Chapter 42

7.4K 821 27
                                    

Flashback, 7 tahun yang lalu...

Dengan tatapan yang serius, Adelard menatap Marcello yang ada di hadapannya. Pria itu berdiri setelah menyerahkan semua bukti lengkap pada Adelard. Berupa dokumen, ponsel yang berisi perekam suara dan chat pesan singkat yang berhubungan dengan kebusukan yang dilakukan oleh Claire.

"Semua ini adalah bukti yang nyata Adelard. Aku sudah menangkap pelaku tabrak lari yang menyebabkan ibumu tewas di tempat setelah sebelumnya dia bertengkar dengan Ayahmu. Dia sudah mengaku kalau Claire memerintahkannya dengan bayaran yang tinggi. Orang ini sepertinya terdesak membutuhkan uang sehingga dia melakukan apa yang di perintahkan Claire."

"Dia juga yang memberikan obat tidur di minuman Ibumu dan sahabat Ayahmu ketika mereka pergi ke kafe. Pertemuan mereka sebenarnya sudah di rencanakan oleh suruhan Claire. Seolah-olah skenario nya mereka ini terlibat hubungan bisnis. Walaupun Ibumu dan sahabat Ayahmu tidak menyadarinya sama sekali dan berakhir dengan fitnah skandal itu."

"Aku ingat waktu itu." jawab Adelard dengan tatapan datar. "Ibu bilang kalau dia akan bertemu dengan klien penting. Situasinya setelah aku tiba di Indonesia bersama Ayah. Ayah sampai berpikir kalau Ibu mengambil kesempatan untuk mengkhianatinya ketika kami berada di Indonesia."

"Kalau kau ingin pernikahan Ayahmu tidak berjalan lama, kau bisa menggunakannya untuk menyingkirkan Ibu-"

"Jangan menyebutnya Ibu tiri di depanku!"

Marcello mengerutkan dahinya. Ia pun akhirnya berdeham, sadar kalau kata Ibu Tiri sepertinya tidak pantas melekat pada Claire. Wanita jahat itu lebih cocok dengan sebutan wanita licik.

"Aku minta maaf." imbuh Marcello akhirnya. "Sekarang tunggu apa lagi? Aku yakin kau tidak suka mengulur waktu."

"Walaupun aku sudah mendapatkan buktinya. Tapi bukan berarti sekarang harus melakukannya."

Marcello bisa melihat dari raut wajah Adelard yang sekarang sulit ditebak. Marcello yakin, saat ini Adelard tengah menjalankan rencana kedua. Ntah itu apa. Walaupun hanya sebatas perkiraannya, tapi Marcello yakin Adelard tidak ingin buru-buru menyiksa tangkapannya kali ini.

"Jadi apa rencanamu?" tanya Marcello akhirnya. Berusaha bertanya dengan kata-kata yang tepat agar Adelard tidak emosi.

"Aku tahu wanita itu suka berbisnis."

"Dan kau berniat menghancurkan perusahaannya?"

"Perusahaannya? Ck.." Adelard tersenyum sinis. "Lebih tepatnya perusahaan itu milik saudara kembarnya."

"Adelard, jangan bilang mendiang ibumu.." Marcello sampai tidak bisa melanjutkan ucapannya. Akhirnya ia tahu kenapa Adelard tidak ingin buru-buru menyiksa tangkapannya. Rupanya pria itu ingin menyiksanya secara perlahan.

"Setelah Orla meninggal, beberapa bulan kemudian Claire menjadi pemilik resmi perusahaan itu. Perusahaan brand kosmetik ternama milik Orla."

"Kau sudah memastikannya?"

Adelard menatap ke lain. Anggap saja ia tidak ingin memperlihatkan ekspresi tatapan sedihnya secara langsung pada Marcello.

Mahram Untuk NafisahWhere stories live. Discover now