongnya sama Zulfa lagi! Secara, Zulfa kan emang nggak tahu apa-apa?"

Nafisah memasukkan satu sandok garam ke cangkir kopi milik Daniel.

"Apakah gelagatku begitu mencurigakan di mata Marcello sampai akhirnya dia menganggapku begitu? Astaga, apa aku harus menceritakan semua kejadian belakang ini sama Mas Hanif! Tapi... Tidak! Aku sudah berada di pihak Daniel dan percaya kalau dia akan segera membereskan semuanya."

"Zulfa juga bikin kesel. Tuh anak kemana sih? Habis di kasih tahu soal Marcello malah bener-bener ngilang! Nomornya nggak aktip lagi. Kan aku sudah bil-"

Nafisah menghentikan ucapan yang terus ia lakukan dalam hatinya begitu tiba-tiba Daniel memeluknya dari belakang.

"Mas Daniel.."

"Kamu ingin membuatku jadi tekanan karena membuat kopi dengan tambahan garam?"

"Ha?"

Nafisah terkejut. Bisa-bisanya tanpa sadar ia memasukan 1 sendok garam ke cangkir kopi pagi milik Daniel. Nafisah sudah ingin membuang kopi itu ke wastafel kalau saja Daniel tidak mencegah niatnya.

"Aku tidak jadi minum kopi."

Daniel merubah posisi Nafisah dengan membalikkan tubuh istrinya Keduanya sudah saling berhadapan. Gelisah. Nafisah sangat gelisah. Ini bukan soal debaran hati yang sering ia rasakan begitu Daniel menatapnya penuh cinta. Melainkan rasa khawatirnya begitu Daniel mengetahui semuanya. Ia baru saja merasakan kembali perasaan cinta dan bahagia setelah masalalu kelam 5 tahun yang lalu. Dan Nafisah tidak ingin semua itu berakhir.

"Kenapa tidak jadi minum kopi? Aku buatkan yang baru ya, maaf.."

"Apakah tidak satupun kamu berniat menceritakan apa yang sedang kamu khawatirkan?"

Mahram Untuk NafisahWhere stories live. Discover now