13c. Penyerangan (3)

256 67 15
                                    

Para penyerang disambut pekikan perang yang tak kalah nyaring dari penghuni betang. Mereka keluar bersamaan dari tempat perlindungan secara tiba-tiba, lalu menyergap para penyerang itu. Pertempuran sengit yang sangat riuh pun pecah di tengah kobaran api.

Deka memiringkan sedikit talawang-nya untuk melihat kondisi sekitar. Malang, ia langsung berhadapan dengan salah satu penyerang asing itu, seorang pemuda dengan sumpitan bertombak. Ujung tombak itu telah mengarah padanya dan langsung terayun menyasar dadanya.

"Aaaaa!" Deka memekik dan berusaha menghadang serbuan tombak dengan talawang. Ujung tombak menghantam talawang, menimbulkan bunyi benturan yang keras. Kesal karena tusukannya terhalang, penyerang itu mengayun senjatanya untuk kedua kali.

Traakk!

Tahu-tahu, tongkat sumpitan itu patah menjadi dua. Mandau Riwut telah menyelamatkan Deka. Pemuda itu kemudian menyerbu si penyerang yang sempat lengah karena kaget. Penyerang itu segera sadar dan mencabut mandau-nya, lalu balik menyerang Riwut. Dua mandau pun beradu. Bunyi dentingnya memekakkan telinga. Riwut lebih gesit dari musuh. Saat mandau-nya gagal menebas leher lawan, kakinya mendarat di perut orang itu hingga terjengkang ke belakang.

Kesempatan itu ia gunakan untuk menarik Deka menyingkir ke dapur di mana Urai berada.

"Kodeka!" seru Urai lega sambil menghambur mendekat. Ia ingin memeluk junjungannya, namun gerakannya membeku karena tatapan Riwut yang aneh.

"Kalian bertiga, cepat turun lewat lubang di dapur, lalu masuk ke hutan di belakang kandang babi," perintah Riwut. "Di balik semak dan perdu di sana ada jalan rahasia menuju hutan. Ikuti jalan setapak itu. Nanti kalian akan bertemu anak sungai. Beloklah ke kiri. Aku menyimpan jukung kecil di balik rumpun nipah. Pergilah ke arah hulu!"

Urai dan Deka mengangguk.

"Kamu ikut dengan kami?' tanya Urai.

Riwut menggeleng. "Aku harus membantu bapaku."

"Tapi, tapi—"

Kalimat Urai tidak selesai. Riwut sudah membalikkan badan dan menghambur ke pertempuran.

"Ayo!" ajak Deka.

Mereka merangkak ke dapur, lalu kembali ke lubang lantai di dekat tempat meletakkan tempayan. Jala turun terlebih dulu. Ternyata lubang itu mengarah pada celah kecil di antara tumpukan kayu bakar di kolong rumah sehingga cukup terlindung dari musuh.

Jala memberi tanda agar Deka dan Urai menunggu sementara ia memastikan kondisi di bawah. Setelah yakin jalur itu aman, ia menyuruh Urai turun ke lubang itu. Deka membantunya supaya tidak jatuh.

"Hei!" Seseorang memanggil Deka. Ia menoleh. Ternyata Riwut datang lagi. Wajah, bahu, dan dadanya ternoda darah. Begitu pula ewah yang ia kenakan. Entah darah siapa. Tapi, pemuda itu terlihat baik-baik saja.

"Ambil!" Riwut memberikan dua buah mandau dan satu sumpitan beserta bumbung bambu tempat menyimpan anak sumpitan kepada Deka. Setelah itu, ia melongok ke lubang.

"Urai!" panggilnya.

Gadis itu mendongak dan menemukan sepasang mata yang menyorot teduh, seolah berkata, "Semua akan baik-baik saja."

"Ri-Riwut ...," bisik Urai. Dadanya kembali dihantam gulungan kepedihan yang aneh.

Riwut mengulurkan sesuatu dari atas lubang. Ternyata sepatu sneakers Urai.

"Cepat pergi!" ucapnya, lalu diakhiri dengan anggukan kecil dan senyum lembut yang sanggup membuat mulut Urai kelu.

Urai menerima sepatu itu dengan tangan gemetar. Tanpa sadar, air matanya menetes. Entah mengapa, ia merasa ini terakhir kali melihat pemuda itu tersenyum. Mungkinkah ia selamat dari penyerbuan ini?

Deka segera turun menyusul Urai dan Jala. Ia mengendap di ujung celah, memantau kondisi sekitar. Suara pertempuran riuh di dalam betang dan di halaman depan. Ujung rumah ini terlihat sepi dan gelap.

Deka menarik Urai untuk bersiap lari ke belakang kandang babi. Gadis itu masih mematung sambil mendekap sepatunya.

"Ayo!" ucap Deka.

Urai terkesiap. Ia menoleh sekilas ke atas, ke lubang tempat turun tadi. Namun, Riwut sudah tidak di sana. Urai terisak tanpa suara. Ada rasa pedih yang sulit untuk ditahan saat bayangan kematian pemuda itu melintas di dalam benak.

☆☆☆

Komen please ....

Jangan lupa, follow IG Fura: nataliafuradantin

ANOI 1894 - The Disastrous RitualWhere stories live. Discover now