Chapter 47

3K 527 29
                                    

Daniel langsung mencium pelan kening Nafisah begitu istrinya itu tertidur pulas. Wajahnya masih pucat meskipun kedua matanya masih sembap oleh air mata.

Perih. Itu yang masih Daniel rasakan. Seperti yang ia bilang waktu itu, ia dan Nafisah bagaikan ponsel dan internet. Saling terhubung dan membutuhkan. Terkoneksi satu sama lain. Jika salah satunya tidak berfungsi, maka semuanya akan sia-sia. Ketika Nafisah sedih, maka ia akan merasakan hal yang sama.

"Apapun yang terjadi. Ku harap itu bukan kamu Nafisah." Daniel tersenyum getir. Kata-katanya barusan sudah jelas mengandung arti yang sebenarnya ia ketahuu. Jika Nafisah mendengarnya, wanita itu pasti akan bingung dan penasaran. Bahkan terus bertanya-tanya.

Tepat saat itu notip pesan singkat masuk . Ternyata dari Marcello. Daniel langsung menjauhi Nafisah hingga membuat kerutan di dahinya menukik tajam setelah membacanya. Hanya butuh waktu 5 menit, pelan-pelan Daniel meninggalkan Nafisah tanpa suara apapun agar wanita itu tidak terbangun.

"Bagaimana?" tanya Daniel begitu mereka berada di ruang kerja Daniel.
Ruangan dengan sistem keamanan tingkat tinggi yang ketat dan hanya membutuhkan akses dari Daniel saja yang bisa memasuki ruangan tersebut. Marcello menatap Daniel sembari menyerahkan bukti dokumen.

"Sebelum membahasnya lebih lanjut kau yakin istrimu orang yang baik seperti yang kau kira?"

"Apa maksudmu?" Jujur saja, Daniel jadi tersinggung. Tidak menyukai pertanyaan Marcello barusan. Secara tidak langsung pria itu merendahkan istrinya.

Marcello tetap tidak menghiraukan reaksi wajah Daniel yang tidak suka itu. Ia tetap melanjutkan apa yang dianggapnya lebih penting sembari menujuk ke arah pintu.

"Izinkan mereka masuk." sela Marcello lagi.

"Siapa?"

"Kau akan tahu."

Maka pria stelan hitam yang berdiri di dekat pintu itu menurut setelah Daniel memerintahkannya untuk membuka pintu. Masuklah dua orang pria ke dalam ruangan itu hingga Daniel mengernyit bingung. Pria itu adalah pria tua yang di ketahui hanyalah seorang pelayan di mansion Alano. Di sebelahnya ada asisten Marcello.

"Dia saksi mata." imbuh Marcello

"Pelayan mansion ini? Saksi mata apa?" ntah kenapa perasaan Daniel jadi tidak enak.

"Saksi yang melihat Ivana mati."

"Ivana mati?! Tunggu? Dia-" tenggorokan Daniel tercekat. Daniel mencoba menahan amarahnya begitu pelayan  pria paruh baya itu akhirnya menceritakan semuanya. Tepatnya kejadian tadi malam.

Brak!

Daniel menggebrak mejanya. Akhirnya ia tidak bisa menahan emosinya lagi. Bisa-bisanya Ivana itu pengkhianatan. Seisi ruangan terasa mencekam. Apalagi pelayan itu juga terlihat ketakutan. Setelah semuanya selesai, Marcello menyuruh mereka keluar.

"Maaf kalau ucapanku menyinggungmu Adelard. Sejak awal aku sudah curiga dengan Ivana. Dia terlihat bukan wanita biasa. Termasuk istrimu."

"Marcello.." Daniel menggeram rendah. "Jangan memancingku lebih dalam kalau kau masih ingin bernapas."

"Adelard-"

Mahram Untuk NafisahWhere stories live. Discover now