39c. Permohonan Bantuan (3)

229 71 8
                                    

Di seberang, pertempuran terus berlangsung. Siun sudah berhasil diringkus dan disuruh berlutut di pasir pantai dengan tangan terikat di belakang tubuh. Tak jauh dari situ, pertempuran hidup dan mati terjadi antara dua belas prajurit Punan melawan Silas dan kelima anak buahnya.

"Serahkan gadis itu!" seru salah seorang yang masih muda dan terlihat berwibawa. Kulitnya kuning langsat dan terbakar matahari di bahu, lengan, dan kaki, serta mengenakan baju zirah dari kulit binatang yang berhias manik-manik dan taring buaya. Wajahnya bergaris tegas. Walau tidak mancung, hidungnya runcing sehingga sangat pas dengan mata yang agak sipit. Alis tebal dan hitam menaungi sepasang mata itu, semakin menegaskan karismanya.

"Tidak akan! Dia calon istriku!" pekik Silas sambil mengayunkan mandau ke arah orang itu.

"Dia istriku!" pekik musuhnya yang ternyata suami sah Riun. Itu berarti orang ini adalah kepala suku Punan yang kehilangan istri di tengah pesta pernikahannya sendiri. Ia menangkis serangan Silas dengan mandau-nya. Denting besi beradu itu penuh tenaga dalam. Bunyinya memekakkan telinga orang awam. Mereka sama-sama sakti.

"Dia akan mati bila tetap di alammu. Kamu mau istri bangkai?" bentak Silas.

Penjelasan Silas tidak bisa diterima akal suami Riun. Yang ia tahu, istrinya sehat dan bugar saat terakhir kali bertemu dengannya. Setelah hilang sekian lama, tahu-tahu sang istri ditemukan bersama Silas dalam kondisi meregang nyawa. Ia sangat yakin Silas terlibat dalam tragedi ini. Mana mungkin ia memercayai perkataannya?

"Jangan mencari-cari alasan! Dia harus kembali ke kampungku apa pun yang terjadi!"

Silas sangat paham. Harga diri adalah hal paling utama bagi para prajurit perkasa ini. Tidak ada gunanya bernegosiasi. Ia pun mengerahkan seluruh tenaga yang tersisa.

Silas mundur beberapa langkah, lalu memasang kuda-kuda. Mandau-nya diputar di depan dada disertai gumaman magis yang membuat bulu kuduk meremang.

Tahu lawannya mengerahkan ilmu simpanan, Kepala Suku Punan bersiap menghadangnya dengan ilmu pamungkas. Ia hanya memejamkan mata, dan angin mulai menderu ke arah mereka.

Efek pengerahan tenaga dalam kedua orang itu segera terasa. Awan pekat bergerak menutupi langit sehingga tempat itu berubah gelap. Anak buah kedua belah pihak berhenti bertempur dan berdiri di belakang pemimpin masing-masing.

Tangan Kepala Suku Punan bergetar saat gemuruh di langit terdengar semakin keras. Silas tidak mau menunggu lebih lama. Dengan gerakan cepat, ia melancarkan serangan tenaga dalam. Kepala Suku menghadang dan balik menyerang. Dentuman keras terdengar saat kedua energi berbenturan.

Kepala Suku Punan terdorong beberapa meter ke belakang dan terjungkal. Silas pun tak kalah parah. Ia masih sanggup berdiri, namun muntah darah.

"Seraaang!" seru Kepala Suku Punan. Anak buahnya yang dipukul talawang oleh Urai dan ditaklukkan Riwut telah siuman dan bergabung dengan mereka. Kini, mereka berdua belas, bersiap menghadang serangan enam orang dari desa gaib. Pertempuran pun pecah lagi. Walau musuh mereka dua kali lipat jumlahnya, orang-orang dari desa gaib itu ternyata sangat tangguh. Perlawanan mereka tidak bisa dianggap enteng.

Di tengah pekikan pertempuran dan denting senjata, Jala siuman dari pingsan akibat pukulan anak buah Silas. Ia tadi berusaha merebut Riun sebelum orang-orang Punan sampai. Tentu saja, dengan mudah ia menjadi sasaran empuk tinju dan tendangan mereka.

Melihat orang-orang sedang saling serang, Jala mengendap ke tempat Riun dibaringkan tanpa penjagaan. Gadis itu masih pingsan dan napasnya tinggal satu-satu. Ia segera mengangkat kekasihnya dan membawanya lari ke jukung.

Salah seorang prajurit Punan melihat perbuatan Jala. "Dia membawa Riun!" pekiknya.

Kedua belah kubu berhenti menyerang dan berpaling ke arah Jala.

"Kejaaaaar!" pekik Kepala Suku Punan. Anak buahnya bergerak mengejar Jala, namun Silas pun tak kalah gesit. Ia kembali menyerang sang Kepala Suku.

"Kejar mereka!" perintah Silas kepada salah seorang anak buahnya. Orang itu berlari mengejar Jala, namun segera diburu dua prajurit Punan.

Dua prajurit Punan mengejar Jala. Salah satu dari mereka melempar batu dan telak mengenai kepalanya. Pemuda itu roboh bersama Riun. Kedua prajurit Punan itu mengangkat Riun dan berniat membawanya ke sampan, namun anak buah Silas keburu menyerang mereka. Mau tak mau, Riun digeletakkan di pasir agar mereka bisa bertahan dari serangan anak buah Silas.

Pertempuran kembali pecah di pantai kecil itu, lebih sengit dibandingkan saat pertama. Namun tetap saja, tak ada tanda-tanda siapa yang bakal tampil sebagai pemenang.

Riwut telah kembali dari mendorong sampan Urai menjauhi tempat itu. Ia melihat Siun duduk terikat tanpa penjagaan karena semua orang sibuk bertempur. Ia juga berhasil menemukan sebuah mandau yang tercecer. Dengan senjata itu, ia berlari ke tempat Siun. Ternyata gerakannya terlihat oleh seorang Punan yang langsung menghadangnya.

"Kamu tidak akan lolos kali ini!" dengkus orang itu. Tombaknya terayun, tepat menyasar dada Riwut.

☆Bersambung☆

Jangan lupa memberi bintang, komen, dan share 😊😊😊

Tindakan sepele bagi Pembaca, tapi sangat bermanfaat bagi lapak ini buat menghasilkan karya-karya yang seru.

Tindakan sepele bagi Pembaca, tapi sangat bermanfaat bagi lapak ini buat menghasilkan karya-karya yang seru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ANOI 1894 - The Disastrous RitualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang