Chapter 2

12.3K 966 40
                                    

Di Masa sekarang, ketika Nafisah teringat ucapan terakhir Ela. Sosok wanita yang menjadi madu almarhum suaminya bernama Danish di masalalu.

"Nafisah aku minta maaf atas segala dosa yang aku perbuat padamu. Aku sudah mendzolimi dirimu karena menikah dengan suamimu ketika kamu koma. Kamu mau kan, maafin aku?"

"Aku sudah memaafkanmu."

"Kanker rahim stadium akhir. Aku sadar, mungkin ini adalah karma buat aku."

Nafisah terdiam. Menatap layar laptop didepan matanya yang menyala sejak tadi. Ntah kenapa tiba-tiba ia teringat masalalu buruk itu.

Semuanya, sudah terjadi 5 tahun yang lalu. Waktu yang terus tertinggal tapi kenangan tak mengenakkan hati itu kembali terbayang di pikirannya. Apalagi ketika almarhum suaminya semasa hidup menikah lagi dengan Ela.

"Dia... " Nafisah menghela napasnya. Akhirnya ia bersender di kursinya setelah sejak tadi duduk tegak.

"Kamu meninggal itu adalah takdir yang sudah terjadi." ucap Nafisah lagi.

Nafisah menatap ke kaca jendela besar yang ada di sampingnya. Jalanan kota batu terlihat lenggang. Suasananya begitu sejuk meskipun matahari sudah tinggi dan cerah.

Byur!

Brak!

Nafisah terkejut. Lamunannya buyar setelah tiba-tiba seorang pria terpeleset di samping mejanya dan terduduk tepat di samping kakinya. Tak hanya itu, laptop yang sejak tadi menyala tiba-tiba mulai meredup akibat segelas jus tumpah di atas keyboardnya.

"Astaga, maafkan aku, aku-"

Pria itu terdiam. Ia menatap Nafisah sejenak. Wajah yang manis tanpa polesan make up. Cantiknya begitu natural, itu yang ia pikiran saat ini.

"Aku sengaja.. "

Nafisah mendengkus kesal. Situasi sedang tidak baik-baik saja tapi pria di hadapannya ini malah bertingkah konyol. Bahkan pria itu langsung duduk di hadapannya.

Sekarang, naskah novel yang ia ketik saat ini gagal total. Bodohnya lagi ia tidak sempat menyimpan apalagi mencadangkan file nya.

"Kamu, kemarilah!"

Pria itu adalah Daniel. Sekarang dia malah memanggil salah satu karyawan cafe yang sedang ketakutan dan merasa bersalah karena lupa meletakkan papan wet floor setelah aktivitas mengepel lantai. Dengan tergopoh-gopoh karyawan tadi mendekati pria itu. Wajahnya sudah pucat.

"Kak, maafkan saya, gara-gara saya Kakak terpeleset.."

"Oke, oke, nggak masalah. Siapa nama kamu?"

Nafisah terlihat sibuk membereskan barang bawaannya yang sebagian sudah basah menggunakan tisu. Seperti totebag, pulpen, buku catatan, dan laptopnya. Tidak perduli apa yang sedang di bicarakan laki-laki aneh di sebelahnya.

"Nama saya Tristan, Kak."

"Saya Daniel. Kalau begitu Terima kasih sudah membuat saya terpeleset dan terjatuh."

"Ha?"

"Ini.. " Tiba-tiba Daniel mengeluarkan selembar cek dari dalam tas slempang yang ia bawa. Menuliskan angka nominal di kertas tersebut.

Mahram Untuk NafisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang