Chapter 23

3.4K 519 44
                                    

Nafisah tidak menyangka semua berlalu begitu cepat. Berandai-andai memang tidak boleh. Apalagi kalau sudah jalan takdirnya. Tapi, seandainya ia tidak kerumah Sofia hari ini? Apakah semua itu tidak terjadi?

Hari ini adalah hari terburuk dalam hidupnya setelah melewati waktu bertahun-tahun yang lalu. Dulu, waktu usia 17 tahun, Nafisah di jebak oleh temannya sendiri lalu di jual kepada pria hidung belang. Kehormatan pun hilang.

Dan sekarang, pria yang baru saja bertemu dengannya dengan insiden jus tumpah di laptopnya 2 bulan yang lalu, kini telah berani menyentuhnya secara keseluruhan.

"Ini chargernya.." lirih Nafisah lemah.

Sofia terlihat heran melihat Nafisah. "Maaf Nafisah aku ketiduran. Sepertinya obat yang aku minum tadi membuatku mengantuk. Kamu kenapa? Apakah semuanya baik?"

Nafisah tak menjawab. Sebaiknya ia harus segera pulang sebelum Daniel bangun dari tidurnya. Sebentar lagi Sore hari akan tiba.

"Aku melihat kunci mobil Daniel di atas meja ruang tamu. Apakah dia di sini?"

Nafisah memilih diam. Tidak juga mengiyakan. Apa yang terjadi 30 menit yang lalu adalah hal yang paling hina, hal yang terulang lagi dalam hidupnya. Untuk menjawab ucapan Sofia saat ini rasanya tidak mampu. Ia masih syok dengan apa yang sudah terjadi. Sofia sadar, sesuatu terjadi pada Nafisah.

"Oke, tidak masalah. Terima kasih sudah mengambilkan charger laptopku. Sekarang aku akan mencharger laptopnya. Sebaiknya kamu pulang dan istirahat Nafisah, wajahmu terlihat pucat dan lelah. Kita tunda dulu sementara membahas revisian naskah kamu.. "

Nafisah mengangguk. "Permisi.."

Setelah Nafisah pergi. Sofia tersenyum sinis. Namun sebenarnya ia juga tak perduli. Sofia menggelengkan kepalanya. Singkatnya, Daniel telah memberi tahu semuanya pada Sofia walaupun tidak semua. Termasuk kenapa pria itu kini telah berpindah keyakinan. Sofia sudah tahu itu.

"Ck, sepertinya dia juga habis di charger sama si brengsek Adelard."

****

Tidak perduli ketika saat ini jika ada orang-orang yang menganggapnya sedang tidak baik-baik saja. Ya, Nafisah memang tidak sedang baik. Moodnya hancur. Perasaannya terluka. Hatinya tersayat. Semua terlalu cepat. Semua terlalu mendadak. Bahkan tanpa di inginkan.

"Ya Allah, hamba hina. Hamba adalah wanita yang penuh dosa.."

Air mata tak mampu di bendung. Nafisah membiarkan air matanya lolos begitu saja. Telapak tangannya dingin dan sedikit bergetar. Bergetar karena masih ketakutan.

"Ya Allah, maafkan hamba. Maafkan hamba yang tidak menjaga harga diri. Ya Allah, mata ini sudah berdosa. Mata ini sudah melihat yang seharusnya tidak di lihat dalam paksaannya, rayuannya.."

"Ya Allah, apa yang sudah terjadi hari ini, apakah hamba masih bisa berdiri dengan tegar seolah-olah tidak terjadi apapun?"

Sekalipun Daniel tidak berlaku kasar padanya. Layaknya seorang pangeran yang menyayangi permaisurinya, namun tetap saja semua itu bukanlah kemauan dan keinginannya.

Cuaca mendung. Perlahan rintik hujan mulai turun. Nafisah membiarkan dirinya terguyur hujan. Menghapus semua jejak Daniel pada seluruh tubuhnya. Dengan perlahan Nafisah meluruh, menangis. Menumpahkan rasa sakit hatinya. Melampiaskan pada berisiknya hujan dengan menangis kencang..

Mahram Untuk NafisahWhere stories live. Discover now