Chapter 5

9.5K 791 9
                                    


Zulfa berjalan mondar mandir. Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang namun Hanif tak kunjung datang. Sedangkan semua orderan sudah di packing dan siap di bawa oleh Hanif untuk pick up. Pick up adalah layanan penjemputan paket oleh kurir ke toko seller yang biasa Hanif lakukan di rumah Zulfa.

"Assalamu'alaikum?"

"Wa'alaikumussalam. Ya Allah ini anak! Sudah berjam-jam loh dari kemarin aku tunggu, akhirnya nongol juga!"

"Maaf.. "

"Ini paket, kalau nggak kamu pick up dari kemarin, jujur aku sudah ketar ketir takut tiba-tiba orderanku di batalkan sama pembeli!"

"Tapi akhirnya aku datang kan?"

Hanif terlihat tidak mood pagi ini. Apalagi setelah melihat Daniel tiba-tiba datang ke rumahnya hanya untuk melihat sepupunya. Dengan lesu satu per satu Hanif memasukkan paket yang sudah di kemas oleh Zulfa ke dalam karung besar yang ia bawa. Seketika Zulfa menatap Hanif, ia menghela napasnya.

"Tuh muka kenapa di tekuk lipat-lipat kayak jemuran?"

"Jemurannya basah habis kena hujan. Kan tadi mendung, akhirnya basah deh."

"Perasaan sekarang panas deh, bukan mendung." Zulfa tertawa. Seketika ia sadar, dengan santai ia melipat kedua tangannya di dada.

"Sudah mendung, ada petir nya pula. Kesamber nggak, tuh?"

"Alhamdulillah nggak. Tapi aku harus hati-hati sih, biar nggak kesamber petir.."

Hanif sudah selesai memasukkan semua paket Zulfa berjumlah 20 paket berisi pakaian wanita. Ia dan Zulfa, sesaat saling menatap. Apalagi Zulfa suka menggunakan bahasa sarkas untuk menyindir nya.

"Hanif.."

"Hm?"

"Aku tahu kok, sudah 3 tahun ini banyak pria-pria yang menyukai Nafisah bahkan melamarnya. Tapi setahu aku, sebelumnya kamu cuek-cuek aja."

"Terus?"

"Yang kamu maksud petir tadi si Daniel, kan?"

Hanif terdiam. Seketika ia mendecakkan lidahnya. "Dih, jadi maksud kamu aku macam ketar ketir sama Daniel? Gitu?"

"Ya mana aku tahu! Yang tahu kan cuma dirimu sama Allah. Ku mah cuma netizen +62 aja yang nyimak.."

"Jangan suka kepo ah. Nggak baik. Kebiasaan nih, ceweksuka ama fakta-fakta yang tertunda macam gosip lah, gibah lah, kepo lah. Pantesan di neraka itu lebih banyak ceweknya.."

"Dih, apaan sih. Kan aku-"

"Dahlah, ngapain juga mikirin dia yang sombongnya minta ampun! Mending aku kerja, enak di gaji. Ngurusin dia, malah gak ada hasil.."

"Ada kali, kalau misalnya dirimu ini ada usaha buat jagain Nafisah."

"Maksudmu?" Hanif menatap Zulfa. Ia sadar maksud dan ucapannya. Namun ia berpura-pura tidak paham.

"Kerja sana kerja! Kok kita malah gibahin mereka."  sela Zulfa kesal.

"Yeeee dasar nggak kelas!"

"Jelas, Mas! Bukan gelas!"

"Lama-lama aku bisa gila disini. Sudah semua ya paketnya. Aku berangkat dulu, bye, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam.."

Zulfa menatap kepergian Hanif yang sudah menaiki motornya.
Seketika ia tercengang. Bisa-bisanya masih ada satu paket yang tidak di bawa oleh Hanif. Zulfa pun emosi di buatnya

"Hanifffffffffff!!!!!!!!"

****

Berusaha mengabaikan situasi, Sofia berjalan dengan santai meskipun ia sadar, kini menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sekitarnya. Beberapa di antaranya ada ibu-ibu yang sedang berjalan bersama namun terlihat kasak kusuk melihat Sofia.

"Itu perempuan, orang mana ya, Bu?"

"Kelihatannya sih, warga sini."

"Keturunan Bule ya?"

"Iya bener. Saya sudah sering lihat dia kalau jam-jam segini. Kalau nggak salah, dia tinggal di blok B sana."

"Kalau bule, putih banget ya jeng kulitnya. Apalah daya, kita yang mau mutihin kulit susah payah begitu kena sengatan matahari langsung gosong kayak kulit sawo."

"Lah jangan insecure dong, Bu. Kan kulit ras kita ini eksotis. Bule bule aja pada pengen berjemur di pantai mau gelapin kulit. Kayak saya. Kan saya-"

Ibu tadi menoleh ke sebelah. Ia melongo karena tetangganya malah pergi ntah kemana. Sementara Sofia, Buru-buru ia berjalan cepat agar bisa sampai rumah setelah berbelanja kebutuhan di minimarket.

Sofia sadar, hampir tiap hari ia jadi buah bibir oleh tetangganya dan ia terkejut dengan adanya hal itu. Berbeda dari sebelumnya yang malah situasi lingkungan tempat tinggalnya orang-orang pada cuek.

"Kenapa disini kalau musim panas, mataharinya menyengat sekali?"

Bruk!

Satu per satu isi belanja yang di bawa Sofia dalam kantongan plastik tiba-tiba jebol. Semua isinya berjatuhan ke tanah. Dengan panik Sofia mengambilnya. Bahkan beberapa yang sudah ia pegang kembali jatuh karena jumlahnya yang banyak.

"Biar saya bantu?"

Sofia menoleh ke samping. Seorang pria berpakaian baju koko tiba-tiba datang menghampirinya. Tak hanya itu, dengan sopan nya ia masih menjaga jarak padanya lalu memasukan semua belanjaanya kedalam tas canvas yang kebetulan di bawanya.

"Ini.."

"Terima kasih. Maaf sudah merepotkan."

"Sama-sama. Permisi.."

Sofia terdiam. Menatap kepergian Pria muda tadi yang umurnya sekitaran dengan Daniel. Tapi tanpa Sofia sadari, dari kejauhan Daniel melihat semuanya. Justru ia merasa tidak enak hati melihat pria muda itu.

"Kenapa aku merasa, pria muda itu terlihat mencurigakan?" sela Daniel dengan tatapan seriusnya.

****

Alhamdulillah aku sudah up ya 😊

Daniel itu waswas sama orang baru. Tapi dia sendiri gak was was ama Nafisah 😌 wkw

Makasih sudah baca. Sehat selalu ya. Jgn lupa komentar dan vote nya 🥰

WithLove❤ Lia

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Mahram Untuk NafisahWhere stories live. Discover now