Chapter 61

8.6K 817 25
                                    

Nafisah : "Mas, aku izin singgah makan sama Zulfa ya. Laper banget. Tiba-tiba pengen kwetiau goreng."

Nafisah langsung memasukan ponselnya tanpa harus menunggu balasan dari Daniel. Ia tahu bahwa saat ini suaminya itu pasti sedang sibuk mengurus keberangkatan jenazah Alano.

"Kamu pesen apa?"

Zulfa terlihat membolak-balikkan buku menu restoran tanpa harus melihat ke arah Nafisah yang kini duduk di hadapannya.

"Aku mau kwetiau goreng."

"Ha?" Zulfa langsung menatap Nafisah. "Bukannya kamu nggak terlalu suka menu yang di goreng dan pakai minyak, ya?"

"Nggak terlalu bukan berarti nggak sama sekali kan?" Akhirnya Nafisah meraih buku menu satunya lagi dan mulai menatap deretan minuman dan jus. "Tiba-tiba lagi pengen makan kwetiau sih."

"Kayaknya dah jadi tuh."

"Maksudnya?"

Zulfa memajukan tubuhnya dan menatap serius ke arah perut Nafisah. "Calon ponakan aku. Yakin banget deh, yang lagi pengen kwetiauw goreng itu dia yang masih hitungan minggu."

Sesaat, Nafisah mengerjapkan kedua matanya menatap Zulfa. Bestienya itu kembali memposisikan dirinya sembari menyenderkan punggungnya ke kursi belakang. Sementara lantunan musik klasik di restoran itu terus terdengar.

"Pertama kali Daniel nyentuh kamu sewaktu kamu pergi ke rumah editor kamu. Siapa ya namanya? Aku lupa."

"Sofia.."

"Nah iya, Sofia. Kejadian itu tepat sebulan yang lalu, Naf. Setelah kejadian itu, kamu ikut aku ke luar kota cuma mau temenin aku ke pernikahan sepupuku, kan? Bahkan sewaktu di perjalanan kamu sempat-sempatnya buang ponsel kamu ke jurang. Ingat?"

"Aku ingat itu. Kamu benar. Sudah sebulan. Dan kalau boleh jujur, awal bulan ini seharusnya aku haid."

"Lah ini sudah mau akhir bulan. Dahlah, setelah dari sini kita singgah ke apotek beli testpack. Setuju?"

Akhirnya Nafisah mengangguk setuju. Bahkan saat ini hatinya sudah deg-degan. Apalagi ini adalah pertama kalinya ia telat haid setelah kembali bersuami meskipun dari suami pertama yang dulu ia tidak di karuni anak.

Pelayan restoran pun datang menghampiri mereka dengan ramah, mencatat menu pesanan masing-masing sampai akhirnya dia pergi menjalankan tugasnya sebagai pelayanan restoran. Sepeninggalan pelayan itu, tiba-tiba Nafisah teringat sesuatu.

"Zul.."

"Ya?"

"Kamu di apain sama Marcello?"

Zulfa langsung terdiam. Apalagi secara tidak langsung ia dan Marcello memang ada apa-apa, apalagi Zulfa sendiri sempat mendengar secara blak-blakan dari Marcello kalau Nafisah itu pengkhianat.

"Zulfa..."

"Aku.."

Kaku, bibir Zulfa rasanya kaku hanya untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Kita bestie, kan?" Nafisah menggengam pelan punggung tangan Zulfa di atas meja. Seolah-olah Zulfa harus yakin untuk bisa mengucapkan semuanya.

Mahram Untuk NafisahWhere stories live. Discover now