Chapter 30

9.3K 777 79
                                    

"Ada seorang gadis yang mendatangi Rasulullah SAW dan melaporkan bahwa ayahnya menikahkannya, sementara dia tidak suka. Kemudian, Rasulullah SAW memberikan hak pilih kepada wanita tersebut (untuk melanjutkan pernikahan atau pisah).” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Ibn Majah)

****

"Ya Allah, aku berdosa. Aku menyakiti istriku. Aku menyakiti perasaannya. Aku sudah memaksanya dalam hal ini, tapi rasa cinta ini begitu besar untuk bisa aku hilangkan."

"Ya Allah, lemahkan hatinya, lembutkan hatinya untuk bisa menerimaku sebagai suaminya. Izinkan kami bersama.."

"Ya Allah, sempurnakanlah ibadah kami dalam menjalani bahtera rumah tangga untuk menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, dan warohmah."

Perlahan, Nafisah membuka kedua matanya. Kepalanya begitu pusing. Apalagi nyeri di tangannya begitu pedih. Nafisah ingin memegang dahinya, tapi ia menghentikan niatnya karena hanya untuk menggerakan tangan kanannya saja, rasanya begitu sakit. Ia sadar, sekarang berada di rumah sakit.

Nafisah menoleh ke samping, Daniel duduk sambil memanjatkan kedua tangannya. Pria itu duduk beralaskan sajadah sambil berdoa setelah baru saja menyelesaikan sholat magrib. Semua ucapannya terdengar lirih. Nafisah mengalihkan tatapannya ke atas plafon. Tidak perduli dengan Daniel. Bahkan membencinya.

Nafisah menatap cahaya lampu yang sedikit menyilaukan matanya.
Nafisah memejamkan matanya sejenak. Hati yang sakit, tangan yang terluka. Kenapa ia masih hidup? Bukankah saat ini seharusnya ia berada di alam lain? Suara langkah kaki mendekat. Daniel duduk tepat di sampingnya.

"Aku tahu kamu sudah bangun.."

Akhirnya Nafisah membuka kedua matanya. Ia menatap Daniel dengan pandangan benci.

"Aku ingin istirahat. Tolong jangan ganggu aku."

Nafisah langsung memposisikan dirinya baring ke samping, memunggungi Daniel. Tapi karena gerakannya begitu cepat, alhasil Nafisah meringis kesakitan. Ya ampun, benar-benar menderita rasanya. Pergelangan tangan kanan di perban, sedangkan tangan kiri di pasang jarum infus.

Daniel menghela napas kasar. "Kamu begitu keras kepala. Bersyukurlah masih di beri nyawa.." Lalu ia tersenyum kecil, membantu Nafisah duduk bersandar dengan nyaman.

"Apa yang kamu lakukan!" Nafisah menepis tangan Daniel, lalu lagi-lagi ia kesakitan karena tangannya.

"Membuatmu duduk dengan nyaman. Jadi istri harus menurut. Kondisimu belum pulih dan berhenti menyuruhku pergi. Aku bosan kalau kamu mengusirku terus menerus.. "

Daniel meraih pelan tangan kanan Nafisah. Mengelus pelan punggung tangannya. Lalu menciumnya. Nafisah marah.

"Aku benar-benar membencimu.."

"Sekarang.. Tapi sebentar lagi kamu akan menyukaiku."

Nafisah ingin menarik tangannya. Namun Daniel bersikeras menahannya. Akhirnya Nafisah mengalah. Percuma berdebat dengan pria pemaksa ini.

"Aku punya saran."

"Aku tidak mau dengar."

"Bagaimana kalau kamu simpan saja tenaga mu itu untuk mengomel padaku sampai kamu benar-benar sembuh?" ucap Daniel tak perduli. Ia menyingkirkan helaian rambut Nafisah yang menempel pada pipinya. Nafisah merasa risih. Ia begitu benci dengan pria ini.

Mahram Untuk NafisahWhere stories live. Discover now