Chapter 15

7.7K 696 94
                                    

Dengan cepat Hanif mengendarai motornya setelah mengetahui ada notip panggilan tak terjawab dari Nafisah. Hanif menyesal, kenapa ia tidak langsung mencharger ponselnya di kantor begitu lowbat. Kalau saja ia tidak ingat kejadian tadi pagi yang katanya si setan Daniel itu akan datang bertamu ke rumahnya, maka ia tidak sepanik ini begitu tidak merespon panggilan telepon dari Nafisah.

"Moga Nafisah nggak kenapa-kenapa."

Saat ini jam sudah menujukkan pukul 20.00 malam. Hanif mengendarai motornya dengan kecepatan sedikit laju.

Ciittttt!!!

Tiba-tiba Hanif mengerem motornya secara dadakan. Ia membuka kaca helm nya. Terkejut karena ada seseorang yang menyebrang secara tiba-tiba.

"Ya Allah, Nafisah?"

Untung saja di belakangnya tidak ada pengendara lain. Buru-buru Hanif menepikan motornya bersamaan dengan Nafisah yang ikut menepi. Napas Nafisah tersenggal. Ekspresi wajahnya jauh dari kata baik-baik saja.

"Hampir aja aku tabrak kamu. Lagian kenapa sih, nyebrang jalan pakai nggak lihat kanan kiri? Kamu nggak apa-apa kan?"

"Iya.. Aku.. " Nafisah terduduk lemas. "Aku baik. Maaf ya.."

"Lah, ini bawa koper. Mau nginap berhari-hari di rumah Zulfa? Yakin dia nggak keberatan?"

"Aku nggak jadi nginap di rumah dia."

"Kenapa?"

"Barusan dia telepon aku. Tiba-tiba ada keluarganya yang meninggal dan harus pergi keluar kota malam ini juga. Jadinya aku nggak jadi kesana."

"Terus, ini bawa koper mau kemana?"

"Aku mau pulang."

"Pulang? Kan rumah kamu disini.."

"Iya, selama 5 tahun. Tapi sekarang aku harus pindah. Hati ku butuh penyembuhan karena terluka lagi. Aku nggak bisa terus terusan berada di sini kalau lagi-lagi terluka."

Hanif menatap Nafisah dengan curiga. "Apakah penyebabnya dia?"

Nafisah tak menjawab. Ia berusaha menahan air matanya agar tidak keluar saat ini juga.

"Mas aku mau pamit pergi dulu. Jadwal pesawatku besok pagi jam 6. Sekarang aku mau ke penginapan. Bermalam disana untuk malam ini."

"Tapi-"

"Assalamu'alaikum."

Bertepatan saat itu taksi online menepi di sebelah Nafisah. Nafisah memasuki mobil tersebut dengan raut wajah terluka. Setelah kepergian Nafisah, Hanif mengepalkan kedua tangannya. Ia harus cepat-cepat pulang menemui orang tuanya.

****

Dengan kesal Sofia mematikan ponselnya. Selain pekerjaannya yang menumpuk, Daniel juga tak bisa di hubungi. Akhirnya Sofia memilih pulang dan melanjutkan revisi naskah penulisnya di rumah.

Sesampainya di lokasi perumahan, Ia melihat banyaknya anak-anak berpakaian muslim bermain dan bercengkrama didepan teras mesjid. Seketika ia teringat Farras, Sofia langsung mengeluarkan tas canvas yang waktu itu pernah di pinjamkan padanya.

Mahram Untuk NafisahHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin